Part 31. Devi Dengan Segala Pemikiran Anehnya

15.1K 2.2K 126
                                    

Voment ;

_____

Darren menghela nafas saat teringat dengan alasan Devi tiba-tiba terbangun di tengah koma tiga hari yang lalu; yaitu akibat mendengar nama pria lain.

Jujur, Darren sangat cemburu.

Bisa-bisanya pria tidak dikenal itu berhasil membuat matenya bangun seketika sedangkan dia tidak bisa memberi efek apa pun pada tubuh Devi.

Rasanya Darren sangat ingin membunuh pria itu sekarang juga agar setelah ini matenya tidak lagi mendambakan pria lain. Tapi ... Ya, begitu lah...

"Sampai sekarang, apakah kau masih belum mencintaiku, gadis kecil? Aku kurang apa?" Tanyanya pelan sembari mengelus pipi Devi.

"Cepat lah mencintaiku karena aku tidak suka hanya memiliki ragamu. Aku ingin memiliki mu seutuhnya. Aku ingin memiliki hatimu."

Darren mencium tangan Devi pelan. "Aku ingin kamu mencintaiku balik seperti aku mencintaimu."

Pria itu memejamkan matanya lantaran sangat mengantuk akibat tidak tidur selama beberapa hari belakangan ini.

Tak lama setelah pria tampan tersebut tidur, mata Devi perlahan terbuka. Ia mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina matanya.

Mendadak ia teringat dengan kejadian sebelum ia tidak sadarkan diri. Dia ditusuk tiga kali oleh Arlene dengan pedang. Refleks Devi memegang perutnya. Sedikit terasa sakit tapi juga menyenangkan.

"Aish, rasanya aku tidak terima dikalahkan oleh nek lampir itu." Renggutnya kesal.

Selama ini dia belum pernah dikalahkan oleh orang lain. Selama ini dia adalah si nomor satu. Sial! Dia akan membuat perhitungan dengan Arlene lain kali. Dia akan membunuh wanita sialan itu dengan tangannya sendiri.

Saat Devi hendak mengusap wajahnya, gadis cantik itu tersadar ada seseorang yang berada di sampingnya. Orang yang tak lain Darren.

Devi mengulum senyum melihat bagaimana pria itu mengenggam tangannya. Sangat erat, seperti takut kehilangan.

"Pasti si om khawatir banget sama gue." Kikiknya.

Pelan-pelan Devi menarik tangannya. Dia hendak turun dari tempat tidur tapi tertahan akibat rasa sakit di perut dan dadanya.

Gadis itu menghela nafas kesal akibat tidak bisa bergerak bebas. Bahkan sekarang saja lukanya terasa kembali berdarah. Ia hanya bisa pasrah tidur di samping Darren tanpa melakukan apa pun lagi.

Gadis cantik itu tersentak kaget kala tubuh mungilnya dipeluk secara tiba-tiba. "Jangan tinggalkan aku, gadis kecil. Aku tidak bisa hidup tanpamu." Gumam Darren dalam tidurnya.

"Om, om. Segitu cintanya ke gue ya?" Decak Devi pelan.

Devi meringis kesakitan kala Darren semakin mempererat pelukannya. Sekarang, luka diperutnya benar-benar telah terbuka sepenuhnya karena ulah pria itu.

Gadis cantik itu menunduk melihat gaun putihnya, bagian perutnya sudah berwarna merah. Meski sakit, ia tidak berniat membangunkan Darren. Dengan seulas senyuman manisnya, ia mengelus puncak kepala Darren dan kembali tertidur.

Darren membuat perasaannya menghangat.

Sudah lama dia tidak merasa diperhatikan, dilindungi, dan disayangi oleh keluarga sendiri.

****

Darren terserang panik saat melihat gaun Devi bagian perut berwarna merah.

Dengan penuh kekhawatiran dia merobek dress Devi dan mengobati luka gadis itu secara hati-hati.

Di dalam hati ia merutuki dirinya sendiri yang membuat keadaan Devi seperti ini.

Untuk kedepannya dia berjanji pada diri sendiri untuk tidak tidur seranjang dengan Devi selama luka Devi belum sembuh. Dia tidak ingin membuat Devi celaka lagi.

Setelah mengobati luka Devi, Darren kembali memakaikan pakaian baru ke tubuh Devi.

"Ih, om mesum. Masa pakaianku dibuka?!"

Darren mendadak kaku mendengar suara gadis yang telah lama tidak didengarnya. Wajahnya terangkat secara perlahan. Matanya berserobok dengan mata coklat Devi yang terlihat kesal.

"JAUHIN TANGAN OM DARI XX KU!!"

Bentakan Devi membuat Darren refleks menjauhkan tangannya dari barang berharga Devi. Tak tahu kenapa tangannya bisa mendarat di sana.

"Akhh!!" Devi meringis kesakitan sambil memegang perutnya.

Darren kembali tersadar. "Jangan berteriak dulu, gadis kecil. Istirahat lah."

Devi memejamkan mata kemudian mengangguk patuh.

Darren tersenyum kecil. "Aku pikir kamu tidak akan bangun lagi, gadis kecil. Lukamu terlalu parah."

"Devi bukan orang lemah dan Devi tidak akan mati semudah itu." Balas Devi songong.

"Kalau sampai Devi mati karena si nek lampir itu, bisa luntur harga diri seorang Devi Ratunya para cogan ini. Ckck. Sangat memalukan."

Darren tertawa kecil. Mengelus puncak kepala Devi dengan lembut dan penuh kasih sayang sembari terus menatap wajah cantik Devi yang masih pucat.

"Apa yang kamu rasakan sekarang? Tidak terlalu sakit kan?"

Devi menggeleng. "Aku merasa baik-baik aja sih. Hanya sedikit ngilu di bagian dada dan perut. Tapi itu bukan lah hal besar. Palingan nanti juga hilang sakitnya."

Darren mengecup pipi Devi secepat kilat. "Gadisku sangat kuat ya. Aku bangga denganmu."

"Hoho, Devi memang membanggakan. Mendapatkan Devi saja sudah merupakan kebanggaan loh, om."

Darren tertawa lagi. Devinya yang terlampau percaya diri sudah kembali.

"Om, bagaimana keadaan Kak Lily? Dia tidak kenapa-napa 'kan? Dia selamat 'kan?"

Darren memutar bola mata malas. "Jangan pikirkan dia. Fokus saja ke penyembuhanmu, gadis kecil."

Devi membuka mata dan menatap Darren memelas. "Aku ingin tahu keadaan Kak Lily. Aku sudah melindunginya mati-matian dari si nek lampir itu, aku ingin tahu apakah perjuanganku berguna atau tidaknya."

"Aku tidak tahu keadaan dia seperti apa." Jawab Darren apa adanya.

"Aku ingin ke sana!!"

Pria tampan itu mengenggam tangan Devi dan menatap Devi lembut. "Kamu tidak boleh pergi ke sana sebelum keadaanmu sembuh sepenuhnya. Aku tidak ingin kamu kenapa-napa. Aku tidak ingin merasakan berada di antara hidup dan mati lagi."

Devi menghela nafas panjang. "Baiklah, baiklah. Aku tidak akan ke sana sampai sembuh."

"Bagus. Oh ya, aku akan membuatkan sarapan untukmu dulu."

Devi mengangguk. Darren bangkit dari duduknya dan keluar dari dalam kamar untuk membuatkan gadis itu sarapan. Tiba-tiba saja dia ingin membuatkan gadis itu sesuatu dengan tangannya sendiri.

"Btw, sudah berapa hari ya aku tidak sadarkan diri?" Gumam Devi.

"Kecantikanku tidak hilang kan hanya karena ini?"

"Trus bagaimana kabar oppa Eunwoo ku? Dia baik-baik aja 'kan?"

"Oh ya, para cogan ku pasti sangat merindukanku."

"Trus Cindy gimana ya? Pasti dia khawatir banget sama gue."

"Si nek lampir sialan itu menganggu hari cerah gue aja. Awas aja kalau ketemu lagi, gue bunuh."

Devi, Devi, bukannya mencemaskan diri sendiri malah mencemaskan hal yang tidak penting.

-Tbc-

Queen Of WerewolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang