(3)

1.2K 116 10
                                    

Saatnya pulang ke rumah, di sana nantinya Sean pasti akan mendapat omelan dari ibunya yang dipanggilnya mama. Wanita bernama Atika itu selalu akan memarahinya dalam keadaan apa pun. Terkadang dia marah tanpa alasan kepada Sean, tapi itu menjadi alasan bagi Sean kenapa sikap Sean yang suka berbuat keonaran. Sikap nakal dan suka bolos sekolah itu bukan dia lakukan karena keinginannya, tapi karena ingin menutupi rasa kesepiannya. Dengan cara mengusik orang lain agar ada yang memperhatikannya.

"Udah pulang?" tanya Atika basa-basi saat Sean berjalan melewati kamarnya.

Atika yang hanya menatap Sean lewat cermin di depannya itu mampu menangkap langkah Sean terhenti di depan kamarnya. Terlihat tidak peduli, Atika terus melanjutkan aktivitasnya, yaitu bersolek. Mungkin sebagian orang menganggap Atika tidak peduli dengan Sean. Karena Atika hanya membiayai hidup Sean saja tanpa memberinya perhatian layaknya seorang ibu terhadap anaknya. Tetapi, sebagian orang lagi mungkin menganggap perlakuan Atika kepada Sean benar. Karena anak itu yang selalu mencari gara-gara dan menyusahkan saja. Sudah sepantasnya orang tua seperti Atika memperlakukannya demikian. Karena tingkah Sean memang hanya menyusahkan Atika saja.

"Mama mau ke mana?" tanya Sean ingin tahu dengan dandanan orang tuanya itu, yang seakan ingin menemui seseorang dan itu sepertinya di luar dari pekerjaannya.

"Mau ketemu calon suami mama!" jawabnya santai sambil memasang bulu mata palsu.

"Ma, Sean mau Mama tetap di rumah. Bahkan, sehari pun Mama enggak pernah luangin waktu buat merhatiin Sean, Sean bosan di rumah sendirian mulu, Ma!" larang Sean.

Bukan hanya sekedar omongan belaka, tapi memang itu yang dirasakannya. Tidak hanya bosan di rumah tanpa Atika, tapi dia juga ingin menghalangi Atika agar tidak bertemu dengan orang yang disebutkannya tadi. Sean sangat tidak siap jika Atika akan menikah lagi. Jelas-jelas selama ini dia kurang kasih sayang, jangan sampai kasih sayang dari Atika sepenuhnya hilang kepada Sean gara-gara laki-laki yang akan menjadi ayahnya nanti. Berbagi kasih dengan harta saja sudah membuat Sean kalah karena Atika lebih menyanyangi hartanya daripada Sean. Terlalu berlebihan memang, tapi begitulah yang Sean rasa selama ini.

"Enggak usah kayak anak kecil deh, Sean! Kalau bosan tinggal keluyuran aja, bukannya kamu juga jarang di rumah dan sukanya nongkrong sama teman-teman berandalan kamu itu?" jawab Atika sedikit ada benarnya. Karena rumah mereka sering ditinggalkan dan kadang hanya ditempati selama satu jam dalam sehari saja.

Sean mengatupkan bibirnya rapat-rapat dan mengepalkan tangannya kuat. "Ma, Sean jarang di rumah juga karena Mama enggak ada---"

"Stttthhh! Enggak usah curhat lagi, Mama mau berangkat!" potong Atika dan membalikkan badan dari depan cermin riasnya.

Atika kemudian pergi begitu saja dari kamarnya itu dengan Sean yang berusaha menahan amarahnya. Bagaimanapun juga, dia adalah orang tuanya dan tidak seharusnya Sean membantah ucapannya. Apalagi dengan melarang keinginannya untuk pergi menemui calon suaminya.

"Oh, ya!" Suara Atika kembali mengisi sunyi yang tercipta, "Besok mama mau nikah, di kamar kamu udah mama siapin pakaian buat besok. Kamu cobain dulu sana, mana tau enggak pas," sambung Atika dengan terus berjalan.

Tentu Sean kaget dengan apa yang baru saja Atika lontarkan. "Apa, Ma?" tanya Sean sambil mengejar langkah Atika dan menghentikan langkahnya, "Mama mau nikah lagi dan itu besok? Kenapa baru ngasih tau Sean sekarang, Ma?" tanya Sean tidak terima dengan keputusan Atika yang terlalu tiba-tiba baginya.

"Kalau mama ngomong dari dulu emang kamu bakalan setuju? Enggak 'kan? Dari dulu kamu enggak suka mama bahagia. Kalau dari dulu mama bilangin, kamu pasti nyari cara buat batalin pernikahan mama 'kan?" sahut Atika sedikit berteriak.

Atika benar, kalau dari dulu dia mengatakan kepada Sean bahwa dirinya akan menikah, pastinya Sean akan berulah untuk merusak rencananya. Sean memang egois karena tidak ingin Atika dimiliki orang lain selain dirinya. Bukan karena dia tidak ingin melihat Atika bahagia, tapi karena dia ingin Atika sedikit memperhatikannya sebagai anaknya. Untuk sekarang ini, Sean sepertinya sudah kalah karena dia tidak pernah sekali pun berpikir tentang Atika yang akan menikah segera. Sebab, yang Sean tahu Atika belum lama bertemu dengan orang yang Atika perkenalkan sebagai kekasihnya.

