11. Meminta Persetujuan

39.9K 6K 99
                                    

"Aku sudah memutuskan untuk menerima lamaran Tuan Duke, Ayah."

Tiga orang yang duduk di depan Chryssa dan Athanasios langsung membatu saat Chryssa mengutarakan keputusannya. Mereka tampak syok, dengan mata yang melotot memandang Chryssa.

Duchess tampak tidak percaya. Dia terlihat sedikit linglung. "Apa sekarang Ibu sedang berhalusinasi?"

Chryssa melihat Ibunya. Dia tersenyum manis, "tidak, Ibu. Ibu sedang tidak berhalusinasi. Keinginan terbesar Ibu sekarang akhirnya akan tercapai."

"Tidak, tunggu." Archas berdiri. Ekspresi wajahnya tampak mengeras. Dia menatap Chryssa tajam. "Aku ingin bicara denganmu, Chryssa. Ikut aku."

Chryssa berkedip. Dia melihat ayah dan ibunya bergantian. Duke mengangguk mengijinkan.

"Bagaimana pun, Archas adalah kakak tertuamu. Pergilah. Ayah dan Ibu juga ingin bicara dengan Duke Phaelathon." Duke melihat Athanasios. "Anda tidak keberatan, kan, Duke Phaelathon?"

Athanasios tersenyum manis. "Tentu saja."

"Aku akan segera kembali." Chryssa berdiri. Dia segera keluar ruangan mengikuti Archas yang sudah keluar lebih dulu.

Mereka pergi cukup jauh dari ruangan itu. Archas tiba-tiba berhenti berjalan, membuat Chryssa jadi ikut berhenti juga. Mereka kini sedang berada di lorong kediaman yang tampak sepi.

Archas balik badan. Dia menatap serius adiknya. "Apa-apaan ini, Chryssa? Kenapa tiba-tiba Duke Phaelathon datang melamarmu? Dan kenapa kau malah menerimanya?"

Archas langsung pada intinya, tidak basa-basi.

"Kakak, sebenarnya..." Chryssa memutar otak. Dia mencari jawaban yang paling tepat untuk memuaskan kakaknya. "Sebenarnya... kami saling mencintai."

"Jangan bohong. Kalian bahkan jarang bertemu, bagaimana mungkin bisa saling mencintai?"

Ya, tentu saja. Mereka memang tidak mungkin memutuskan bertunangan karena alasan 'saling mencintai'. Pertunangan mereka sekarang hanya sebuah bentuk kesepakatan, tidak ada campur tangan hal bernama cinta. Tapi tidak mungkin Chryssa mengatakan yang sebenarnya pada Archas.

"Apa mungkin Duke Phaelathon mengancammu?" Archas memberi tatapan menyelidik.

"Hah?" Chryssa tidak paham untuk sesaat. "Mengancam? Aku diancam?"

"Ya. Apa dia mengancammu? Kalau benar begitu, biar aku yang menghajarnya sekarang."

"Eh, tunggu dulu!" Chryssa buru-buru menahan Archas yang hampir melangkahkan kakinya kembali ke ruangan itu. Archas terlihat menahan amarahnya, sepertinya akan benar-benar menghajar Athanasios jika Chryssa tidak segera menghentikannya. "Kakak, aku sama sekali tidak diancam. Apa menurutmu aku tipe wanita yang mudah diancam?"

"Jika tidak diancam, kenapa kau setuju untuk bertunangan dengan pria itu?"

"Hng... apa kakak masih ingat perkataanku dulu? Tentang masalah pilihan."

"Jadi dia pilihanmu?" Archas mengerutkan kening. "Pria seperti Athanasios Phaelathon?"

"Hm-hm~ Bukankah Tuan Duke itu tampan?"

"Aku lebih tampan darinya." Archas berdecih. Dia terlihat kesal.

Chryssa tertawa pelan. Dia mempersempit jaraknya dengan Archas lalu memegang tangan kakak tertuanya itu. Chryssa mendongak, menatap Archas memelas. "Kakak, tolong setujui keputusanku. Aku hanya ingin bertunangan dan menikah dengannya. Sejak awal... pilihanku sudah jatuh padanya."

Archas melirik Chryssa. Ekspresi Chryssa sekarang benar-benar menyentil hati kecilnya. Dia jadi tidak tega menolak jika Chryssa seperti itu. Tapi, Athanasios itu... dia tidak terlihat seperti pria yang tepat untuk adik perempuan kesayangannya.

Lady Antagonist [✔]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora