(39)

527 77 20
                                    

Selamat tahu baru!🎉

Begitu pulang, Sean tidak langsung ke kamarnya, melainkan ke kamar Sky. Harinya terasa lelah dan bahkan sama sekali tak berwarna. Matanya memerah karena debu yang masuk ke matanya, sebab dia bahkan tak sempat memakai helmnya saat berkendara. Alasannya karena dia masih saja khawatir akan Sky yang mungkin memburuk gara-gara Sean sendiri yang tadi pagi menamparnya. Bukannya menenangkan dengan pelan, Sean malah melakukan kekerasan yang jelas-jelas ingin sekali dihindarinya.

Di dalamnya tampak Sky tidur dengan selimut sampai ke dada, matanya terpejam dengan suara napas yang tenang. Sean mencoba untuk mendekatinya, hal pertama yang Sean lakukan adalah merabah dahinya sambil merasakan panasnya yang sedikit meredah. Syukurlah, setidaknya dia baik-baik saja dan tidak perlu terlalu khawatir.

"Udah pulang?" tanya Sky pelan masih dengan mata terpejam. Sky memang tidak yakin kalau itu adalah Sean, tapi selama dia di sini, rasanya sekarang adalah waktu yang tepat untuk pulang sekolah.

"Ya, maaf buat tadi pagi!" sahut Sean yang memang sudah yakin kalau Sky tidak tidur.

"Gue yang salah 'kan? Enggak usah minta maaf, gue juga enggak ingat apa yang gue bilang tadi pagi! Emang gue ngomong apaan?" tanya Sky mencoba memastikan.

Sean menunduk diam, kalau dia katakan, Sean takut Sky menjadi kepikiran. Pura-pura tidak tahu saja dulu, jangan sampai Sky terbebani oleh semua itu. Tunggu dulu sampai dia sembuh, semoga Sky bisa memahami kalau hal itu sepenuhnya bukan salah dia. Sejauh ini, Sky pasti berpikir apa yang Zafran bisikkan memang salahnya, makanya Sean diam saja dulu.

"Bukan apa-apa. Karena lo ngomong enggak jelas, makanya gue tampar. Sakit, sih sakit, tapi enggak usah ngigau enggak jelas juga kali!" sahut Sean dengan mengubah nada bicaranya seolah dia sedang jengkel.

Sky mengembuskan napas lelahnya, dia pikir dia memang mengatakannya kepada Sean apa yang Zafran bisikkan. Sedari tadi dia memang sedikit kepikiran tentang hal itu, Zafran sendiri melarangnya, oleh karenanya Sky tidak ingin Sean tahu tentang masalahnya. Sky tidak hanya mencemaskan dirinya saja, tapi juga Sean tentunya. Sky tidak tahu saja kalau sebenarnya Sean lebih tahu darinya.

"Eh? Sean udah pulang? Gimana sekolahnya?" Itu tanya Arsen yang datang ke kamar Sky dengan membawa semangkuk bubur.

Sean menoleh spontan dan senyum kilas sebagai jawaban. "Pa, ada yang mau aku tanyain sama Papa," ucap Sean menundukkan pandangan karena pertanyaannya mungkin akan sedikit menyinggung perasaan.

"Oh! Tanya aja, kamu mau nanya apa? Soal mama, ya?!" tebak Arsen dengan tersenyum.

"Bukan itu---" Sean menggantung ucapannya saat dia yakin kalau Sky pasti penasaran, "ngomong di luar aja ya, Pa!" sambung Sean dan mulai melangkah keluar kamar Sky.

Ini masih menyangkut masalah Zafran, jadi Sean tidak ingin Sky mendengarnya agar dia tidak merasa bersalah. Sky tampak keheranan dengan Sean yang seolah menutupi sesuatu darinya. Jangankan Sky, Arsen pun begitu, dia heran dengan Sean yang tiba-tiba ingin menanyai sesuatu. Kalau wajahnya begitu, sudah pasti ini bukan pertanyaan biasa.

"Ngg? Kamu makan sendiri bisa 'kan, Sky?" tanya Arsen kepada Sky terlebih dahulu yang dibalas anggukan lemah dari Sky.

Arsen pun bergegas keluar sana, mencari Sean yang tengah membutuhkan jawabannya. Entah apa itu, yang jelas Arsen sangat penasaran. Saat diperiksanya, Sean ternyata menunggunya tidak di lantai atas, tapi di lantai bawah, Sean tampak duduk di atas sofa dengan raut tak biasa. Ada kegelisahan terpancar di sana dan juga mata yang memendar ke mana-mana.

Arsen berdehem singkat untuk menyadarkan Sean kalau dia sudah di sana. "Mmm ... Pa, Papa hari ini enggak kerja?" tanya Sean memulai berbicara dengan lain tanya.

Sea (n) Sky [End✅]Where stories live. Discover now