Bab #41

219 16 0
                                    

Selamat Membaca
.
.
.
.
.

Hari menjelang malam. Sementara Lily masih saja berada di tempat gelap ini. Suara jangkrik serta suara-suara hewan kecil lainnya mulai bermunculan. Lily hanya bisa memeluk lututnya sendiri dengan air mata yang masih saja turun.

Sudah 30 kali ia menelpon Alan, tapi cowok itu tak kunjung mengangkatnya. Lily pun akhirnya mengirim 3 pesan singkat kepada Alan. Karena Alan adalah harapan terakhirnya. Selain itu, Lily pun mengirim pesan kepada Anta, untuk memberikan semangat padanya. Lily harap, Anta tidak tau kalau ia sedang berada dalam masalah.

Lily hampir pasrah. Nara juga tak kunjung menelponnya. Bahkan, saat ia telpon pun tidak diangkat. Tapi Lily tidak mau berfikir negatif kepada sahabatnya. Lily mengerti, pasti saat ini Nara tengah sibuk membereskan barang bawaannya.

Sunyi pun semakin melanda. Gelap semakin terbit kehadirannya. Udara yang dingin mulai menusuk kulit halusnya. Dan, pencahayaan disini sangatlah minim. Lily lapar. Dia haus. Tapi, Lily bisa apa? Meminta tolong pun tidak ada yang menyahut.

Yang lebih mengerikan lagi adalah ponsel Lily yang sudah mati total. Mau charge ponselnya pun tidak ada stop kontak diruang ini. Baiklah, nasibnya kali ini begitu sial. Sudah dikurung di gudang, tidak bisa mendampingi kekasihnya, lapar, haus, gelap, sunyi apalagi.

Lily menatap ke sekitar ruangan. Hanya ada barang-barang yang sudah tidak terpakai, lantai yang berdebu, lalu ventilasi yang begitu minim. Dia tertawa hambar meratapi nasibnya saat ini.

Lily semakin mempererat pelukannya. Dia menenggelamkan kepalanya pada lipatan tangan.

"Papah, tolongin aku. Lily gak mau terus-terusan ada disini." Lirihnya yang sudah kesekian kali.

Tapi, dia juga tidak mau mati disini. Karena itulah, Lily menghapus air matanya dengan kasar, ia mencoba untuk berdiri lalu mencari sebuah benda untuk membuka pintu tersebut. Meski dengan cahaya yang begitu minim.

Lily mulai perjalanan perlahan-lahan sambil menjulurkan tangannya ke depan sebagai petunjuk arah. Ia meraba benda apapun setiap kali ia sentuh. Bahkan, hampir saja telapak tangannya tergores oleh gergaji yang berkarat, jika saja Lily tidak berhati-hati.

Tring

Ia tak sengaja menyenggol sesuatu. Bunyinya terdengar nyaring tetapi berat. Lily berfikir, sepertinya yang ia senggol tadi berupa linggis?

Lily akhirnya berjongkok lalu mencari keberadaan benda tersebut. Tangannya meraba-raba ke sekitar lantai sampai pada akhirnya Lily menemukan apa yang ia inginkan.

"Dapat!" Serunya girang. Lily menggenggam erat linggis sepanjang lengannya. Agak berat, tapi dia harus kuat.

Lily mengembuskan napas lega. "Oke, gue harus bisa keluar dari sini! Awas aja Lo Sisil! Lo belum tau siapa gue yang sebenarnya!"

Lily pun berjalan perlahan-lahan menuju ke arah pintu. Berhubung ada beberapa noda karat di pintu tersebut, Lily rasa ini tidak terlalu sulit. Dia memanfaatkan cahaya Bulan yang menelusup masuk ke ventilasi mini. Kebetulan sekali, cahaya itu mengarah kepada Pintu dihadapannya.

Lily pun tersenyum, dia mulai mengambil ancang-ancang. Pertama, Lily menggunakan keahlian bela dirinya. Dia menendang pintu itu menggunakan kaki dengan teknik Taekwondo. Lalu menendangnya lagi dengan teknik Wushu. Pintu mulai koyak perlahan-lahan. Lalu Lily mencoba merusak tempat untuk mengunci pintunya. Dia berusaha merusaknya dengan tenaga penuh. Peluh mulai bercucuran di dahinya. Meski dingin, ternyata panas juga, mungkin karena efek banyak debu di ruangan ini?

Lily [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang