4

129 20 3
                                    

Tangan Greha mengetuk pintu mobil milik Rini yang terparkir tak jauh dari toko dekat rumah hijau. Menyadari kehadiran Greha yang sudah siap dengan tank top hitam yang dibalut dengan cardigan berwarna hijau, serta celana jeans sepaha. "Wuih, akhirnya lo bisa pergi bareng gue sekarang!", kata Rini setelah Greha sudah duduk di sebelahnya.

"Gue deg-degan tahu pas minta izin ke Kak Emira."

Usai mengatakan itu, Rini tertawa dan mulai mengendarai mobilnya menuju ke tempat yang mereka tuju.

"Yang penting kan Mama lo nggak tau."

Greha mendelik. "Iya, untung Mama nggak tau. Kalau Mama tau, gue bisa diomelin sampai lusa." Dengusan kasar keluar dari mulut Greha. "Tadi pas pulang sekolah aja, gue udah lihat Mama ngomel ke Mbak Emira."

Rini mengerutkan kening, bersamaan dengan setir kemudinya yang ia belokkan ke arah kiri. "Tunggu, deh. Lo bilang Mbak Emira yang paling lurus kelakuannya diantara kalian berempat. Kok Tante marah sama Mbak Emira?"

"Ya gitu. Mbak Emira kedapatan dianterin sama cowok yang namanya Anres itu. Mbak Emira sih katanya mau jelasin, tapi Mama udah emosi banget."

Rini melirik Greha sebentar. Setelahnya ia menghela napas. Ia tidak bisa bayangkan jika ia ada di posisi Greha. Memiliki seorang Ibu dengan karakter yang sangat keras, Rini bisa memastikan kepalanya akan pecah sebab ditekankan pada aturan super ketat pada hubungan pertemanannya.

"Gue nggak tau, kalau misalnya Mama tau gue udah dua kali ke diskotik. Gue bisa pastikan amarahnya bakalan berkali-kali lipat lebih nyeremin dibanding dia marah ke Mbak Emira." Greha berkata sembari melirik ke arah luar jendela.

***

Setibanya di diskotik, Rini dan Greha segera melangkah masuk tanpa rasa ragu.

Hal pertama yang menyambut mereka adalah kerumunan pengunjung yang ada di sana. Bahkan sudah ada beberapa gadis yang bergoyang di lantai dansa bersama beberapa orang lelaki. Tak ada perasaan risih saat tubuhnya dijamah sana-sini oleh beberapa lelaki yang bahkan usianya terlihat jauh lebih tua.

Greha meringis.

Walau ia sudah dua kali ke tempat hiburan malam ini, tetap saja gadis itu masih belum terbiasa. Jadilah untuk kunjungan kali keduanya ini, Greha memilih duduk diam dan memperhatikan sekitar saja. Dia datang ke diskotik hanya untuk melepas kejenuhan setelah mendekam seharian di rumah.

"Gre, ke lantai dansa, yuk!", ajak Rini.

"Nggak, deh. Gue duduk di sini aja," tolak Greha. Nasibnya tidak ada jauh beda dengan gadis lainnya jika ia turun ke lantai dansa. Badannya akan dijamah oleh beberapa lelaki hidung belang. Membayangkannya saja Greha sudah bergidik jijik.

"Ya elah, cupu amat cuma duduk doang! Ayolah!" Rini masih berusaha membujuk Greha.

Kedua mata Greha melotot. "Gue bilang nggak mau. Gue ogah digrepe-grepe. Gue ini masih suci, yah!"

Rini akhirnya menyerah membujuk Greha. Ia menuju ke lantai dansa seorang diri. Tubuhnya sudah bergerak lincah dan meliuk-liuk mengikuti irama lagu.

Greha menatap segalanya dalam diam. Diskotik memang tempat yang ramai, identik dengan suara musik yang keras dengan berbotol-botol minuman memabukkan. Banyak pasangan kekasih yang juga memilih diskotik sebagai tempat menghabiskan waktu. Satu hal lagi, di diskotik banyak pula orang yang mencari peruntungan dengan mengumpulkan pundi-pundi uang.

Greha meraih segelas jus jeruk yang telah ada di sana. Ia meneguknya pelan-pelan. Dalam hati ia berharap jika Rini tidak akan meminum alkohol dalam jumlah berlebih, sebab jika temannya itu mabuk, Greha benar-benar berada dalam masalah.

Things You Never Say To MeWhere stories live. Discover now