27. Aku mau pulang

173 39 12
                                    

Lima hari berlalu semenjak Tru terbangun dari tidur panjangnya. Kini, ia sudah jauh lebih baik. Nyeri di dadanya tidak lagi mengganggu pernapasan, luka tembus di lengannya sudah menutup sempurna, dan tidak ada lagi benang hitam yang menyilang di kulit putihnya.

Tru sudah bisa berdiri dan berjalan tanpa bantuan Mo sama sekali. Lega dengan kesehatannya yang semakin membaik, pria itu tidak lagi menyisihkan waktu dan lebih sering meninggalkannya sendiri berdua dengan pelayan rumah yang keberadaannya menghilang bersamaan dengan tenggelamnya sinar matahari.

"Nona, ada lagi yang Anda butuhkan?" tanya pelayan perempuan bertubuh gempal.

"Tidak ada, kamu bisa pergi. Tinggalkan kunci menggantung di pintu. Setelah ini aku akan pergi keluar sebentar." Mendengar kalimat Tru, perempuan yang tadinya sudah berjalan mundur tiba-tiba berhenti dan berubah ragu. Matanya menjadi tidak fokus, berkali-kali Tru menangkap matanya tengah berayun ke kanan dan ke kiri, menghindari tatapannya.

"Ada apa?"

"Tuan Keana memintaku untuk mengawasi Nona, termasuk jika Nona ingin keluar rumah." Ia menyebutkan nama Mo lainnya. Nama yang pernah membuat Tru penasaran dengan identitas aslinya. Namun, ia segera menyingkirkan segala keingintahuannya, karena bagaimanapun juga nama hanyalah sebuah identitas tanpa makna baginya.

"Apa yang bisa ia lakukan jika kamu tidak mengerjakan perintahnya?" tanya Tru mulai terganggu dengan sikap posesif Mo.

"Mmm ... Anda tidak akan menyukainya, Nona," jawab sang pelayan dengan suara lirih. Melihat tangan yang terus menggelung ujung baju meyakinkan Tru kalau ia bisa melakukan apa saja kepada perempuan malang ini.

"Baiklah, kamu ikut aku dan hubungi Tuanmu, katakan jika aku memaksa untuk pergi!" perintahnya tegas sebelum ia meninggalkan ruang tengah untuk mengambil asal salah satu syal milik Mo di dalam lemari.

"Baik, Nona."

***

Satu jam sudah mereka meninggalkan rumah dan kini Tru berjalan diikuti sang pelayan yang terus celingukan di belakangnya. Seminggu lebih berkutat di dalam rumah, membuat Tru bosan sampai ke ubun-ubun dan memilih keluar menuju pantai—tempat favoritnya menghabiskan waktu—yang berjarak dua kilometer dari rumah.

Berjalan menyisir pasir putih ditemani suara debur ombak dan desir angin yang menerbangkan sebagian rambutnya. Ia berhenti mengayunkan kedua tungkainya saat telinganya menangkap langkah berat menginjak pasir berjalan mendekat.

Ia memutar tubuh dan melihat sosok Mo berpakaian formal melangkah tenang ke arah mereka berdua. Lalu tanpa menatap atau mengeluarkan kata, ia membubarkan sang pelayan hanya dengan satu gerakan tangan.

"Ternyata ini cara supaya kita bisa bertemu sebelum malam tiba," ucapnya tanpa senyum ke arah Mo.

"Maaf, ada yang harus aku lakukan. Aku tidak mau kehilangan kepercayaannya." Mo tersenyum dan memperlambat langkahnya ke arah Tru yang tengah memainkan kakinya ke ombak kecil di bibir pantai.

"Kepercayaan siapa?"

"Kamu tahu siapa yang aku maksud. Aku sudah terlibat sejauh ini dan tidak mungkin mundur sekarang. Tidak sebelum balas dendam kita tercapai."

"Balas dendam ...." Tru lanjut berjalan di bibir pantai, tidak mengindahkan sandal dan ujung celana yang basah dengan pasir menempel.

Silver - XTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang