26. Dia baik-baik saja

179 37 9
                                    

Keesokan paginya, seorang dokter paruh baya datang bersama dengan perawat yang usianya tidak terpaut jauh dengan sang dokter. Dibantu sang perawat yang masih terlihat cantik di usia senjanya, pria itu membuka lapis demi lapis perban putih yang melingkar di lengan atas Tru dengan hati-hati.

Sebuah luka memanjang berukuran kurang lebih lima sentimeter terlihat kering dengan sedikit gumpalan kekuningan di atasnya. Kemerahan yang masih terlihat di sekitar luka mengindikasikan bahwa infeksi masih terjadi. Sang dokter kemudian menarik kulit di kedua sisi luka secara bersamaan dengan jari telunjuk yang tertutup sarung tangan steril untuk melihat apakah luka yang terjahit sudah menutup dengan sempurna.

Tru meringis saat merasakan kulitnya terenggang ngilu. Namun, kehadiran Mo dan tangan yang tidak berhenti memberinya semangat membuat rasa nyeri jauh berkurang. Topangan psikologis jelas membantu banyak.

Tidak memedulikan desis kesakitan sang pasien, dokter lanjut membersihkan luka dengan cairan putih, diikuti dengan cairan berwarna merah tua, dan diakhiri dengan menutup luka kembali dengan perban steril yang diambilnya dari wadah berbahan stainless.

"Bagaimana, Richard?" tanya Mo ketika dokter dan perawat mengakhiri ritual mengganti perban di bahu Tru.

"Infeksinya sudah jauh lebih baik dari pada kemarin. Kamu benar-benar perempuan yang kuat, Nona," puji Richard yang membuat Tru memiringkan kepalanya, tidak paham dengan maksud 'kuat' di sini.

"Apa yang sudah terjadi dengan tubuhku, Dok?" tanya Tru masih mempertahankan posisi duduknya dengan susah payah.

"Beberapa luka gores yang akan sembuh sempurna dalam hitungan tiga minggu, retak pada tulang iga yang membuat dadamu sakit jika bernapas, dan luka tembus yang berhasil menginfeksi sampai ke darah. Selain yang tadi saya sebutkan, tubuhmu dalam keadaan prima, Nona," ucap Richard penuh sarkasme.

Penjelasan sang dokter akhirnya menjawab semua sakit yang ada di tubuhnya, mulai dari dada yang tidak mencetuskan nyeri walau dada ditahan untuk tidak menarik napas dan demam yang sesekali tinggi di kala malam.

"Tunggu, bukannya kamu bilang kalau menangkapku dari ketinggian?" Tru mengernyitkan kening mendengar deskripsi luka yang konsisten dengan jatuh dari ketinggian. "Dan sepertinya aku terluka cukup parah kalau mendengar penjelasanmu barusan, Dok."

"Nah! Kamu dengar, Tuan." Richard terlihat senang saat mendengar kalimat balasan pasiennya dan mulai mengarahkan telunjuknya ke dada Mo.

"Ter-lu-ka pa-rah," eja dokter dengan kesal kepada Mo yang tengah membantu mempertahankan posisi duduk perempuan yang masih terlihat lemah itu dengan menopang punggungnya.

"Kamu berhasil aku tangkap dan kita jatuh bersama. By the way, kamu mau tiduran lagi?" tanyanya lembut. Tidak menghiraukan rentetan kata berisi kekesalan Richard yang ditujukan kepadanya.

Tru menggeleng. "Aku mau duduk. Tubuhku kaku semua karena terlalu banyak tidur."

"Baiklah." Mo melepas topangannya dan membantu Tru mendapat posisi yang nyaman dengan mengatur bantal di belakangnya. Selang infus yang sempat mengganggu pergerakan pun sudah dilepaskan dari pembuluh darahnya.

"Sudah aku bilang kalau dia akan baik-baik saja di sini dan itu terbukti, bukan?" Mo berjalan mendekati dokter dan mengajaknya keluar dari kamar untuk berbincang lebih lanjut.

"Ini semua keberuntungan, kamu tahu, kan, kalau dokter tidak menandatangi perjanjian kerjasama dengan malaikat keberuntungan. Dia akan jauh lebih baik jika dirawat di rumah sakit." Richard melanjutkan ocehannya mengenai keputusan Mo yang bersikeras untuk tidak membawa Tru ke rumah sakit.

Suara dokter dan Mo terdengar semakin menjauh dan akhirnya ia kembali mendapatkan ketenangannya pagi ini.

"Ada lagi yang bisa saya bantu, Nona? Masih ada tempat lain yang sakit?" Perawat itu tersenyum, memperdalam kerut yang sudah terlebih dahulu muncul di sudut bibirnya.

Silver - XDonde viven las historias. Descúbrelo ahora