"Sean mau Mama bahagia, tapi apa Mama enggak mau Sean bahagia? Kalau Mama nikah lagi, terus Mama pasti akan lupa sama Sean. Mama pasti enggak peduli lagi sama Sean ke depannya." teriak Sean tak terima dengan tuduhan Atika terhadapnya.

Atika mengangkat tangannya ke udara dan menampar anak satu-satunya itu. "Kamu berani neriaki mama? Kamu pikir mama enggak sayang sama kamu, enggak peduli sama kamu? Kalau mama enggak sayang sama kamu, mama pasti udah buang kamu setelah papa kamu meninggal. Kalau mama enggak peduli sama kamu, mama pasti enggak bakalan rela ngeluarin uang agar kamu bisa naik kelas. Mama juga ngasih kamu motor, rekening, dan ponsel. Peduli seperti apa lagi yang kamu mau, hah?" bentak Atika memuncahkan kekesalannya karena Sean yang berpikir demikian tentangnya.

"Sean enggak butuh semua itu, Ma. Sean butuhnya Mama, bukan uang ataupun motor." jawab Sean tetap dengan berteriak.

Atika meremas roknya untuk menahan getarannya di sana. Ada rasa bersalah dalam dirinya kala tadinya dia menampar Sean karena amarah. "Ya, udah. Mulai besok enggak usah pakai barang-barang pemberian mama, kamu pikir nyari uang itu gampang? Kamu itu bisanya cuma ngabisin doang, makanya kamu bisa ngomong gitu." marah Atika lagi. Karena sudah terlajur memarahinya, jadi Atika bingung bagaimana cara menghentikan marahnya.

Sean sengaja mendiamkan dirinya, kalau dilanjutkan terus, maka tidak akan ada habisnya. Untuk mengembalikan barang-barang pemberian Atika, rasanya Sean tidak bisa karena dengan uang dan barang-barang yang diberikan oleh Atika, dia bisa mempunyai teman dan tidak terlalu merasa kesepian di luar sana. Sean juga tidak mau kehilang teman-temannya nanti karena yang paling Sean benci adalah kesepian. Sean benci kesunyian karena itulah dia selalu ingin mengajak siapa saja agar berbicara dengannya. Bahkan, dengan cara menyakiti orang itu sekali pun. Memang ada Kuntum sebagai kekasihnya yang mengeluarkannya dari situasi yang dibilang sepi, tapi Kuntum pastinya tidak akan selalu ada untuknya. Tidak hanya karena Kuntum yang jarang ada waktu untuknya karena dia tekun belajar, tapi juga dengan Kuntum yang tidak bisa ia temui di luar sekolah. Sebab, Kuntum tidak mempunyai izin dari orang tuanya untuk ke luar rumah selain untuk hal yang penting saja. Tak heran kenapa orang tuanya tidak mengizinkan Kuntum ke luar rumah. Pastinya masih banyak orang tua di luar sana yang mengkhawatirkan anak perempuannya, jika dibiarkan ke luar rumah hanya untuk bersenang-senang saja.

"Mama mau nikah dengan orang yang seperti apa?" Akhirnya Sean mengalihkan pembicaraannya agar Atika lupa dengan marahnya barusan.

"Soal itu, kamu enggak usah khawatir. Seperti awal kamu ketemu sama dia, dia orang yang baik," jawab Atika menurunkan nada bicaranya dan sedikit meyakinkan Sean kalau orang yang akan menikahinya nanti bukan orang sembarangan.

Sean mencoba percaya dengan apa yang Atika ucapkan, semoga ini menjadi pernikahan terakhir Atika setelah beberapa kali gagal. Papa Sean adalah suami pertamanya, tapi rumah tangga mereka kandas karena papanya Sean yang meninggal karena penyakit. Suami kedua dan ketiganya, mereka sama-sama meninggalkan Atika karena orang ketiga. Keduanya sama-sama menjalin hubungan suami istri dengan Atika hanya berjarak bulan saja. Itu juga menjadi alasan kenapa Sean tidak suka dengan Atika yang ingin menikah lagi, semoga ini yang terakhir untuknya.

"Kamu tadi bilang kalau kamu bosan karena mama jarang di rumah 'kan? Besok enggak akan lagi, Arsen itu punya anak yang lebih tua dari kamu satu tahun, kamu bisa punya teman nantinya. Mmm ... kalau enggak salah, dia sekolah di tempat kamu bersekolah juga, tapi dia itu tunanetra dan masih kelas sepuluh karena keterbatasannya. Namanya Sky, mungkin kalian udah pernah bertemu ... udah ya, mama harus segera pergi!" tutur Atika dan pergi segera karena waktunya sudah termakan lama oleh pembicaraannya dengan Sean.

Sean mematung di tempat, Sean yakin pendengarannya masih normal. Atika jelas tadi mengatakan kalau nama anak tunanetra yang disebutkan Atika tadi adalah Sky. Sean juga masih belum lupa dengan adik kelas tunanetra yang digangguinya tadi di sekolah yang juga bernama Sky. Kemungkinan kalau mereka adalah orang yang sama adalah 99 persen. Memang ada kemungkinan orang yang bernama Sky itu ada dua di kelas sepuluh, tapi kalau ada dua di kelas tunanetra, rasanya sedikit tidak mungkin. Itu artinya, dia bisa saja akan bersaudara dengan orang yang sempat diganggunya dan membuat Sean tidak menyukainya. Karena orang yang minta dikasihani itu membuat semua orang menganggap Sean bersalah.

Bersambung...

Sea (n) Sky [End✅]Onde histórias criam vida. Descubra agora