13. Kembali ke Markas Utama

234 47 3
                                    

Melangkah dengan angkuh, El menarik garis lengkung ke atas dengan bibirnya. Senyum itu sesekali terlihat tulus dan seringkali terlihat sinis, tergantung ke arah mata melihat, kecantikan Tru atau garangnya Zan.

"Aku datang dengan damai." El mengangkat gelas kristal berisi cairan berwarna merah keunguan ke arah mereka berdua.

"Mau apa?" tanya Zan tanpa merubah ekspresi dinginnya.

"Ucapan terima kasih." Pria tampan itu memutari Zan dan menyodorkan segelas anggur kepada perempuan di belakangnya.

"Aku tidak merasa melakukan sesuatu yang baik untukmu? Kenapa berterima kasih?" balas Tru.

"Aku tipe yang selalu ingat dengan budi baik seseorang dan aku ingat kemarin kamu sudah melakukan hal yang hebat untuk kami semua." Ia terus memangkas jarak di antara mereka.

"Kamu tidak mau menerima ucapan terima kasihku? Jangan bilang toleransimu terhadap alkohol masih sangat rendah?"

Geram mendengar kalimat merendahkan keluar dari musuh bebuyutannya, Tru meraih gelas kristal dan segera meneguknya hingga tandas. Rasa panas mengaliri tenggorokan dan tak lama lambungnya bergejolak.

"Aku sudah tidak seperti yang dulu," kesalnya.

"Aku tidak menyangka, kamu masih hebat, sayang kamu tidak lagi di kelompok gold," imbuh El.

"Aku tahu kalau aku hebat dan kamu bertambah lemah. Observasi selalu menjadi kekuranganmu dari dulu, El. Kamu hanya peduli dengan apa yang ada di depan mata tanpa memikirkan kemungkinan lainnya." Tru mengembalikan gelasnya. "Aku terima ucapan terima kasihnya, semoga kita tidak perlu lagi saling tolong lagi ke depannya."

Selesai mengucapkan apa yang ada di pikirannya, ia segera menyambar lengan Zan. Melupakan semua pertikaian mereka saat merasakan kepalanya mulai terasa ringan dan keseimbangan tubuhnya perlahan terganggu.

"Sejak kapan kamu bisa minum alkohol?"

"Memang tidak bisa. Karena itu untuk hari ini pinjamkan tanganmu." Tru melingkarkan tangan ke lengan kanan Zan, merasakan cara berjalannya yang mulai limbung.

"Dan jangan macam-macam, Ao sudah memberiku izin untuk menembakmu kalau kamu kembali melewati batas," ancam Tru yang hanya membuatnya tersenyum.

"Aku tidak akan menyentuhmu lagi tanpa izin. Jadi, mau ke mana kita sekarang?"

"Cari tempat kosong. Aku tidak suka keramaian."

Tidak lagi bertanya, mereka berdua berjalan menyusuri barisan meja makan menuju area yang kosong di sisi kanan. Walau Tru terlihat tegap dan stabil ketika melangkah, tetapi Zan merasakan sesekali tubuhnya akan goyah.

"Jika toleransi alkoholmu sangat rendah, kenapa kamu terima minumannya?"

"Tidak ada alasan."

"Hmm, apa kamu selalu seperti ini? Melakukan sesuatu tanpa alasan?" tanya Zan yang tidak di jawab oleh Tru.

Sampai di area kosong, Tru melepas lilitan lengan dan menyandarkan punggungnya ke dinding. Merasakan rasa dingin menembus jas dan kemejanya. Tak lama Bon menghampiri dengan sepiring penuh makanan kecil dan Yin dengan segelas koktail.

Berbeda dengan Tru yang memiliki nol persen toleransi terhadap alkohol, Yin justru bisa mengenggak minuman kaya alkohol itu bak air putih dan tidak juga mabuk setelah satu liter dihabiskan. Beruntung dia tidak memiliki hobi minum atau liver-nya bisa hancur sebelum umurnya menyentuh empat puluh.

"Kalian sudah baikan? Cepat sekali," ucap Bon sambil mengunyah makanan. Ia jelas memperhatikan mereka berdua sejak tadi.

Belum sempat menjawab, lampu di dalam ruangan tiba-tiba meredup diikuti oleh sinar putih yang menyala terang bagian podium.

Silver - XTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang