DUA PULUH SEMBILAN

411K 49K 18.3K
                                    

Yang Baca Cerita Ini Wajib Follow Instagram :

@areksa.drgntr
@queenilona_ladeika
@gang_diamnd
@wp.martabakkolor
@iiiitaaaa_12

Aku tambahin targetnya biar agak lamaan, soalnya aku lagi PTS.

1000 vote + 2000 komen untuk next!

****

"Lo yakin cara ini bakalan berhasil?"

Pertanyaan itu terlontar dari mulut Canva yang ditujukan kepada Samuel yang tengah mengarahkan seorang teknisi cctv yang tengah memasang beberapa alat pemantau itu di beberapa bagian markas.

"Coba dulu. Yang penting udah usaha," balas Samuel.

Canva mengangguk mengerti. Ia berjalan menghampiri Marvel yang duduk di atas sofa dengan sebuah laptop di pangkuannya. Cowok itu terlihat begitu serius. Kedua alisnya saling menaut.

"Gimana, Vel?" tanya Canva setelah duduk di samping cowok itu.

Marvel menggusah napas berat. "Nomornya nggak bisa dilacak."

Canva berdecak kesal setelah mendengar itu. "Coba lagi siapa tau bisa."

"Nggak bisa. Gue udah berulang kali nyoba." Marvel menyugar rambutnya ke belakang. "Gue udah bilang, mereka bukan orang biasa."

"Iya juga. Nggak mungkin kalau mereka orang biasa," balas Canva. Ia menatap lurus ke depan dengan otak yang ia paksa untuk berpikir.

Marvel memandang Samuel yang masih sibuk mengarahkan seorang teknisi itu. "Gue yakin cara lo nggak berhasil, El."

Samuel langsung menoleh ke arah Marvel. Keningnya sedikit bergelombang dengan tatapan mata bingung. Tidak mengerti dengan apa yang Marvel katakan.

"Lo pikir, mereka sebodoh itu sampai nggak tau kalau kita masang CCTV?" tukas Marvel membuat Samuel diam.

****

Ilona meremas ujung bajunya karena merasakan suasana canggung yang luar biasa. Di hadapannya kini ada kedua orang tuanya juga ada Alana. Ilona tidak tahu mengapa mereka menyuruhnya untuk sarapan bersama pagi ini. Padahal biasanya kedua orang tuanya itu tidak peduli.

"Nanti malam kamu harus ikut," ujar Rean memecah keheningan yang ada.

"Ikut ke mana?" tanya Ilona dengan kernyitan di dahinya.

"Hotel. Kamu lupa kalau hari ini ulang tahunnya Alana?" balas Gina.

Ilona menatap ke arah Alana yang menundukkan kepala. Ia lupa kalau hari ini adalah ulang tahun saudara tirinya itu. Tapi Ilona juga tidak peduli. "Perlu banget Ilona ikut?" tanyanya.

Rean mengedikkan bahunya. "Terserah kamu mau ikut apa enggak. Yang penting kami udah ngundang kamu, ya."

Gina mengangguk setuju. "Nanti kalau mama sama papa nggak ngajak kamu, pasti kamu ngadu ke orang tuanya Areksa. Bisa-bisa kami yang malu."

Ilona mengulas senyuman getir. Ternyata hanya karena itu, ya? Ia pikir orang tuanya memang tulus untuk mengajaknya. Ilona merasa kalau dirinya hanyalah sebagai orang lain di mata keluarganya sendiri.

"Kamu nggak ngucapin selamat ke Alana?" tanya Gina.

Ilona memutar bola matanya malas. Gadis itu berdecak malas. "Selamat ulang tahun, ya, Alana. Selamat juga udah rebut semuanya dari gue," ujarnya dengan nada menyebalkan.

"ILONA!" bentak Rean dengan kedua mata melotot penuh kemarahan.

Ilona tertawa kecil dibuatnya. "Ilona nggak salah, kan? Emang itu kok kenyataannya," balasnya lalu pergi dari sana.

AREKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang