Part 8. Debat Teros

26K 3.7K 282
                                    

"Om, Devi mau pulang. Mau pulang pokoknya." Rengekku seraya duduk di atas lantai kamar dengan bersidekap dada tanpa mempedulikan dirinya yang mengejekku anak kecil. Toh, aku memang masih kecil bukan dia yang sudah om-om mau mati.

"Ya ampun, kalau Devi di sini terus, bagaimana dengan nasib sekolah dan cita-cita Devi?! Mentang-mentang sudah menjadi om-om, jangan menghalangi masa depan cerah aku dong, om!"

Om duduk di kursi, tengah memijit kepalanya. Maklum, sudah om-om.

"Masa depan kamu akan selalu cerah selama aku hidup, Devi."

"Nah!! Siapa tahu besok om mati. Gak jadi cerah dong masa depannya Devi."

"Kamu nyumpahin aku mati cepat, gadis kecil?"

"Kok tau? Oh ya, lupa. Kan bisa baca pikiran orang."

Dia menghela nafas panjang. Menatapku lembut. Cih, aslinya pasti menahan amarah yang meluap-luap tuh.

"Pokoknya aku mau pulang!! Aku mau sekolah dan meraih cita-citaku menjadi wanita karir." Dengusku.

"Mau jadi apa sih kamu di dunia manusia yang fana itu?"

Aku mengigit bibir bawahku gemas memikirkan masa depan cerahku. "Jadi make up artis Korea. Biar bisa ketemu cogan terus. Membayangkan memoles wajah mereka dengan make up saja sudah membuat jantungku deg-degan, om. Ahhh!! Aku sudah tidak sabar untuk menjadi wanita karir yang dikelilingi cogan."

Aku mendelik sebal ketika keningku dijitak olehnya.

"Jangan aneh-aneh. Aku tidak akan pernah membiarkanmu berdekatan dengan pria lain apalagi sampai menyentuh mereka."

Tatapan mengejek kulayangkan pada om gak tahu diri di depanku. "Sewot amat sih, om. Terserah aku lah mau ngapain. Toh ini hidup aku."

"Kamu mateku, Devi!! Jadi aku bertanggung jawab dalam hidupmu."

"Halah, sok sok an tanggung jawab. Dulu kemana aja saat aku dihina dan direndahkan kaum kalian? Sama wanita lain? Huh?"

Tanpa disangka, dia menangkup kedua belah pipiku dan menatapku intens. "Dengar! Aku tidak pernah dekat dengan wanita lain seumur hidupku. Kamu adalah wanita pertama dan terakhir dalam hidupku."

Segera kutepis tangannya. "Aku gak peduli!! Pokoknya aku mau pulang dan sekolah seperti biasa!!"

"Jangan keras kepala, Devi!" Suaranya kembali dingin seperti sekarang tapi aku tidak peduli.

Aku hanya ingin sekolah seperti biasa dan mencapai impian terbesarku. Aku tidak ingin diremehkan lagi oleh siapa pun. Aku ingin menjadi wanita yang sempurna untuk pasangan hidupku kelak. Aku ingin bisa berpijak dengan kedua kakiku sendiri tanpa bantuan siapa pun saat terjatuh nanti.

"Baiklah, baiklah. Aku akan memperbolehkanmu sekolah tapi kamu tetap tinggal di sini. Silahkan saja teruskan sekolahmu sampai tamat tapi kamu juga harus menjalankan kewajibanmu sebagai istri."

Kewajiban sebagai istri?????

Kewajiban sebagai istri??????????!!!

"OM MESUM! JAUH-JAUH DARI GUE!!"  Sontak aku beringsut menjauh darinya sambil memeluk diri sendiri.

"Apa sih yang kamu pikirkan?" Kekehnya.

Aku diam, tidak menjawab, tidak membatin, dan tidak berpikir.

"Kewajiban sebagai istri di sini bukan hal yang menjurus ke adegan dewasa. Aku bisa menahan diriku sampai kamu siap. Kewajiban yang kumaksud adalah menghormati aku sebagai suamimu."

"Memang siapa sih yang mau nikah dengan om? Kayak aku mau aja sama om? Apa untungnya aku menikah dengan om coba? Pede banget jadi orang." Aku mulai berdiri dan menatapnya remeh.

Queen Of WerewolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang