36. Pertarungan terakhir (2)

164 34 9
                                    

"Lepaskan dia! Menyerahlah, tidak ada lagi yang bisa membantumu," gertak Mo dengan senjata mengacung ke arah musuh yang berlindung di balik tubuh Tru.

Sementara itu, El yang tiba belakangan ikut mengarahkan pistol ke arah Zoembra dengan wajah berlumur darah dan napas terengah-engah. Bertarung dengan Ice jelas menghabiskan sebagian tenaganya.

"Bravo! Aku tidak menyangka kalian berdua bisa membunuh pengawal terkuatku," puji Zoembra dengan lengan kiri melingkari leher Tru—menekannya kuat—dan tangan kanan memegang erat dagunya.

Walau Zoembra menyandera Tru tanpa senjata. Namun, dengan satu gerakan dari kedua tangan maka tulang leher Tru akan bergeser dan hal itu bisa berakibat fatal baginya.

"Lepaskan dia, Zoembra. Kamu tahu kemampuanku, bukan? Bagaimana aku bisa menembakmu tanpa menggores perempuan yang kamu jadikan tameng?" ancam Mo.

"Keana, aku mengenalmu sudah cukup lama. Kamu adalah pria penuh aksi yang segera membunuh lawan tanpa memberi peringatan terlebih dahulu." Zoembra mulai berkata dengan tenang. Entah apa yang membuatnya sangat percaya diri di situasinya sekarang.

"Kamu hanya akan banyak bicara seperti ini jika kamu tidak mampu membunuh musuh tanpa mengalihkan perhatiannya terlebih dahulu. Betul, bukan?" lanjutnya dengan seringai di wajah.

Mo tidak menjawab, dia hanya bisa menatapnya tajam. Sementara itu kedua matanya tidak berhenti bergerak mencari celah di antara tubuh Zoembra dengan Tru.

"Lupakan aku, tembak dia!" pinta Tru yang masih berjuang untuk mempertahankan aliran udara ke tenggorokannya.

"Pemberani, eh. Aku benar-benar suka dengan sifatmu yang satu ini, Nona," sanjung Zoembra.

"Lepas—" teriak El yang menelan kembali kata terakhirnya saat mendengar suara letusan senjata dari luar.

Riuhnya bunyi senjata meningkatkan kewaspadaan Zoembra terhadap ancaman baru dari luar dan tanpa disadari melonggarkan konsentrasinya kepada mereka yang terlebih dahulu berada di dalam bersamanya.

Melihat satu detik peluang, Mo melepas tembakan dan menggores bahu kiri Zoembra yang segera mengembalikan perhatiannya ke dalam ruangan. Sementara itu, El mengambil kesempatan untuk mengendap ke belakang musuh saat perhatiannya tertuju kepada kawannya.

Zoembra tidak menghiraukan rasa panas dan rembesan darah yang mulai membasahi bajunya. Tangan kekarnya kini menguat di leher Tru, memberi mereka peringatan bahwa ia tidak main-main dengan ancamannya.

Suara pengaman senjata dibuka terdengar dari belakang diikuti suara letupan senjata. Mendapat ancaman baru, ia segera memutar tubuh dan menggunakan tameng hidupnya untuk menerima peluru yang ditujukan kepadanya. Beruntung meleset.

Namun, gerak gegabah Zoembra dimanfaatkan oleh Tru dengan menyikut kuat dan memutar kepala untuk melepaskan diri dari tawanan musuh.

Melihat sandera terlepas. El dan Mo bergerak dan mulai melepaskan timah panas ke arah musuh yang kini berguling ke arah jendela untuk mengambil senjata milik Tru.

Sementara itu di luar, suara letusan senjata belum juga mereda. Dengan susah payah, Tru bangun bertumpu pada lututnya dan berdiri dengan goyah. Matanya menyisir di sepanjang lantai yang tertutup karpet untuk mencari senjata dan menemukan satu di dekat jasad sang pengawal.

Sementara mereka berdua melawan Zoembra dengan gabungan tangan kosong dan senjata api. Tru berjalan ke bagian belakang ruangan dengan napas terengah-engah dan rasa menyayat di perut yang sewaktu-waktu bisa meniadakan kesadarannya.

Zoembra yang awalnya percaya diri dengan kemampuan bertarungnya kini mulai berpikir untuk mencari celah sebelum yang lain berdatangan. Matanya beralih ke El yang terlihat jauh lebih lelah dengan banyak luka di tubuh. Walau begitu, pria itu masih bisa memberi tendangan yang membuat tubuhnya bergerak mundur dua langkah.

Silver - XWhere stories live. Discover now