(17)

630 87 15
                                    

Di jam-jam berikutnya, Sean dan Sky kembali tidak saling sapa, sama halnya seperti hari-hari biasa. Sean menyesali perbuatannya, tapi dia terlalu egois untuk meminta maaf atas kesalahan yang dia perbuat, berupa pengabaian Sky yang tadinya dalam posisi tertindas. Sky memahami perbuatan Sean yang mencoba menyelamatkannya dengan cara pura-pura tidak peduli. Meski caranya itu malah berakibat terbalik dari apa yang Sean harapkan. Namun, yang Sky kecewakan adalah cara Sean yang terkesan kejam untuk sebuah cara menghindari kekerasan.

Di rumah pun, Sean langsung menuju ke kamarnya, begitu juga Sky. Tidak ada sapa sedikit pun, sebagaimana hal biasanya yang Sky lakukan hanya untuk sekedar mengisi suara. Padahal biasanya dia akan mencari kata agar Sean sedikit memperhatikannya. Kali ini tentu berbeda, jika bukan Sky yang memulai berbicara, maka Sean juga tidak akan melakukannya.

Saat Sky melewati kamar Sean begitu saja, rasanya ada yang hilang bersama langkah Sky menuju kamarnya. Sean tahu hanya kata berupa 'Jangan lupa besok upacara!' 'Jangan lupa ganti baju sebelum main!' 'Kalau nanti mau main jangan kemalaman!' itu-itu saja yang Sky ucapkan kala berpisah di depan kamarnya. Namun, kata-kata itu untuk sekarang tidak terdengar lagi yang membuat dunia Sean sedikit terasa sunyi.

Tanpa Sean sadari, Sean melongo dari pintu kamar untuk melihat Sky yang berjalan santai ke kamarnya. "W--woi! Besok 'kan hari minggu ... main ke luar yuk!" ajak Sean cepat sebelum tubuh Sky ditelan pintu kamar.

Sky menghentikan langkah di depan pintu kamarnya itu dan sedikit memutar kepala ke arah suara Sean. Belum sepenuhnya yakin dengan ajakan Sean, Sky menunjuk dirinya sendiri sebagai pertanyaan apakah dia yang Sean ajak atau bukan. Takutnya ada orang lain seperti orang tua mereka yang mungkin Sean ajak untuk esok melakukan perjalanan. Jangan sampai gara-gara itu Sky malu seumur hidupnya karena bukan dia yang Sean ajak dalam obrolan.

"Ya ... belum pernah naik motor 'kan? Besok gue minta izin sama mama biar dibolehin bawa motor. Ngg ... kalau lo mau sih," ujar Sean sambil menggaruk tengkuknya grogi.

Sky tersenyum kecil dan menjawab, "Kalau ngajak gue buat alasan minta motor lo dibalikin sama mama, maaf aja gue enggak punya waktu." Sky masuk sepenuhnya ke dalam kamarnya dan menutup pintu serapat-rapatnya.

Sean terdiam sesaat, wajar saja Sky akan berpikir demikian. Karena kejadian tadi di sekolah sudah bisa menjelaskan kalau Sean hanya memanfaatkannya saja. Tetapi, kali ini Sean serius dengan ajakannya untuk membawa Sky bermain ke luar dengan berkendara motor. Sean sendiri sebenarnya sedikit ragu dengan pemikirannya karena dia belum sepenuhnya yakin akan pengakuannya tentang Sky sebagai saudaranya.

Pada akhirnya, langkah kakinya membawa Sean menuju kamar Sky yang sama sekali belum pernah dikunjunginya. Ya, selama Sean berada di rumah ini, hanya kamarnya, ruang keluarga, dan ruang makan saja yang pernah dia kunjungi. Sean membuka perlahan pintu kamar Sky yang tidak dikunci itu, di dalamnya terdapat Sky yang sudah membuka kacamatanya dan meneteskan sesuatu ke sana. Sky kemudian membersihkan sekeliling matanya dengan tisu. Di sana ada sebuah botol berisi cairan pembersih mata yang Sky genggam penutup botolnya.

"Katanya gue boleh panggil lo kalau gue butuh teman. Jadi besok gue butuh teman, makanya lo harus ikut gue. Ng ... bukan buat ngebujuk mama doang kok, tapi ngg ... pokoknya gue butuh teman besok. Nggg ... gini, cuma main-main ke luar aja kok ... 'ntar gue---"

"Oke, gue ikut!" potong Sky karena sepertinya Sean berusaha membujuknya meski Sean tidak ahli dalam hal itu.

Jelas saja Sean tidak ahli dalam hal itu, membujuk Atika agar mengembalikan motornya saja sampai sekarang Sean belum bisa melakukannya. Ditambah lagi dengan pengucapannya yang terbatah membuat Sky sedikit yakin kalau Sean serius dalam mengajaknya. Sky menyimpulkannya dari ucapan Sean itu yang biasanya sangat jarang mengeluarkan suara di depannya. Namun, sekarang dia berusaha memperpanjang ucapannya hanya untuk mengajak Sky pergi dengannya saja. Itu artinya Sean benar-benar menginginkannya dan untuk memastikan kemungkinan Sean yang akan memanfaatkannya, bisa dilihat besok harinya. Agar nantinya Sky bisa berpikir dua kali kalau saja Sean kembali mengajaknya untuk hari-hari ke depannya.

"Oh! Okay, gue ... ke kamar gue dulu," jawab Sean masih dengan rasa canggungnya.

