Bab #28

203 12 2
                                    

Dari kejauhan Anta melihat sekumpulan orang yang tengah menangis pilu. Ia berjalan dengan alis yang tertaut sambil menatap sebuah bingkisan yang berisikan bingkai foto seperti yang Shela inginkan.

Anta melihat Lily dan yang lain menangis tersedu-sedu. Bahkan kalau dilihat Lily dan Bi Eli lah yang paling histeris.

Anta tertawa hambar sambil berjalan mendekati mereka semua.

"Ini ada apa sih? Kenapa kalian pada nangis?" Eka dan Bagas menunduk seraya memegang pangkal hidungnya. Sedangkan Lily berlari memeluk Anta se erat mungkin.

Di pelukannya Lily menangis histeris. Anta pun bertanya namun Lily tak sanggup menjawabnya. Sampai pada akhirnya pintu ruang ICU terbuka. Disitu mereka membawa ranjang Shela ke luar hendak membawanya menuju suatu tempat. Anta langsung melepas pelukannya dan berlari ke ranjang Shela.

"Dok, Bu-bunda saya kenapa ditutup begini? Se-sebenarnya Bunda saya kenapa, Dok?" Tanya Anta yang menahan tangisnya. Bagas dan Eka pun menepuk bahu Anta.

"Lo yang tabah ya, Ta," ujar Eka.

"Ta, gua tau Lo kuat. Lo harus ikhlas ya?" Sambung Bagas.

"Maksud Lo semua apa sih? Dok, maksud mereka apa?" Tanya Anta yang mulai menangis.

Dokter itu memerintahkan para perawat untuk membawa Shela ke kamar jenazah. Begitu ia menjelaskan apa yang sudah terjadi kepada Shela, tubuh Anta langsung lemas. Hampir saja ia menjatuhkan bingkai foto permintaan Shela.

"BOHONG! DOKTER PASTI BOHONG SAMA SAYA! LO SEMUA PASTI UDAH BOHONGIN GUE KAN?!" Bentak Anta tak terima dengan kenyataan.

Anta menaruh bingkai itu di lantai kemudian langsung menarik kerah sang Dokter. Mereka semua terkejut. Lily tak kuasa melihat ini semua, ia pun bersandar di dinding dengan mata terpejam dan air mata yang mengalir. Sementara di sisi dinding ini, terdapat Saila yang menahan segalanya. Dia masih belum bisa bertemu dengan Anta, makannya dia memilih bersembunyi.

"JAWAB SAYA DOK! APA DOKTER TULI?!"

"Ta! Tenang, Ta! Ini rumah sakit, bukan lapangan!" Lerai Bagas mencoba memisahkan Anta.

"Iya, Ta, Lo harus tenang. Ini semua udah takdir dari Tuhan, kita semua juga gak terima dengan kenyataan ini, Ta." Akhirnya Anta melepaskannya. Dokter itu bisa bernafas dengan lega.

"Saya minta maaf. Beliau sudah meninggal pada jam 7 pagi. Ketika Saya ingin memeriksa kondisi beliau, tiba-tiba tubuhnya sudah pucat semua dan suhu tubuhnya pun dingin. Sekali lagi saya minta maaf tidak bisa menolong nyawa Beliau." Jelas Dokter itu merasa bersalah kepada Anta. Ia pun menyentuh bahu Kanan Anta.

"Dengar, Nak. Ini semua sudah takdir-Nya. Sejak kemarin, tanda-tanda nya pun sudah muncul, tapi-"

"Kenapa Dokter gak bilang sama saya? KENAPA?!" Bentak Anta. Lily akhirnya menghampiri Anta lalu memeluknya dari belakang.

"Tolong jangan kayak gini Anta," ucap Lily mencoba menenangkan. Tapi Anta masih marah dengan ini semua, tangannya mengepal dan wajahnya memerah karena emosi.

Dokter itu menghela nafasnya.

"Saya pikir beliau akan sembuh, tapi kenyataannya tidak begitu. Oh iya, ini saya temukan secarik kertas di atas nakas. Kalau begitu saya permisi." Anta menerimanya dengan tangan gemetar. Mereka semua memeluk Anta dimana momen itu disaksikan oleh Saila.

Mata Anta tak sengaja melihat seorang perempuan yang mengintip dibalik dinding itu. Tapi dengan cepat perempuan itu berhasil kabur.

Kenapa muka dia gak asing di mata gue? Batinnya bertanya.

Lily [COMPLETED]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu