TIGA PULUH ENAM

374K 50.3K 18.1K
                                    

Yang Baca Cerita Ini Wajib Follow Instagram :

@areksa.drgntr
@queenilona_ladeika
@gang_diamnd
@wp.martabakkolor
@iiiitaaaa_12

4000 vote + 5000 komen untuk next!

Mau dong ramein komen tiap paragraf 😍

*****

"Yang jagain Ilona siapa, Sa?" Canva bertanya kepada Areksa yang baru saja sampai di markas Diamond. Cowok itu masih belum masuk sekolah lantaran harus menjaga Ilona. Kalau bukan dia, siapa lagi yang akan menjaga gadis itu? Lagipula Ilona juga tidak mau ditinggal Areksa ketika sedang sakit seperti itu.

"Gue minta tolong suster. Dia lagi tidur, jadi gue bisa ke sini," balas Areksa seraya melepas helm di kepalanya. Cowok itu turun dari atas motor kemudian menghampiri sahabat-sahabatnya satu persatu untuk melakukan tos ria.

"Nggak ada yang aneh lagi di sini?" tanya Areksa pada Samuel yang tengah merokok. Cowok yang tengah memakai headband di kepalanya itu mengangguk dengan wajah tenang.

"Nggak ada," balas Samuel singkat.

Areksa bernapas lega setelah mendengar itu. "Tugasnya udah lo lakuin, Vel?"

Marvel menatap Areksa seraya menganggukkan kepala. "Percuma. Mereka pakai sarung tangan anti sidik jari. Gue udah bilang, mereka pinter semua dan nggak mau kecolongan."

Areksa berdecak sebal. Ia memang sempat meminta cowok itu untuk mencari sidik jari orang yang berbuat onar di markas mereka. Areksa duduk di samping Samuel.

"Kemarin lo ke sini, Zan?" tanya Samuel pada Farzan yang berbaring di atas sofa. Cowok itu memiringkan kepalanya untuk menatap sang ketua.

"Enggak," balas Farzan, "yang punya kunci kan cuma lo, Bos," lanjutnya.

Samuel terdiam. Benar juga apa yang dikatakan Farzan. Ia mengambil kain identitas milik Farzan yang kemarin ia temukan di dalam markas. "Punya lo, kan? Kemarin gue nemu di dalam. Kalau lo nggak ke sini, kenapa kain lo bisa ada di dalem?"

Farzan mengerutkan keningnya. Ia langsung merubah posisinya menjadi duduk kembali. Dengan cepat ia mengambil kain yang terdapat jahitan namanya di atas. "Kok bisa?" tanyanya tak mengerti.

"Kemarin gue lihat lo pakai itu di rumah sakit," lanjut Samuel.

Farzan mengangguk. "Bener kok gue pakai ini waktu di rumah sakit. Terus kemarin gue juga pakai ini di sekolah. Kok bisa ada di sini?"

Kedua mata Marvin memicing. "Yakin?"

"Yakinlah! Gue nggak pikun!" balas Farzan tegas.

Canva tertawa melihat raut wajah Farzan yang tegang. "Biasa aja kali, Zan. Emang kenapa, sih, El?"

Samuel membuang putung rokoknya setelah mematikan apinya. "Kemarin gue pasang alat penyadap tapi sialnya ketahuan. Setelah gue sama Reksa cek ke sini ternyata nggak ada apa-apa dan gue malah nemu kain punyanya Farzan."

Marvel mengerutkan keningnya mendengar penuturan Samuel. "Lo ngerencanain itu tanpa kita?"

Areksa mengulas senyuman tipis. "Dadakan. Nggak guna juga, mereka pinter."

Samuel mengangguk setuju. "Niatnya gue mau cari titik terang lewat cara itu. Setelah mereka tau kalau gue masang itu kemarin, kemungkinan besar mereka nggak akan ke sini lagi."

Marvin mengangguk-anggukkan kepalanya paham. "Lo takut kalau di antara kita ada yang berkhianat, ya, El? Sampai kalian bahas hal penting kayak gitu tanpa kita-kita."

AREKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang