#16 Playlist: Tell Me Why

1.3K 189 25
                                    

Beberapa bulan yang lalu, Saski pernah ditolak oleh Gaga, ketika ia mencoba mengutarakan perasaannya kepada lelaki itu. Kabar itu tidak hanya diketahui oleh divisinya saja—tapi hampir seluruh isi kantor mengetahui kabar itu.

"Maaf, Sas, gue anggap lo temen kantor doang, enggak lebih dari itu." Balasan yang Gaga berikan kala itu seolah menjadi ciri khas seorang Gaga. Bukan hanya satu atau dua orang saja, tetapi mereka yang melihat Gaga, pasti tahu bahwa lelaki itu tidak sadar jika kebaikannya membawa sakit hati untuk perempuan-perempuan yang menyukainya.

Sekarang, Shelma seolah sedang berada di dalam situasi pelik yang barangkali membuat Shelma dapat merasakan apa yang Saski rasakan hari itu.

"Ayo dimakan, Kak Shelma."

Shelma tersadar dari lamunannya ketika seorang perempuan bersurai panjang memberikannya satu piring berisikan Macaroni Schotel—yang katanya ia buat sendiri bersama adiknya, Raya. Iya, perempuan itu adalah Calista, adik sepupunya Gaga yang pernah Shelma jumpai beberapa waktu lalu di Mal. Calista pulalah yang menjadi alasan mengapa Shelma sekarang sedang terjebak di rumah gadis itu bersama keluarganya.

Shelma menoleh ke arah Gaga yang sedang berbicara dengan kakak laki-lakinya Calista, Arsen. Gaga bahkan tidak merasa apa yang ia lakukan sekarang ini adalah sebuah kesalahan. Shelma menghela napasnya, mengingat konversasinya di lobby bersama Gaga sebelum akhirnya ia diajak ke rumah ini oleh lelaki itu.

"Bisa tunggu sebentar enggak, Kak?"

Gaga membalikkan tubuhnya, menatap Shelma dengan bingung, seolah ia tidak melakukan kesalahan apapun.

"Pertama, gue enggak bilang tuh setuju untuk pulang bareng lo? Dan kedua, ke acara ulang tahun adik lo? Maksudnya apa sih?"

Gaga mengerjap, cukup kaget dengan Shelma yang refleks memperlihatkan sifat aslinya. Tak lama, ia tertawa pelan. "Oh, jadi gini ya, ternyata Shelma Laila Iswari? Anaknya suka ngomel-ngomel."

Shelma yang tadinya bertegak pinggang, dengan segera mengubah posisinya. Ia kemudian berdeham dan menatap Gaga lagi. "Jadi?"

"Cal kemarin ulang tahun. Terus, waktu gue ngasih kado, gue bilang itu belinya bareng lo waktu kita enggak sengaja ketemu sama dia hari itu. Terus, dia minta gue ngajakin lo hari ini buat makan-makan di rumahnya—"

"Bentar,"

"Ya?"

"Jadi, maksudnya, tadi siang lo bilang.. gue harus pulang sama lo karena ada maksudnya—dan maksudnya ini?"

Gaga terdiam sejenak, ia tampak berpikir lalu mengangguk pelan. Mata Shelma membulat sempurna. Gaga itu, sebenarnya kelewat tidak peka atau gimana sih?!

"Gue salah ya, Shel? Maaf kalau gue salah..."

"IYA! Lo salah banget!" seru Shelma, sudah tidak kuasa menahan kefrustasiannya. "Lo ngerti enggak sih semua ucapan manis lo itu bikin gue salah paham?! Atau cewek-cewek lain salah paham?! Lo ngerti enggak sih, Kak?!"

Gaga tertegun. Ia hanya menatap Shelma dari tempatnya. Selama mengenal Shelma, Gaga tidak pernah melihat perempuan itu berbicara apa adanya di depan dia. Gaga tahu bagaimana Shelma selalu merasa sungkan setiap mereka tidak sengaja bertemu di lobby atau di dalam lift. Sebab, semua rekan kerja di kantornya memang selalu merasa canggung jika berhadapan dengan divisi HR.

Akan tetapi, setelah mengenal Shelma sedikit demi sedikit, setelah memperhatikan bagaimana Shelma selalu bisa menjadi orang yang apa adanya di depan Ansel dan Raras, Gaga ingin mengenal Shelma lebih dekat. Gaga ingin menjadi temannya. Gaga ingin Shelma juga bersikap apa adanya di depan dia.

Playlist : He's Just Not Into YouWhere stories live. Discover now