(11)

713 95 24
                                    

Sean tidak habis pikir dengan jalan hidupnya yang terasa semakin keluar dari jalur yang lama. Berjalan seorang diri tanpa ada Fadil, Diki, dan juga Kuntum membuatnya merasa kehilangan segalanya. Memang benar Sean bisa dibilang terbiasa dengan semua ini, tapi Sean masih membutuhkan yang namanya teman untuk berbicara. Entah kemana perginya Fadil dan Diki saat ini, Sean juga tidak tahu pastinya. Yang jelas alasannya tentu karena saat ini mereka tidak butuh Sean dan mereka akan melupakannya.

Sean menarik napas dalam saat suara ribut-ribut itu mengganggu ketenangannya. Sean memang jagonya dalam membuat keributan, tapi kalau keributan itu tidak berasal darinya, maka Sean menjadi sangat terganggu. Menyoroti suara kesakitan akan tindasan di sebelah kiri jalannya menjadi daya tarik tersendiri bagi Sean karena dia pikir, dia mengenali suara itu. Tiga pelaku utama dalam penindasan itu bisa Sean tatap semuanya. Kemudian Sean mencoba mengenali satu saja dari mereka, tapi Sean rasa tidak ada yang dikenalinya.

Bukan hanya itu saja yang bisa Sean tatap, dia yang ditindas pun bisa dilihatnya. Seperti dugaannya, dia adalah Sky dengan wajah lugunya yang tidak bisa berbuat apa-apa. Lagi-lagi Sky mendapat penindasan yang tidak wajar dari mereka yang menolak didirikannya kelas istimewa. Tentu saja seisi sekolah ada yang tidak menerima kebijakan baru di sekolah. Kebijakan tentang penerimaan siswa baru dengan disabilitas berupa anak-anak tunanetra. Tidak hanya Sky yang akan mendapat perlakuan demikian karena keistimewaan dirinya yang mengundang kebencian tidak hanya dimiliki Sky seorang saja. Padahal mereka lebih sempurna dari murid tunanetra, tapi karena keterbatasan itulah yang menjadikannya istimewa dan mengundang amarah bagi mereka yang tidak menerima.

"Oiii! Jangan nindas orang lain di depan gue!" peringat Sean, itu jelas bukan untuk melindungi ataupun membantu Sky, tapi untuk kesenangannya sendiri yang ingin terlibat dalam keributan itu.

"Se--an?!" lirih Sky pelan saat suara itu masuk ke telinganya.

"Ck! Ck! Ck! Sejak kapan Sean peduli sama orang lain? Enggak usah ikut campur, deh!" jawab salah satu dari mereka yang Sean yakini bukan dia yang terkuat seperti gertakannya.

"Kalau nindas orang jangan di sini, gue mau lewat!" ketus Sean, meski tujuan utamanya bukan di jalan yang mereka pijaki saat ini.

"Weee, nantangin tuh." Satu di antaranya lagi ikut bersuara dengan menepuk-nepuk bahu dia yang sedari tadi diam dengan posisi berada di tengah.

Bisa Sean simpulkan, dia yang di tengah-tengah adalah dalang dari semuanya. Sean pikir dia sudah mengenal semua biang keributan di sekolahnya ini, tapi ternyata laki-laki yang di posisi tengah itu baru pertama kalinya Sean bertatap muka denganya. Bukan Sean namanya kalau tidak mencari masalah dengan orang-orang yang biasa berbuat masalah.

Dia yang terapit oleh dua teri itu tersenyum miring dengan tangan bergerak merampas white cane di tangan Sky. Tanpa suara dari mulutnya, laki-laki itu mengayunkan tongkat itu ke rusuk kiri Sky. Dengan tanpa perasaan pula dia menusukkan ujung tongat itu pada pusar Sky yang membuatnya kesakitan dan berusaha menghindar.

Sekilas, Sean merasakan amarah yang berbeda dari biasanya ingin keluar dari dirinya. Pertunjukan akan kesakitan dari mulut Sky, sepertinya membuat sisi amarah itu bangun dan ingin mengamuk seketika. Ketidakberdayaan Sky itu sepertinya berhasil menjadi penunjang akan amarah berbeda dari yang Sean keluarkan biasanya.

"Brengsek!" Sean mengayun tangannya cepat ke arah dia yang terlihat santai.

Sean sendiri tidak begitu mengerti dengan dirinya yang bergerak tiba-tiba seolah dia ingin menjauhkan Sky dari bahaya berikutnya. Tetapi, Sean bersikeras pada dirinya sendiri kalau itu bukan karena bahaya yang menimpa Sky. Namun, karena dirinya sendiri yang selama ini disebut biang masalah belum pernah melakukan kekerasan pada orang yang tidak berdaya sampai segitu sadisnya. Dalam hati kecilnya, tentu ada sedikit penolakan akan perbuatan buruknya selama ini, Sean selama ini berbuat seperti itu juga bukan untuk kesenangannya saja. Tetapi, untuk membenarkan tuduhan-tuduhan mereka atas dirinya. Agar mereka bisa mengenal Sean seperti apa yang mereka pikirkan.

Sea (n) Sky [End✅]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt