(37)

490 67 21
                                    

Sedari tadi Sean tidak bisa fokus pada pelajaran, biasanya juga begitu, tapi hari ini ada yang lebih mengganggu. Kalau biasanya Sean tidur kala pelajaran yang memberatkan, maka sekarang Sean lebih berat pikiran dari apa yang sedang kelasnya pelajari. Sean pusing memikirkan kebenaran akan racauan Sky. Yang Sean ingin ketahui lebih jauh adalah hubungannya dengan Zafran ada atau tidaknya. Entah kenapa, sampai sekarang Sean masih mencurigainya, kalau racauan Sky tadi ada hubungannya dengan Zafran. Yang mungkin mengatakan sesuatu kepada Sky perihal pembunuhan.

Kini, hanya sedikit yang dia mau, berupa jam pelajaran cepat berlabuh dan jam istirahat segera datang. Sean ingin menanyainya langsung kepada Zafran apa ada kata-kata yang Zafran ucapkan padanya, sampai-sampai membuat Sky sakit. Sean memang tidak menyalahkan sepenuhnya kalau Zafran ada hubungannya, tapi sedikit berprasangka itu boleh-boleh saja bukan?

Sean menggaruk kepalanya frustasi bersamaan dengan teriakan bel yang memanjakan telinga semua orang. Akhirnya, yang Sean tunggu datang juga dan Sean langsung berlari keluar sana tanpa permisi terlebih dahulu pada guru yang belum ke luar. Sean bahkan tidak peduli dengan teguran yang akan mempertemukannya dengan hukuman. Biarkan saja, Sean bahkan sudah terbiasa dengan hukuman, melanggar satu kali lagi saja sepertinya tidak akan terlalu memberatkan. Tentu saja Sean melanggar karena mendahului guru sebelum dia keluar adalah pelanggaran dan itu tertulis pada papan peraturan.

Sean sampai di depan kelas sebelas IPA-1 bersamaan dengan guru pengisi jadwal di sana meninggalkan kelasnya. Langsung masuk saja dan tanyakan baik-baik, jangan memancing keributan. Kalau Zafran nantinya yang memulai duluan, tidak apa-apa sekali melakukan kekerasan. Bukankah yang akan Sean lakukan itu demi kebaikan? Jadi, jangan salahkan Sean kalau nantinya membuat keributan.

"Woi, lo ngomong apa sama Sky? Lo ngancam dia?" gertak Sean langsung saja pada intinya. Bagi Sean ini bukan pancingan, jadi Sean masih bisa berpikir kalau nantinya dia salah tafsiran, maka keributan yang akan terjadi tidak bisa dia yang disalahkan.

"Kak Sean?" panik Kuntum yang merasa tidak enakan dengan dua orang yang sepertinya sama-sama menyimpan ketidaksukaan.

Zafran tampak terkekeh pelan, dia pun berdiri dari duduknya untuk menjawab pertanyaan Sean. "Jadi, dia tetap ngomong sama lo, ya? Padahal, udah gue sumpal mulut pengadunya!" jawab Zafran santai, tanpa peduli dengan teman-temannya yang mungkin akan penasaran dengan sosok Zafran yang mereka kenal sebagai anak teladan.

Sontak, mata Sean melambangkan kemarahan. Dengan pekatnya amarah menakutkan, Sean mendekat dengan sebuah pukulan. Kata-kata Zafran tadi memang belum cukup untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan lain yang mulai terkumpul di benaknya. Tapi, setidaknya kata-kata itu sudah menjadi alasan kenapa Sean kembali melakukan kekerasan.

Sean memukulnya dengan keras pada bagian pipi kiri, tapi Zafran bahkan menghindar dengan mudahnya. Ada yang berbeda dengan tekhnik menghindarnya karena setelahnya Zafran memberi balasan berupa pukulan pada rusuk Sean yang dia pusatkan. Sean bahkan terpantul ke meja depan di mana Kuntum masih mematung. Sebisa mungkin, Sean menahan berat badannya agar tidak mengenai Kuntum yang melongo kebingungan pun ketakutan.

Sepertinya Sean salah dalam mengartikan kalau Zafran hanya adik kelas biasa yang bisa memerintah kakak kelasnya seperti Guntur. Tentu saja dia bisa memerintahkan mereka karena Zafran jelas lebih kuat dari itu, tapi kenapa di awal bertemu, Sean bisa memukulnya dengan mudah? Jawabannya juga mudah. Karena Zafran merelakan dirinya mendapat pukulan dari Sean untuk mengukur seberapa besar ancaman yang akan dia dapatkan kalau dia mengusik Sky. Dari jauh hari Zafran sudah tahu kalau kakak beradik itu lama-kelamaan akan berbaikan dan akan menjadi ancaman untuknya melakukan tindakan.

"Brengsek!" Sean kembali menantang dan melayangkan tendangannya tanpa hambatan. Sepertinya waktu itu Zafran pura-pura kesakitan menerima pukulannya dan sekarang saatnya Sean melakukan yang lebih kuat lagi.

Zafran sekali lagi menghindar. "Gue akuin, pukulan lo waktu itu sakit. Lo kuat, tapi bukan buat ngelawan gue!" tekan Zafran dan diam di tempat setelah menghindari serangan.