Baru langkahnya mulai diangkat, Sean sudah menghentikan langkahnya kembali. "Ah ... anu, soal yang tadi ... gue ... gue---"

"Udahlah, gue udah lupa!" potong Sky karena dia benci mengingat masa itu lagi.

"Ya, sorry!" sahut Sean pelan dan membawa langkahnya untuk benar-benar meninggalkan kamar Sky.

Sky menghela napas lelah setelah perginya Sean, dia menurunkan tangannya yang tadinya sibuk membersihkan area matanya. Terbukti kalau membersihkan bagian matanya hanya sebagai alat pengalihan pandangan dari Sean saja. Nyatanya Sky tidak begitu suka membersihkan matanya dengan bahan yang ada di kamarnya itu. Sejatinya Sky lebih suka membersihkan matanya dengan air saja. Sama halnya dengan Sean, Sky juga merasa gugup, saking canggungnya hubungan mereka sejauh ini.

Akhirnya Sky bisa tersenyum kembali dengan perubahan sikap Sean terhadapnya. Pemikiran akan tuduhan Sean yang meminta temannya untuk mengganggu Sky tempo lalu bisa dia singkirkan sepenuhnya. Sky-nya saja yang terlalu berlebihan dalam mencurigai Sean, padahal dia tidak tahu-menahu tentang Sky yang diganggu oleh kelas dua belas tempo lalu itu. Sky berharap hubungan mereka kedepannya akan lebih baik lagi. Dengan hari esok yang akan membawa mereka ke hari di mana mereka berdua akan menjalin tali persaudaraan yang lebih erat lagi.

⚡⚡⚡

Hari esok pun telah tiba dan terasa lebih cepat menyapa dari hari-hari sebelumnya. Acara membujuk Atika pun terselesaikan dengan mulus, juga dengan gelagat Sky yang meyakinkan kalau dia akan pergi bersama Sean tentunya. Seperti yang Sean bilang sebelumnya, Sky belum pernah naik motor setelah kecelakaan yang menimpanya sembilan tahun lalu. Sejauh ini Sky terlalu takut untuk merasakan udara jalanan yang mengingatkannya pada kejadian sembilan tahun lalu itu. Alasannya sederhana karena hari kecelakaan itu terjadi, Sky sedang berkendara motor bersama Arsen.

Tentu saja Arsen sempat melarang mereka pergi, tapi setelah mendengar kemauan itu keluar dari mulut Sky sendiri, akhirnya Arsen mengizinkan. Tentu saja dengan memberatkan tanggung jawab kepada Sean untuk menjaga Sky. Jika saja terjadi apa-apa kepada Sky, maka sebagai balasannya Sean harus menerima hukuman apa saja yang akan Arsen ajukan nantinya dan Sean sudah menyanggupi itu.

Di perjalanan dengan lajuan motor yang rendah, Sean mulai bersuara, "Kenapa enggak bilang kalau enggak pernah naik motor gara-gara kecelakaan?" tanya Sean penasaran dengan menatap Sky lewat spion.

"Bukan apa-apa! Gue emang mau naik motor lagi aja, enggak ada yang perlu ditakutin 'kan? Lo sendiri juga udah janji buat ngejamin keselamatan gue, jadi gue yakin kalau gue bakal selamat kalau ada lo," jawab Sky santai.

Meski berujar santai, tapi Sean bisa menangkap raut cemas tergambar di wajah Sky saat ini. Sean kemudian memutar kepalanya untuk melihat Sky secara keseluruhan dan mendapati tangannya yang menggenggam erat body motornya. Seperti yang Sean duga kalau Sky saat ini betul-betul merasa ketakutan.

"Lo boleh pegangan di bahu gue ... kalau lo takut!" ujar Sean malu sendiri dengan ucapannya karena memang belum terbiasa berbicara akrab.

Sky mengubah cepat posisi tangannya  ke bahu Sean yang akan dia gunakan sebagai pegangan. Dengan berpegangan di bahu Sean, rasanya ketakutannya bisa sedikit terobati.

Tidak terlalu lama di lintasan, Sean memutar otaknya untuk membawa Sky ke mana. Karena kemana pun dia membawa Sky, pastinya Sky tidak akan bisa merasakan sensasinya. Sebab, dia tidak akan bisa melihatnya, jadi tujuan yang bisa Sean pikirkan sekarang hanyalah tempat untuk makan. Karena hanya itu yang juga bisa Sky rasakan sensasinya.

"Lo turun di sini dulu, gue parkirin motor di sana dulu!" tunjuk Sean pada tempat parkir meski dia tahu Sky tidak akan tahu tempat mana yang Sean tunjuk.

Sky patuh dan turun dari motor Sean dengan hati-hati. Suara deru mesin motor itu yang menjauh sangat terdengar jelas oleh pendengaran Sky. Sky sempat berpikir Sean ingin meninggalkannya di tempat itu yang tidak Sky ketahui. Tetapi, mencium bau masakan yang menyeruak ke lubang hidungnya, Sky bisa menyimpulkan kalau Sean mengajaknya untuk makan.

"Kak Sky?" Seseorang menyentuh bahunya yang membuat Sky memutar kepala mencoba mengenali suara siapa yang tengah menyapanya. Terdengar sedikit familiar, tapi juga sedikit terdengar asing di telinganya dan itu membuat alis Sky berkerut samar.

Bersambung...

Sea (n) Sky [End✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang