Bab #24

172 11 0
                                    

Happy Reading

***

Kini mereka tengah menikmati hidangan kantin. Suasana kantin cukup ramai ditambah Bagas, Eka dan Alan yang bertingkah konyol. Sisil dan teman-temannya tertawa menyaksikan tingkah konyol mereka dan rasanya mereka begitu akrab dengan Nara dan Lily. Padahal kan mereka baru mengenalnya.

Seketika Sisil jadi teringat momen-momen dimana dia menjadi murid baru di SMA Favorit ini. Sisil akhirnya menghela nafas panjang.

"Waktunya cepet banget ya, Kak. Baru aja kemaren Sisil jadi murid baru, eh Minggu besok udah UTS aja," semua yang ada dimeja tersebut pun setuju dengan perkataan Sisil. Nara sampai manggut-manggut saking setujunya.

"Bener! Bener banget! Tau-tau udah mau semester dua aja, terus ujian kenaikan kelas, jadi anak kelas dua belas, terus lulus sekolah, abis itu kuliah, abis kuliah nikah, jadi tua, punya cucu, terus kita mati." Sontak mereka pun tersedak dan saling meneguk minumannya masing-masing. Lily memukul bahu Nara membuat sang empunya merintih sakit.

"Omongan Lo gak salah sih, tapi kaya terakhir gak enak di denger," sahut Lily sambil terbatuk. Ica dan Deka mengangguk setuju.

"Iya nih Kak, aku jadi ngeri denger nya," tambah Ica. Nara pun terkekeh melihat reaksi teman-temannya.

"Inget kata Pak Ustadz, kalo pada akhirnya kita semua itu bakalan mati. Kematian bisa terjadi kapan aja dan kita gak bisa ngehindar dari ajal." Nasihat Nara membuat mereka tersenyum dan menjadi sadar. Memang benar, kita diciptakan oleh-Nya dan kita pun akan kembali kepada-Nya. Manusia itu tidak luput dari ajalnya.

"Btw, Lo semua udah pada belajar buat ujian nanti?" Tanya Lily dengan tawa yang menyisa. Hening seketika. Ntah kebetulan atau janjian mereka menggeleng dengan kompak. Lily pun langsung tertawa terbahak-bahak.

"Hahaha... Sama gue juga belum. List drama gue numpuk-puk anjir," ujar Lily pada teman-temannya. Mereka pun akhirnya melanjutkan makannya dengan tenang. Tapi mata Nara memperhatikan tingkah laku Sisil yang berbeda dari teman-temannya. Nara harus waspada, tapi agar Sisil tidak curiga Nara harus berpura-pura.  

Disisi lain perasaan Anta berkecamuk. Anta pikir kepala sekolah memanggilnya kemari karena ingin membahas kompetisi Basket nanti, ternyata dugaannya salah besar. Ini mengenai Bundanya.

"Saya akan buatkan surat izin untuk kamu. Kamu bisa pulang sekarang, karena Bapak khawatir terjadi sesuatu sama Ibu kamu." Anta menunduk. Dia mengepalkan tangannya. Hati Anta hancur begitu mendengar kondisi Shela saat ini. Ia berusaha untuk menahan air matanya agar tidak tumpah.

Kepala Anta pun mendongak.

"Baik, Pak. Terimakasih sudah memberi tau kabar Ibu saya."

"Sama-sama." Balas Pria itu dengan senyuman. Ketika Anta hendak membuka pintu, Kepala Sekolah itu memangilnya, "Ada apa ya, Pak?" Tanya Anta dengan sopan.

"Kompetisi Basket ini akan tetap dilaksanakan. Tapi kalo kamu gak sanggup karena kondisi Ibu kamu, itu hak kamu untuk ikut tidaknya." Anta menggeleng dengan penuh keyakinan.

"Nggak, Pak. Saya ini kaptennya dan saya wajib ikut kompetisi ini." Kepala Sekolah tersenyum mendengar penuturan Anta. Ia pun berjalan menghampiri Anta lalu memeluknya menyalurkan semangat.

"Bagus Nak! Bapak bangga sama Kamu! Saya bangga sekali punya kapten seperti kamu. Teruslah berusaha nak jika kamu ingin mencapai hasil yang maksimal." Nasihat dari Bapak Kepala Sekolah langsung Anta tanam didalam hati dan otaknya. Anta harus bisa menjadi juara Nasional. Semua orang mempercayai Tim Basket SMA Tenggara dan otomatis mereka pun percaya sepenuhnya kepada Anta.

Lily [COMPLETED]Where stories live. Discover now