Chapter 52: Rest (Ride) in Peace, Brother.

119 30 17
                                    

Suara bunyi sirine Ambulance terdengar di tengah-tengah pelataran markas besar yang tengah berduka atas kepergian putra dari Leader besar CRC. Dervan Devandrio. Lelaki itu meninggal akibat peluru yang ditembakan dan bersarang di dadanya serta penanganan yang terlambat membuat Dervan kehabisan darah lalu berakhir memilih menyerah bertahan hidup.

Semua berduka terutama teman satu geng motornya, Trexton Riders. Serta teman-teman lain di luaran sana yang mengenal dekat siapa Dervan. Semuanya merasa kehilangan. Dervan sangat dikenal dengan kehebatannya menunggangi motor di jalanan manapun dalam kondisi apapun. Dervan juga dikenal sebagai sang juara bertahan setiap ada acara balapan di sirkuit.

Semua pecinta motor satu hobi dengan Dervan berkumpul memadati markas besar CRC, mereka yang hadir jelas dari berbagai komunitas, berbagai geng, berbagai tim, dan sedikit teman-teman Dervan semasa sekolah. Bahkan hari ini harusnya semua pihak sedang bersuka cita meramaikan acara Sunmorgab ke Bogor. Tetapi acara tersebut dibatalkan demi menjumpai Dervan yang kini akan diantarkan ke peristirahatan terakhir. Kabar meninggalnya Dervan menyebar luas pada setiap pecinta motoran karena Dervan memang banyak dikenal, begitu juga dengan tersebarnya fakta bahwa Dervan adalah putra Leader CRC.

Suara deruman knalpot motor saling bersahutan di seluruh sudut halaman luas markas besar CRC. Gerbang markas dibuka perlahan oleh dua penjaga untuk memberi akses jalan keluar bagi anggota inti CRC sebagai pengawal, diikuti Ambulance, disambung oleh anggota Trexton, dan beberapa komunitas lainnya serta diramaikan juga oleh para riders lainnya yang tidak termasuk ke dalam suatu komunitas. Semuanya sama rata tak ada yang membedakan.

Jalanan yang pagi itu cukup padat karena memang akhir pekan, maka anggota lainnya pun membantu untuk melancarkan jalan agar Ambulance bisa lewat dan mereka pun tetap dalam pantauan aturan lalu lintas. Lokasi pemakaman sudah hampir dekat, Edgard memimpin seluruhnya masuk ke area parkiran dipandu oleh penjaga tempat itu.

Ratusan motor berjejer rapi memenuhi parkiran. Semua yang ikut mengantarkan jenazah Dervan berjalan menuju area pemakaman mengikuti jenazah Dervan yang berada dalam keranda yang dipikul oleh Andre, Edrico, Daffa dan Tino.

Kehadiran mereka semua jelas menjadi pusat perhatian pengunjung makam yang lain, bahkan mereka diam-diam menatap takjub oleh kesolidaritasan dan rasa kekeluargaan yang sangat kuat saat melihat para anggota itu.

Begitu jenazah Dervan dikuburkan, suasana duka semakin terasa menyeruak melingkupi mereka yang hadir. Edrico yang melihat Edgard tampak kelelahan langsung saja mengajaknya ke pinggir.

"Lo gapapa, Gard?" tanya Edrico khawatir.

"Gue gapapa, Ed. Gue juga udah ikhlas nerimanya. Gue cuma lagi bingung aja," jawab Edgard sambil menatap proses pemakaman putranya.

"Kenapa?"

"Keluarga angkat anak-anak gue belum tau kabar ini," jawab Edgard lagi. Bagaimanapun juga mereka yang telah merawat kedua putra kembarnya dari sejak balita. Edgard merasa dirinya gagal menjalankan perannya sebagai orangtua, sebagai ayah kandung putra kembarnya.

"Gisel udah kasih tau mereka, Gard. Mereka lagi di perjalanan dari Singapura, makanya Gisel ga ikut hadir buat jemput mereka di bandara."

Edgard mengalihkan tatapannya kini pada sahabatnya, "kenapa Gisel ga bilang dulu sama gue?"

"Gue ga tau yang terpenting lo harus siap aja ketemu sama mereka. Lo tau kan Dervan anak kesayangan mereka sampe Dervin pernah ditelantarin," tukas Edrico membuat Edgard bungkam dengan pikirannya yang memenuhi isi kepalanya.

No Leader! || ✔️Where stories live. Discover now