(2)

1.7K 132 13
                                    

Sudah satu minggu ini anak yang bernama Arsen Sky Vergara itu menginjak jenjang SMA. Dengan dirinya yang sedikit berbeda itu, Sky tidak masalah jika harus bertemu dengan cacian dan makian akan dirinya yang tunanetra. Tingginya yang mencapai 178 cm itu menjadi daya tarik tersendiri baginya. Bukan dia yang terlalu tinggi untuk ukuran anak yang baru masuk SMA, tapi karena seharusnya dia sudah selesai dalam sekolah menengah atas, jika dilihat dari usianya.

Mengingat sembilan tahun lalu kejadian yang mengambil fungsi matanya. Bisa dijelaskan kalau study-nya waktu itu sempat terganggu dan mengharuskannya melanjutkan belajar di Sekolah Luar Biasa. Keluarganya saat itu juga terpecah dan menyisakan kenangan pahit pada dirinya. Sky beruntung tidak bisa melihat pertengkaran orang tuanya waktu itu. Karena matanya tertutup dan hanya bisa mendengarkannya saja tentang pertengkaran orang tuanya yang dia sendiri tidak mengerti alasannya. Hingga saat ini, keluarganya harus terbagi dua dan mengharuskannya tinggal dengan Sang Papa dan adiknya yang ikut Sang Mama.

Sekarang, inilah jati dirinya, harus terlambat menjadi siswa SMA dan baru bisa merasakannya sekarang ini. Sky juga harus menjadi adik kelas dari mereka yang lebih muda darinya. Tidak masalah dengan itu semua karena sejauh ini tak ada yang mencaci akan kondisinya karena di SMA ini tidak hanya dia seorang yang tunanetra. Kelas istimewa yang dibuka di tahun ini adalah pilihannya untuk masuk ke SMA yang sama dengan orang-orang biasa. Tidak seperti dulu, dia harus bersekolah di tempat yang sama dengan mereka yang juga disabilitas sepertinya.

Ke kantin pun, ada saja teman seangkatannya yang tidak tunanetra mau mengantarkannya. Rasanya sangat menyenangkan baginya karena dunia sekitar yang peduli padanya. Namun, masalah juga bertepatan dengan hari yang sama, ketika dirinya hanya seorang diri, sekawanan anak-anak nakal itu malah menghampirinya. Cacian pertama dia terima dari mulut mereka yang seenaknya mengejeknya buta. Ditambah lagi dengan anak yang bernama Sean itu membawa white cane-nya dan meninggalkannya di sana tanpa rasa ibah. Meski Sky tidak bisa melihat mereka, tapi Sky bisa mengingat suara mereka. Ke depannya, Sky akan berhati-hati lagi dengan tiga suara yang baru saja mengusiknya.

"Lo enggak apa-apa?" Suara seseorang yang bergender laki-laki itu mampu Sky tangkap dengan indera pendengarannya. Masih banyak di sekelilingnya yang mencoba menolongnya, tapi hanya suara itu yang bisa di-filter-nya untuk dia ingat siapa pemiliknya jika nanti bertemu lagi.

"Ah! Ada yang bisa tolong bantu gue bayar makanan gue tadi, sama ngantarin gue ke kelas?" mohon Sky kepada siapa saja yang mungkin akan membantunya.

Sky sebetulnya memang sudah menghapal jalan menuju kelasnya, meski hanya dengan satu kali dia datang ke sini. Tetapi, masalahnya, tanpa tongkat dia tidak bisa melakukan apa-apa. Tongkat yang berperan sebagai pemandu jalannya telah Sean rampas. Jangan sampai dia terjatuh saat ingin ke kelas tanpa bantuan orang lain nantinya.

Sebuah tangan seseorang terasa menariknya untuk menuntun Sky berjalan. Sky bisa mengenali kalau tangan itu adalah milik laki-laki. Sky kemudian mengikuti langkahnya menuju tuntunan jalan yang laki-laki itu arahkan. Untungnya tak ada yang pura-pura tuli untuk menawarkan bantuan kepadanya. Jadi, Sky tidak terlalu kesulitan untuk membayar jajanannya. Memang seharusnya dia tidak ke sini untuk jajan karena seperti sekarang ini, inilah yang terjadi, dia hanya menyusahkan orang lain saja. Untuk ke depannya, Sky berpikir tidak akan lagi mengunjungi kantin dan akan membawa bekal yang pasti akan ayahnya siapkan.

Sky tahu kalau orang yang membantunya adalah orang yang sama dengan suara yang tertangkap olehnya di antara kerumunan kantin tadi. Dia juga mengantar Sky ke kelasnya tanpa ada kesan pura-pura baik dalam bantuannya. Sky tidak tahu siapa orangnya dan juga tidak tahu siapa namanya. Yang Sky tahu hanya suaranya saja yang meminta permisi setelah mengantarnya dan pergi begitu saja setelahnya.

Untuk masalah white cane-nya Sky tidak terlalu memikirkannya karena fasilitas sekolah nantinya akan membantunya. Untuk kelas itu tentunya tersedia white cane cadangan buat mereka yang kehilangan atau mendapat masalah dengan tongkat mereka. Menajamkan indera pendengarannya, Sky bisa merasakan kalau semua teman sekelasnya berada di dalam kelas saat ini, itu menandakan mereka tak kemana-mana selama istirahat. Artinya, hanya Sky seorang yang keluar kelas tadinya. Seharusnya dia melakukan hal yang sama dengan apa yang mereka lakukan. Tetapi, karena keingintahuannya akan isi sekolahnya membuat Sky harus dipertemukan dengan masalah. White cane khusus dari ayahnya juga harus direlakannya karena Sean mungkin sudah membuangnya.

Ah, sial. Andai saja Sky tidak bertemu dengan Sean yang membuatnya berada di posisi sekarang ini. Pasalnya, dia selalu menjadikan tongkatnya sebagai pengganti ayahnya saat dia tidak ada. Ternyata, masuk ke sekolah yang sama dengan mereka yang punya indera lengkap tak sepenuhnya baik untuk dirinya. Mereka hanya memandangnya rendah dan tidak bisa menghargainya sebagai sesama manusia. Memang benar, cacian serupa dia terima diluaran sana, tapi tidak dengan perbuatan yang akan merugikannya seperti Sean yang mengambil tongkatnya. Di luar sana mereka hanya akan menjelek-jelekkannya, tapi tidak pernah menyentuh hak miliknya sedikit pun.

⚡⚡⚡

Di sisi lain, Sean yang pergi dengan kekasihnya menuju ke taman sekolah di mana tempat itu adalah favorit mereka. Selain bisa menumpahkan keluh kesah satu sama lain, di sana mereka juga bisa saling menatap bunga-bunga sebagai penenang hati mereka jika sedang ada masalah. Tidak banyak yang berkunjung ke sana, sebagian yang sering berkunjung ke sana juga sudah sangat mengenali Sean dan Kuntum. Karena mereka yang bermain di sana hanya orang itu-itu saja. Mereka juga sudah maklum dengan Sean dan Kuntum yang kadang bermesraan dan kadang pula bertengkar di sana.

"Eh? Itu white cane siapa?" tanya Kuntum saat baru menyadari Sean yang sedari tadi membawa white cane.

Sean menatap tongkat itu dengan spontan. "Entahlah," jawabnya karena tidak ingin membahas pemiliknya, "mau aku buang, juga!" tambahnya dengan mengangkat tongkat itu bersiap melemparnya.

"Ehh? Tunggu! Pasti tongkat adik kelas! Kakak simpan aja dulu, mana tau nanti orangnya nyariin, Kakak emang enggak kasian?!" halang Kuntum cepat sebelum tongkat itu terlepas dari tangan Sean.

Sean menggenggam kembali tongkat yang sudah hampir terlepas dari tangannya itu. Kuntum pasti berpikir Sean menemukan tongkat itu secara tidak sengaja. Kuntum juga pasti berpikir Sean akan mengasihani pemilik tongkat itu dan mungkin akan menemuinya untuk dikembalikan. Salah besar sebenarnya pemikiran positif dari Kuntum. Karena sejatinya tongkat itu sengaja Sean rampas memang untuk dibuang. Karena Kuntum sudah berpikir demikian, maka Sean akan menunjukkan hal demikian pula. Dia akan menyimpannya sementara waktu, tapi Sean pikir dia tidak akan pernah mengembalikan kepada pemiliknya.

Sean kemudian melipat tongkat yang sedari tadi memanjang itu untuk memudahkannya dalam menyimpannya. "Oke! Bakalan kakak simpan dulu, ntar kakak kembaliin kalau pemiliknya nyariin." sahut Sean dengan merangkul gadis miliknya itu sambil tersenyum.

"Kak, kalau misalkan kita putus gimana?" Pertanyaan Kuntum membuat senyuman Sean memudar.

"Bu--bukan gitu! Permisalan aja, aku enggak minta putus kok!" imbuh Kuntum cepat sebelum pertanyaannya itu disalahartikan oleh Sean.

"Enggak akan pernah terjadi! Kalau pun orang tua kamu enggak ngerestuin, kakak bakalan terus memperjuangin sampai mereka ngerestuin. Kalau pun nantinya hubungan kita renggang karena orang ketiga, kakak juga enggak bakal nyerah dan memperbaiki diri kakak lagi. Supaya kamu berpikir kalau cuma kakak yang bisa ngertiin kamu!" jawab Sean penuh keyakinan.

"Itu berarti Kakak enggak bakalan pernah mutusin aku dong?" tanya Kuntum lagi.

"Ya, enggaklah!"

"Gimana kalau misalkan aku yang mau kita putus?!" tanya Kuntum lagi.

Sean terdiam sejenak sebelum menjawab. Setelah yakin dengan jawabannya, Sean pun kembali berujar, "Kalau kamu yang bilang mau putus, mungkin kakak bakalan nyerah. Itu artinya kamu yang enggak mau lagi memperjuangin cinta kita. Jadi, kamu juga enggak boleh bilang putus! Oke?!" jawab Sean yang dibalas senyuman dan anggukan dari gadisnya itu.

Bersambung...

Sea (n) Sky [End✅]Where stories live. Discover now