Baiklah, berarti Sean salah lagi, ternyata Zafran tetap kesakitan dengan pukulannya dan juga tendangan dua kakinya waktu itu. Tentu saja karena sekuat apa pun tenaga seseorang, tidak akan mungkin dia tidak merasakan sakit jika terkena pukulan. Yang membedakan hanya orang-orang yang bisa menahan rasa sakit akan pukulan dan orang-orang yang tidak bisa menahannya sampai mengeluarkan suara erangan.

"Kenapa lo ngancam Sky, hah? Apa yang lo bilangin sama dia?" teriak Sean karena sedari tadi serangannya tidak mempan. Mungkin, berteriak akan lebih memungkinkan.

Zafran memutar bola matanya menatap sekeliling yang menyaksikan mereka berdua dengan berbagai macam ekspresi. Ada yang ketakutan dan ada pula yang tertawa kesenangan. Setelahnya Zafran kembali pada mata Sean dan tergelak untuk beberapa saat.

"Lo yakin mau jawabannya di sini? Lo yakin mau tau kalau kakak lo itu---" Zafran sengaja menjedah ucapan dan mendekatkan mulutnya ke telinga Sean, "pembunuh?!" bisik Zafran dan menjauhkan tubuhnya segera dari Sean yang sebentar lagi pasti mengamuk.

Sean membulatkan matanya tidak terima, kata itu juga yang tadi pagi Sky racaukan. Kebenaran akan kata-kata itu tidak ada pembuktian, jadi Sean belum bisa menyatakan kalau ucapan Zafran itu adalah kebenaran. Seperti yang pernah dia bicarakan dengan Sky, bahwa Sky tidak mungkin melakukan pembunuhan karena menyentuh orang saja dia sangat jarang.

"Brengsek ini!" Sean kalut dalam emosinya dan menarik kerah baju Zafran agar dia tidak menghindar lagi dari serangannya, tapi lagi-lagi ada halangan. Kali ini Kuntum yang ikut berperan, mencoba menjadi penengah antara keduanya yang tidak lagi bisa dibiarkan.

"Kak Sean, stop!" lerai Kuntum dan berusaha mendorong agar Sean menjauh dari Zafran.

Sean saat ini sedang kesal, jangan menambahnya semakin kesal lagi. Karena kekesalannya mungkin berujung tidak berperasaan. Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Kuntum dan sebaiknya dia tidak ikut campur. Jangan salahkan Sean kalau nanti dia bertindak kasar kepada Kuntum yang berusaha menghindarkan perkelahian semakin memanas.

"Minggir!" amuk Sean dan menghempaskan Kuntum dengan kasar. Tidak peduli dia semakin dipandang buruk oleh mereka-mereka yang melihatnya.

Kuntum mengerang saat dia terpental dengan satu tangan saja. Tubunya sampai membentur meja dan menimbulkan suara geseran dari meja yang dia tabrak. Teman-teman Kuntum pun berlarian membantu Kuntum untuk kembali berdiri.

Ada sepasang mata yang menatap Sean tajam dan ada belatih yang dia siapkan pada pancaran matanya itu. Mata dengan warna coklat pekat itu langsung menyambar bagai kilat pada Sean yang sempat menaruh khawatir pada Kuntum yang tergelat. Alhasil, Sean mendapat pukulan pada rahangnya yang terasa hampir bergeser. Satu tangan yang masih dia gunakan untuk meremas kelopak baju Zafran terpaksa harus terlepas dengan tubuhnya yang terpental.

"Dari awal seharusnya lo enggak ikut campur! Ini tentang gue dan Sky, jadi lo enggak usah ikut campur, sampai-sampai lo lukain Kuntum! Gue suka gaya lo berantem, tapi gue enggak suka gaya lo yang kasar sama Kuntum!" tekan Zafran dan mengeraskan rahang.

Merasa kalau Kuntum baik-baik saja, Zafran melangkah keluar kelas. "Kalau lo mau tau, ikut gue!" perintah Zafran dengan lantang, "Buat kalian yang dengar suara gue, jangan ikut campur kalau enggak mau babak belur!" imbuhnya kepada mereka yang penasaran akan babak selanjutnya yang sepertinya akan lebih menyenangkan lagi.

Tetapi, dengan gertakan yang Zafran teriakkan. Rasanya mereka ingin patuh saja, melihat bagaimana mudahnya dia menjatuhkan Sean yang sudah sering dibicarakan karena kelakuannya yang kasar itu. Kalau Sean saja bisa dilumpuhkan, apa mereka bisa yakin kalau mereka juga akan bernasib sama dengan Sean? Ah, sepertinya tidak. Mungkin, akan lebih menyakitkan dari apa yang Sean rasakan. Bukannya terlalu memperlihatkan bahwa Sean itu lemah dibanding Zafran, tapi memang begitu kenyataannya kalau Sean bukan apa-apa dibanding Zafran. Ini tidak berlebihan karena sejauh ini Zafran tidak pernah menunjukkan kalau dia itu kuat dan lagi tujuannya ke sekolah bukan untuk memamerkan kekuatan, tapi murni untuk belajar. Sampai pada dibukanya kelas istimewa dan hadirnya seseorang yang telah menjadi daftar sebagai orang-orang yang harus dia musnahkan, membuat Zafran mau menunjukkan tujuan lain darinya bersekolah.

Bersambung...

Sea (n) Sky [End✅]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن