#25 Playlist: By Your Side

1.2K 181 34
                                    

Shelma tidak ingat kapan terakhir kali ia datang berkunjung ke tempat peristirahatan terakhir Fidel. Entah itu beberapa bulan yang lalu atau satu tahun yang lalu, Shelma sama sekali tidak dapat mengingatnya. Shelma terlalu takut hanya dengan memikirkan berkunjung ke makamnya Fidel. Dulu, Shelma selalu berakhir meninggalkan tempat itu bahkan ketika dirinya belum tiba di makam Fidel.

Pagi ini, dengan ketakutan yang luar biasa, Shelma mencoba memberanikan diri. Lagi.

"Kamu boleh lama-lama di sana kok, Shel. Aku sama Kinan bakalan nunggu di sini, ya?" Savira mengusap rambut panjang Shelma dengan penuh kasih sayang. Ia terlalu senang karena akhirnya, adiknya itu mengusulkan lebih dulu untuk datang melihat Fidel.

"Take your time, Shel. Jangan pikirin aku sama Vira. Kita tungguin di sini, kok." Kinan juga ikut menimpali, berusaha untuk meyakinkan Shelma.

Shelma menatap Savira dan Kinan bergantian lalu menganggukkan kepalanya pelan. Jujur saja, Shelma tidak yakin kakinya benar-benar berani untuk datang ke sana. Setelah mengatur napas dan meyakinkan diri sendiri, Shelma berjalan menelusuri gundukan-gundukan di tanah. Matanya menyisir dan mencari tempat terakhir Fidel untuk beristirahat.

Semakin dekat, maka semakin kencang pula detak jantungnya. Ia bahkan sempat kesulitan bernapas saking gugupnya. Namun, Shelma ingin menjadi orang yang kuat. Ia akan mencoba untuk lebih berani lagi dan memaafkan dirinya. Shelma harap, kali ini ia bisa melakukan seperti yang ia inginkan.

Tepat sebelum Shelma tiba di papan nisan bertuliskan nama Fidel, seorang wanita berhijab berwarna hitam duduk di tepinya, mengusap-ngusap batu nisan itu. Shelma enggan kembali melangkah dan lebih memilih untuk memperhatikan wanita itu dari tempatnya berdiri.

Itu Tante Nora... Yang selama ini ia cari.

"Fidel..." Suara Tante Nora terdengar lirih dan membuat hati Shelma teriris.

Tante Nora hanya terdiam di sana sambil terus mengusap batu nisan Fidel dan Shelma pun tidak bergerak dari posisinya. Separuh hatinya ingin menyapa wanita itu. Namun separuhnya lagi menolak. Ketakutan kembali menggerogoti dirinya. Keberanian yang ia bangun sejak tadi pagi pun seketika sirna begitu saja.

Suara isak tangis yang kecil dan semakin lama membesar dari arah Tante Nora itu lagi-lagi membuat Shelma sakit.

"Mama enggak bisa, Del." ujar Tante Nora dengan suara yang bergetar. "Mama kayak enggak hidup, Del. Mama enggak bisa sendirian..."

Shelma mengepalkan kedua tangannya erat. Tubuhnya bergetar hebat.

"Kenapa harus kamu yang pergi, Del? Kenapa ninggalin Mama sendirian, Del?"

Pertahanan yang Shelma bangun susah payah tadi pagi runtuh sudah. Ia melangkahkan kakinya mundur hingga terjatuh karena tersandung akar pohon. Tante Nora kemudian menoleh, memperhatikan Shelma yang terjatuh.

"Shelma?" ujarnya pelan. "Shelma, kan?"

Tante Nora bangkit berdiri, bermaksud untuk mendekati Shelma. Namun, dengan segala ketakutan yang menguasai diri Shelma, ia menggeleng berkali-kali, bangkit berdiri dan lari begitu saja sambil menangis histeris. Shelma sempat mendengar teriakan Tante Nora, tapi tidak ia hiraukan.

Sungguh tidak adil bagi Tante Nora. Ketika ia hidup dalam kesepian yang mendalam tanpa suami dan anak-anaknya, Shelma hidup dengan bahagia—seolah ia melupakan apa yang menyebabkan Fidel kehilangan nyawanya. Bagaimana bisa Shelma melakukan itu?

"Shelma! Kenapa?!" seru Savira saat melihat Shelma berlari keluar dari area pemakaman sambil menangis.

Shelma menggeleng, ia terisak dan tidak mampu berbicara dengan lurus. "A—aku... Aku mau pulang... Aku enggak bisa..."

Playlist : He's Just Not Into YouWhere stories live. Discover now