(24)

621 83 23
                                    

Ke sekolah, Sean dan Sky pergi bersama dengan motor Sean. Ini bukan paksaan karena Sky sendiri yang memintanya, guna untuk meringan sedikit tugas Arsen, juga untuk membiasakan dirinya naik motor. Sean juga begitu, langsung menyetujuinya begitu saja karena dia mulai sekarang tidak akan malu lagi mengakui Sky sebagai saudaranya. Sebaliknya, Sean ingin menunjukkan pada mereka kalau Sean sudah punya teman yang bisa mengerti dirinya. Bukan seperti Fadil dan Diki yang tertawa dibalik lukanya.

Perlakuan yang sama tetap Sean tunjukkan pada Sky, bukan kerasnya, tapi berupa menuntun jalannya dengan memegangi ujung tongkat Sky. Kalau biasanya dia tidak suka dengan apa yang dia lakukan, sekarang Sean sendiri yang menginginkannya. Tugasnya sekarang adalah menjaga kakaknya itu dari tangan mereka yang suka menyakitinya tanpa belas kasihan. Sean juga ingin menebus kesalahannya yang pertama kali mengganggu Sky di sekolahnya. Sean tidak ingin lagi itu terjadi, Sean juga tidak ingin lagi menarik perhatian orang-orang dengan mengganggu mereka, cukup diam dan lakukan apa yang sepantasnya saja.

Benar, Sean bisa berubah seperti ini berkat adanya Sky. Biru warna mereka seolah disatukan dalam satu wadah yang tak lagi bisa terpisahkan. Saling membaur dalam warna mereka yang sempat memudar. Kini, perpaduan warna biru samudera dan langit mereka menjadi cerah. Yakinlah, tak ada lagi warna yang seindah mereka.

"Sky ... ah, bukan. Kak, kalau ada yang gangguin lo, bilangin sama gue. Biar gue yang ngurus mereka." ucap Sean saat ingin berpisah dengan Sky di depan kelas Sky.

"Wee, apa nih? Yang dulunya suka gangguin, sekarang mau ngurusin pengganggu, gitu?" goda Sky dengan tawa yang tidak biasa, sekarang dia lebih bisa tertawa dengan merasa aman.

"Ck!" Sean berdecak kesal dengan ledekan Sky yang mengungkit awal mereka bertemu.

"Enggak, becanda. Kalaupun gue ada yang gangguin, gue juga enggak bakal bisa ngaduin sama lo. Paling juga suaranya doang yang gue kenalin, emangnya nanti lo bisa cari orangnya? 'Sean, gue digangguin sama orang yang suara berat kayak batu,' bisa nyari enggak orang kayak gitu?" jawab Sky dengan melontarkan pertanyaan.

"Iya juga, ya? Oh, gini aja. Tiap istirahat gue main ke sini," sahut Sean bersemangat seolah dia baru saja menemukan hal berharga.

"Haha, enggak usah sampai segitunya juga kali! Enggak usah berlebihan, emangnya gue anak cewek apa, dilindungin ampe segitunya?" kekeh Sky merasa senang dengan kepedulian Sean terhadapnya.

"Justru karena itu gue pengen lindungin lo, lo emang laki-laki, tapi lo lebih lemah dari perempuan. Bukannya gue ngerendahin lo, tapi emang itu adanya. Semua orang di kelas ini istimewa, makanya kalian yang sering mereka tindas. Gue dulu emang suka nindas, tapi gue tau gimana rasanya ditindas. Semua orang di sini nuding gue sebagai biang masalah, itu sama aja dengan ditindas. Makanya lo enggak boleh ke mana-mana kalau bukan sama gue, ya?!" tutur Sean meyakinkan Sky kalau Sky memang pantas untuk dijaganya.

Sky sedikit tersinggung dengan ucapan Sean yang mengatakannya lebih lemah dari perempuan, tapi apa yang Sean katakan memang benar. Fisiknya tidak meyakinkan untuknya hidup tanpa perlindungan, dia memang lemah dan tidak sempurna. Tetapi, ada juga ucapan Sean yang membuatnya merasa kasihan, berupa ucapan Sean yang mengatan dirinya sendiri biang masalah. Memangnya Sean bisa melewati semua tudingan itu yang katanya sama saja dengan penindasan? Bukankah artinya dia juga butuh perlindungan?

"Jadi lo juga berpikir ditindas itu sakit?" tanya Sky pelan.

Sean bingung dengan pertanyaan Sky yang terasa menyudutkannya, seolah Sky akan berkata, 'Makanya jangan nindas orang lagi,'.

"Maksudnya?" tanya Sean sedikit jengkel.

"Kalau itu beneran sakit, mending lo cepat pergi dari sini. Pendengaran gue lebih tajam dari lo!" tutur Sky menundukkan kepalanya.

Pendengaran Sky itu tajam, dia mendengar bagaimana mereka di sudut sana yang menyebut buruknya Sean. Makanya Sky tidak ingin Sean sampai mendengarnya juga agar dia tidak merasa ditindas sekarang ini. Jika Sean masih di sini, Sky pastikan Sean bisa mendengar juga apa yang mereka sebut di sudut sana.

"Maksudnya mereka yang di sudut sana? Gue denger kok, apa yang mereka bilang! Gue juga enggak tuli buat dengar ucapan mereka. Gue udah biasa, gue juga tau mereka dengar juga apa yang kita bicarain." sahut Sean dengan santainya.

Berbeda dari pikiran Sky yang mengira Sean tidak mendengarnya, ternyata Sean pura-pura tidak mendengarnya sedari tadi. Bagi Sky itu terdengar jelas dan mungkin Sean mendengarnya samar, tapi Sean tidak sebodoh itu untuk menyimpulkan namanya disebut dalam sebuah obrolan pastinya hanya tentang keburukan. Sean bilang dia sudah terbiasa dengan itu, makanya Sean tidak ingin Sky ikut terbiasa dengan apa yang dia rasakan.

"Oh, jadi lo denger? Baguslah, semoga lo sadar kalau lo itu enggak pantas ada di sekolah ini!" Mereka yang tadinya membicarakan Sean terpancing dengan apa yang Sean bilang. Karena memang dia mendengarkan juga apa yang Sean bicarakan sedari tadi dengan Sky.

"Eh, ngomong-ngomong dia saudara lo, ya? Haha ... sama-sama enggak guna! Orang kayak kalian tuh, cocoknya jadi pengisi tanah." sahut yang satunya lagi.

Sean muak untuk meladeninya karena Sean ingin merubah dirinya yang selalu bersama dengan masalah. Tetapi, untuk kali ini, perkataan mereka tidak bisa Sean biarkan begitu saja.

"Gue emang enggak guna, tapi dengan kalian ngomong gitu, kalian bisa berguna? Emangnya sampah kayak kalian masih berguna? Dikubur pun juga enggak bakal ada gunanya." jawab Sean angkuh.

"Uuuu, jadi merinding!" kekeh laki-laki di sebelah kiri yang rambutnya tersibak ke belakang dengan memamerkan jidat mulusnya.

"Sampah ngomong sampah," imbuh yang satunya lagi dan merangkul temannya memberi isyarat.

Sky menahan pergerakan Sean dengan tongkatnya karena merasa Sean sedang mengambil ancang-ancang untuk menyerang. "Mending lo ke kelas deh, enggak usah ladenin mereka. Ini masih pagi, jangan sampe guru marah gara-gara berantem pagi-pagi gini!" halang Sky memperingati Sean.

Sean bisa mengurung niatnya itu karena ucapan Sky sangat benar. Jangan sampai dia ketahuan berkelahi karena baru kemaren Senen dia mendapat masalah gara-gara itu.

"Kenapa enggak jadi nyerang? Apa perlu gue yang nyerang duluan?" tantang laki-laki itu yang sedikit lebih tampan dari temannya.

Dia yang hendak menyerang langsung terhenti dengan seseorang yang menariknya ke belakang, tepatnya ke sisi kiri dari kelas itu dan dari sana Sean tidak bisa melihatnya. Entah siapa yang ada di sana, yang jelas Sean tidak ingin untuk mengetahuinya. Dari pada itu, lebih baik dia berdiam saja dan menunggu sebentar di kelas Sky sampai mereka pergi. Sean tidak mau kalau dia benar-benar pergi, takutnya Sky menjadi bahan tindasan mereka.

"Siapa, sih? Main narik-narik aja!" kesal dia yang tadinya ditarik seseorang, "Eh---"

"Jangan sebut nama gue!" potongnya cepat dan pelan agar siapa saja tidak mendengarnya.

"O--oke, ada apaan?" tanyanya ikut bersuara pelan.

Dia yang tadi menariknya membisikkan sesuatu. Awalnya matanya membola mendengar bisikan itu dikatan padanya, kemudian dia mengangguk pertanda setuju dan tersenyum mau. Jelas kalau dia mendapat tawaran yang menarik karena dia tidak berpikir panjang untuk menyetujuinya.

"Dia bilang apa?" tanya temannya saat pembicaraan mereka selesai.

"Ntar gue bilangin di kelas," jawabnya dan menatap ke arah Sean yang masih memantau pergerakannya, "Sean, berantemnya ditunda dulu, ya! Gue punya hadiah buat lo nanti. Ingat, nama gue Bimo!" teriaknya pada Sean dan membawa temannya pergi dari sana.

Sean menyengir mendapat tawaran itu, dia baru saja mendapat tawaran untuk berkelahi dan Sean akan terima itu. Jangan pikir Sean akan lari sebab dia ingin berubah. Tawaran seperti itu masih bisa memancing Sean untuk berkelahi.

"Udah, ke kelas sana!" titah Sky dengan sedikit mendorong tubuh Sean karena Sean masih saja diam di tempatnya sementara mereka yang mencari gara-gara sudah pergi.

"Iya, gue ke kelas dulu! 'Ntar jam istirahat tungguin gue, ya!" sahut Sean dan mulai melangkah.

"Eh, Sean! Jangan panggil gue kakak ya! Sky aja, lebih seneng dengernya." ujar Sky sebelum Sean benar-benar menjauh.

"Yoi!" jawab Sean sedikit berteriak karena dia setengah berlari dan jaraknya dengan Sky cepat tercipta.

Bersambung...

Sea (n) Sky [End✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang