8

104 17 6
                                    

Dirga dan Sean baru saja kembali dari acara pernikahan anak Fathir. Keduanya tersenyum saat melangkah memasuki rumah. Tak lama, sosok Aline dan Yvonne muncul, keduanya memberi senyum pada Sean dan Dirga.

Aline meraih tangan kanan Sean, menciumnya. Setelah itu disusul Yvonne dengan melakukan hal yang sama. "Gimana? Acara pernikahannya?", tanya Aline.

Yvonne berlalu. Ia akan membuatkan air minum untuk Dirga dan Sean. Keduanya pasti sangat kepanasan.

Sean dan Dirga duduk di sofa. Sean tersenyum kecil. "Syukur alhamdulillah berjalan lancar, Nak."

Kali ini Dirga menganggukkan kepala. "Bener, Kak. Tapi ada kejadian lucu tadi."

Kali ini wajah Aline nampak penasaran dan antusias. "Kejadian apa?"

Dirga terkekeh pelan. "Tadi pas anaknya Om Fathir ketemu sama suaminya, kepalanya nunduk terus, Kak. Dia beneran malu ketemu sama laki-laki yang nikahi dia."

Kening Aline berkerut. "Loh, kok malu sih sama suami sendiri? Mereka kan udah sah."

"Awalnya Dirga juga mikir gitu, Kak. Tapi pertanyaan itu terjawab pas anaknya Om Fathir disuruh cium tangan suaminya. Tangannya gemetaran loh, Kak. Saking nggak pernahnya dia disentuh laki-laki yang bukan keluarganya." Dirga menjelaskan panjang lebar.

Aline terkekeh geli. "Lucu banget tuh, pasti. Tapi yang jelas, anak Pak Fathir adalah gadis baik-baik, karena sejak kecil sudah dididik dengan ajaran yang benar. Lagipula, karena sikap malu-malunya itu, orang bisa tahu kalau anak Pak Fathir menjaga dirinya baik-baik."

"Lagi cerita apa, sih? Nggak nungguin aku kelar bikin minum dulu," timpal Yvonne yang muncul kembali dengan membawa nampan berisi empat gelas minuman berwarna orange yang terlihat begitu menyegarkan.

Aline menoleh, lalu tertawa kecil. "Tadi Dirga ceritain soal anaknya Pak Fathir sama suaminya pas pernikahan, Kak."

Yvonne mengangguk-angguk pelan. Ia memberikan minuman itu pada Sean, Dirga, Aline, dan terakhir untuk dirinya. "Jadi anaknya Pak Fathir bakal ngikut suaminya ke Mesir, dong?"

Sean yang baru saja meminum sedikit jus yang dibawa Yvonne mengangguk pelan. "Iya. Suaminya punya perusahaan yang harus dipimpin di sana. Lagipula, kehidupan anaknya Fathir akan sangat terjamin. Suaminya itu bukan orang sembarangan. Dia adalah konglomerat."

Aline dan Yvonne kompak bergumam takjub. Mereka tahunya jika kisah sepasang suami istri seperti itu hanya ada dinovel yang mereka baca selama ini. Keduanya tidak menyangka, jika kejadian itu terjadi pada orang di sekitar mereka.

Aline tersenyum tipis. "Sebentar lagi Mbak Jill juga bakalan nikah," tuturnya menatap Yvonne, Sean, dan Dirga secara bergantian.

Dirga menghembuskan napas pelan. Ia berusaha biasa saja soal pernikahan Jill--sepupu dari pihak Ivana--Mamanya. Walaupun ingin menyaksikan Jill melepas masa lajang, Dirga tidak ingin membuat amarah Ivana membuncah, dan berimbas dengan meningkatnya intensitas kebencian Ivana padanya.

Menyadari putranya memikirkan sesuatu, dan Sean jelas tahu apa yang Dirga pikirkan, ia menepuk pelan pundak Dirga. Dirga menoleh, dan Sean memberi senyum menenangkan. Dirga akhirnya merasa lebih baik.

"Memangnya, acara pernikahan Jill akan dilaksanakan di mana?" Sean bertanya dengan senyum tipis.

"Katanya, Mbak Jill mau melaksanakan acara pernikahan di Paris, Pa." Yvonne menjawab. "Calon suami Mbak Jill juga blasteran Indonesia-Prancis sih, jadi mereka kayaknya sepakat buat ngadain pernikahan di sana."

Dibandingkan Yvonne dan Aline, Dirga memang tidak begitu akrab dengan Jill. Tapi mereka lumayan sering bertukar pesan hingga saat ini.
Bahkan Jill sering kali mengirimkan pesan penyemangat untuk Dirga agar ia bisa lebih semangat belajar dan mudah diterima masuk perguruan tinggi tujuannya.

Things You Never Say To MeWhere stories live. Discover now