4. Markas Utama

481 75 13
                                    

Hari yang tidak di tunggu-tunggu akhirnya tiba. Pagi itu mereka berlima meninggalkan rumah menuju pusat kota yang berjarak tak lebih dari tiga puluh menit. Namun, satu jam sudah terlewat. Bon dan Yin yang sudah terlebih dahulu resah semakin tidak tenang menghadapi kekacauan jalanan ibu kota.

Yin memperlihatkan kegelisahannya dengan lebih sering menginjak rem dan menekan klakson mobil. Sedangkan Bon dengan cara mendengarkan musik heavy metal melalui earphone yang tersambung ke ponsel. Sementara tiga orang lainnya tetap duduk manis di belakang.

Menghabiskan waktu di jalan tanpa banyak bicara. Mereka akhirnya sampai pada sebuah gedung berwarna hitam tanpa nama. Masuk ke parkir basement, mereka menemui palang tanpa penjaga di lantai terbawah.

"Tekan tombol open, tunggu satu menit dan sidik jarimu akan dipindai. Setelah terbuka, jalan lurus dengan lampu kabut menyala." Ao memberi jawaban yang ia tahu Yin terlalu malas untuk tanyakan.

Melakukan apa yang diinstruksikan, palang besi terangkat dan memberi mereka jalan dengan hitung mundur sepuluh detik.

Bagai berkendara di gedung terbengkalai, mereka menerobos kegelapan yang seakan tak berujung. Membuat ketegangan semakin nyata dirasakan, terlebih ini adalah pertama kalinya bagi mereka—kecuali Tru dan Ao—datang ke markas utama.

Tidak sampai tiga menit, mereka sampai ke area luas dengan penerangan temaram dan berhenti di area parkir yang sudah ditentukan.

"Baiklah ... kita sudah sampai, tetap berjalan di dekatku. Karena hanya aku yang bisa membawa kalian masuk dan keluar gedung ini." Ao berdiri di depan mereka semua dengan setelan jas berwarna hitam berpita perak di lengan kanan dengan rambut terikat rapi ke belakang.

Pakaian yang sama juga dikenakan oleh anggota lainnya. Rapi adalah hal yang ditekankan oleh Ao, membuat Zan yang biasa berantakan saat ini terlihat semakin tampan bagai aktor terkenal. Lalu Yin yang berambut pendek lebih terlihat seperti laki-laki daripada perempuan.

Sedangkan Tru, tidak perlu dideskripsikan lagi bagaimana menariknya dia saat ini. Zan bahkan sulit melepaskan pandangan dari tubuh langsing dan wajah cantiknya. Kemudian untuk Bon, dia masih tampak seperti anak sekolahan yang akan mendatangi wisuda kelasnya, sangat tidak berwibawa.

Masuk ke sebuah ruangan kecil berisi satu buah lift. Ao menempelkan telapak tangan ke mesin pemindai yang menempel di dinding. Selesai memindai, sebuah kotak kecil terbuka dan mengeluarkan alat kecil dengan angka di atasnya. Setelah memasukkan kombinasi angka, pintu lift terbuka dan mereka berlima masuk ke dalam yang sama sekali tidak memiliki tombol lantai.

Suara decak kagum Bon membuat mereka berempat memandangnya dengan waspada. Sepertinya mereka tahu apa yang ada di pikiran anak kecil itu.

"Jangan berpikir untuk meretasnya, Bon. Kamu tidak tahu apa yang akan kamu dapatkan jika sistem mendeteksi ada yang mencoba membobol keamanan mereka." Ao memperingatkan.

Namun, perkataan Ao bagai angin lalu di telinganya. Karena kini Bon yang tampak sibuk melihat ke sekeliling lift, termasuk di bagian atas yang memiliki  dua buah kamera yang berputar mengikuti gerak langkah mereka.

"Hebat sekalii! Kamera dengan sensor gerak, lift yang bergerak otomatis hanya dengan menekan kombinasi angka. Pasti ada ribuan kombinasi angka yang tersimpan di sini." Seketika itu juga ia melupakan keresahannya dan bertingkah layaknya anak kecil yang baru mendapat mainan baru.

"Kamu akan mati mencoba sebelum berhasil, Bon," ancam Tru.

"Dan jangan minta tolong jika itu terjadi," tambah Zan.

"Mati!" Kali ini Yin ikut menakut-nakuti dengan cara anehnya.

Mereka harus melakukan itu, karena Bon pernah sekali waktu meretas jaringan komputer milik bank nasional dengan dalih iseng. Saat itu Ao berjuang dengan sangat keras mencegah supaya Bon tidak berakhir di balik jeruji.

Silver - XWhere stories live. Discover now