Chapter 46: War to Die

136 31 16
                                    

Selesai solat maghrib, Dervan kembali mengajak Selvin untuk melanjutkan perjalanan. Sedari tadi gadis itu hanya diam tampak kosong ditinggalkan jiwanya yang melayang tak tentu arah. Ditanya pun hanya merespon dengan anggukan kecil dan Dervan juga tak bisa terus memaksanya untuk berbicara.


Perjalanan kembali dilanjutkan, Dervan menatap pantulan wajah Selvin dari spion. Tak tega juga ia melihat raut pucatnya. Pikirannya kembali pada niat ingin memberi tau langsung siapa dirinya, cepat atau lambat semua rahasia yang ia jaga dengan Dervin akan terungkap juga.
"Selvin, seberapa kenalnya lo sama Dervin?" tanya Dervan seraya menatap wajah Selvin dari balik spion kanannya.

Selvin membalas tatapan Dervan dari pantulan spion. Batinnya terus berteriak bahwa ia kewalahan membedakan Dervin dan kembarannya, karena wajah keduanya begitu identik sampai ia nyaris menganggap Dervan adalah kekasihnya.
"Dia lelaki baik, yang diasingkan keluarganya. Selebihnya gue ga tau karena Dervin ga pernah cerita apapun, gue juga ga ada hak buat tau privasinya meskipun status gue adalah pacarnya." memang benar dirinya tak pernah tau tentang keluarga Dervin, jawaban yang ia berikan pun tak terdengar adanya kebohongan.

Dervan tersenyum miring, "Lo pasti kaget 'kan liat orang mirip Dervin ada di dekat lo dan datang selamatin lo, padahal posisi Dervin dalam bahaya."

Selvin mengangguk kaku, pikirannya berjelajah pada kejadian malam dimana ia bertemu dengan sosok mirip Dervin di minimarket dan sekarang ia baru sadar mungkin Dervan lah orangnya.
"Fisik lo emang sama kayak Dervin, tapi jelas sikap kalian beda."

"Lo bener, sikap dan sifat gue sama Dervin beda. Adik gue orangnya baik, tulus, beda sama gue..." Dervan sengaja menggantungkan kalimatnya membuat Selvin mengerutkan kedua alisnya tampak penasaran.

"Apa?"

Dervan menarik nafas dalam. Tatapannya bergerak tak nyaman diiringi debaran jantung dan rasa sesak yang menusuk, "Gue bukan orang baik-baik. Disaat Dervin yang selalu nolongin gue, justru gue sendiri yang selalu tempatin dia dalam setiap masalah yang gue perbuat."

"Maksud lo?" tanya Selvin semakin bingung. Firasatnya mengatakan telah banyak sekali yang terjadi tanpa pernah ia ketaui sedikitpun.

"Musuh Farel sebenarnya itu gue. Karena gue sama Dervin kembar identik, gue manfaatin itu. Farel sering salah sasaran, yang dia kira itu gue malah jadi nyasar ke Dervin. Siapapun juga bakal ngira gue sama Dervin adalah satu orang yang sama," jelas Dervan mulai dihantam kembali bayangan rasa bersalahnya. Selvin yang mendengar itu pun sangat terkejut, betapa licik dan jahatnya Dervan pada Dervin.

Namun ketika ia ingin memaki Dervan, ia terlebih dulu disadarkan oleh bayangan bagaimana saat ia berprasangka buruk terhadap Dervin yang berhubungan lebih dengan perempuan lain, bisa saja lelaki yang ada dalam foto di ponsel Farel itu adalah Dervan. Lelaki di dekatnya.

"Ja-jadi, foto itu bukan Dervin. Cowo itu-"

Dervan sontak mendadak menekan rem hingga membuat helm yang dipakai keduanya saling berbenturan. Dervan hanya ingin memastikan dirinya tak salah mendengar penuturan Selvin. Selvin pun tak melanjutkan kalimatnya akibat tindakan Dervan.
"Ada apa?" tanya Selvin yang berpikir ada sesuatu kesalahan yang terjadi pada motor Dervan.

"Ga ada. Maksud lo tadi bilang apa?" ucap Dervan begitu mendesak bahkan posisinya setengah berputar untuk berhadapan dengan Selvin.

Selvin menunduk mendapat tatapan tajam milik Dervan. Ia mendadak gugup namun ia coba untuk menghela nafas sejenak agar jantungnya berdetak kembali stabil.
"Gue yakin lo tau kasus Farel yang hampir ngotorin adiknya? gue orangnya." Dervan mengangguk merespon ucapan Selvin.

No Leader! || ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang