(41)

676 79 32
                                    

Satu part menuju ending!

Sean, Arsen, dan Atika akhirnya sampai ke rumah sakit tempat Sean di bawa dan langsung mencari kamar tempat Sean berada. Semuanya tentu tidak bisa berpikir jernih, terutama Sky yang merasa hampir kehilangan langkah karena dua orang yang diikutinya pergi mencari kamar Sean dengan berlari. Untungnya Sky tidak putus asa karena kalau dia sampai kehilangan langkah, masalahnya akan bertambah dan Sky tidak mau lagi ada masalah gara-gara dirinya. Sean seperti ini saja sudah membuat Sky yakin itu gara-gara masalahnya dengan Zafran. Makanya Sky tidak akan menyerah untuk terus berlari menfokuskan pendengaran pada langkah Atika dan Arsen saja.

"Sean!" teriak Atika di saat kamar yang disebutkan milik Sean ditemuinya.

Di dalam sana memang ada Sean yang duduk termenung menatap vas bunga. Dengan perban melilit bagian kepala dan tangan kanan yang di gendongnya, serta tangan kiri yang terkulai lemas di sisi tubuhnya. Panggilan Atika mengalihkan perhatiannya pada vas bunga di atas nakas. Mata Atika yang memerah karena air mata menjadi pemandangan tidak mengenakkan untuk dilihatnya, juga wajah khawatir Arsen menjadi penurun semangatnya. Tidak hanya itu, napas lelah beserta getaran pada tubuh Sky pun membuatnya semakin hilang semangat yang memang sudah padam itu.

"Syukurlah, kamu masih hidup!" seru Atika dengan bisa bernapas lega. Dia menggenggam tangan kiri Sean yang membuat Sean meringis.

Seketika Atika melepaskannya dan sedikit memundurkan langkah, sepertinya tangan kiri itu terkilir dan tangan kanannya patah. Wajahnya memancarkan raut tanpa harapan, matanya pun tak dia beranikan menatap satu pun dari mereka yang mengkhawatirkannya. Mulutnya bahkan tidak berani berkata hanya sekedar untuk menyapa.

Hingga celah yang tercipta, Sky pergunakan untuk memeluk saudaranya. Sean pun merasakan bagaimana getaran yang dia lihat tadi mulai melemah. Tubuhnya terasa sakit, tapi dia tidak ingin meminta Sky agar melepaskannya karena Sean tahu Sky yang paling khawatir. Masih ada kata yang belum Sean ucapkan pada mereka dan tidak ingin dibukanya sebelum ucapan salah satu dari mereka duluan yang mengarah ke sana.

"Syukurlah! Gue takut banget saat mereka bilang lo enggak napas, gue pikir lo udah enggak ada!" isak Sky mencoba menghilangkan ketakutan yang masih tersisa.

Ini adalah kata yang mengharuskan Sean membuka kata-kata yang sempat dia simpan tadinya. Jika sudah seperti ini, maka Sean harus mengatakan yang sebenarnya dan jangan sampai terbatah dalam pengucapannya.

"Itu bukan gue!" terang Sean dan menggigit bibir bawahnya menahan sesuatu yang sangat mengganggu ucapannya.

"Baguslah!" sahut Sky sedikit lebih tenang.

"Bukan gue, tapi ... Iza--Izani!" Pada akhirnya, Sean tidak bisa mengutarakannya tanpa terbatah. Membicarakannya saja Sean hampir tidak berani, bisa dibilang Izani celaka gara-gara dia.

Perlahan Sky melepas pelukannya dan berusaha membenarkan pendengarannya. Apa tadi Sean berbicara sesungguhnya atau hanya halusinaninya saja? Itu yang ingin Sky katakan karena dia baru saja mendengar nama Izani disebutkan.

"Izani adiknya Sky?" panik Atika ingin memastikan kebenarannya. Karena hanya itu yang Atika tahu tentang gadis bernama Izani adalah anaknya Arsen juga.

"Sean, apa itu benar? Izani anak papa?" tanya Arsen juga dengan napas berantakkan.

Sean menggertakkan giginya kuat-kuat dan berujar, "Izani yang ngirim aku pesan tadi sore, dia minta aku buat ketemu sama dia ... aku ceroboh, orang itu ... dia ingin nabrak aku, tapi Izani menyelamatkan aku dan Izani ... dia ...." Sean kalah dengan isakan dan membuatnya tidak melanjutkan ucapan, tapi Sean yakin semua orang akan bisa menafsirkan maksud dari ucapan Sean selanjutnya.

Sea (n) Sky [End✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang