6

106 19 1
                                    

Sepanjang pelajaran, Greha tidak tenang. Ia bergerak gelisah dengan tangan gemetar. Ia tidak pernah menyangka jika ia akan bertemu dengan pemuda brengsek yang berani menyentuhnya saat di diskotik.

Namanya Michael, sapaan akrabnya Mike.

Yang lebih mengenaskan, dari sekian banyaknya sekolah di Indonesia, atau paling tidak dari sekian kelas yang ada di sekolahnya, Greha merasa didatangi mimpi buruk saat Mike itu ditempatkan di kelasnya. Greha hati-hati melupakan kejadian paling menjijikan itu. Tapi sekarang, Mike seolah menjadi takdir yang mendatangi Greha begitu saja. Melihat wajah pemuda itu saja, Greha ingin sekali menamparnya.

Yang membuat Greha semakin kesal, Mike terus saja melihat ke arahnya. Kalau bisa, Greha ingin pindah kelas saja. Mike itu sungguh ingin mencari perkara dengannya.

Rini yang memang mengenali wajah Mike ikut menggeram kesal. Teman sebangkunya yang baru itu ingin sekali ia caci-maki. Jika bukan di sekolah, Rini sudah pasti akan menamparnya.

Setelah kepergian Ibu Asti, kelas kembali riuh. Apalagi setelah kedatangan Mike, pemuda itu selalu menjadi topik hangat yang pantas diperbincangkan secara terus-menerus. Greha saja ingin mendepak Mike jauh-jauh dari kelasnya, sementara teman sekelasnya sibuk memuji-mujinya.

Mereka tidak tahu saja, jika Mike yang mereka puji setinggi langit itu begitu bejat dan kotor kelakuannya.

"Gue Mike," kata Mike mengulurkan tangannya ke arah Greha. Hal itu tentu saja menjadi pusat perhatian teman sekelas Greha. Termasuk Rini yang sudah ingin menendang Mike, dan Nila yang sudah menatap Mike dengan tatapan risih.

Greha berdecih. "Nggak usah sok baik lo, brengsek!", geram Greha dengan nada tertahan. Ia tidak ingin sekelas mendengar ucapannya. Walau begitu, kekesalan dan kebencian Greha pada Mike sudah sangat besar.

Mike tidak merasa tersinggung atau marah dengan tindakan Greha. Pemuda berwajah kebarat-baratan itu seolah tertantang mendekati Greha. Greha yang tidak menyukainya, sebab sepertinya Mike yang menyukai Greha.

Nila memandang Rini yang nampak mengepalkan kedua tangannya di bawah meja. Nila sadar jika sudah ada ketegangan yang tercipta sejak kedatangan Mike di kelas mereka. Baik Rini maupun Greha tidak mengatakan apapun kepadanya.

Greha serasa ingin meninju wajah Mike, tapi mengingat ia sedang di kelas dan seisi kelas menjadikannya pusat perhatian, Greha menahan diri.

Yang jelas Greha tahu, jika selama Mike ada di sekitarnya, hidupnya akan serasa di dalam ambang kehancuran.

***

Sampai di hari ketiga semenjak Dafa tidak lagi ke sekolah, Dirga malah berpikir jika teman sekelasnya itu bak hilang ditelan bumi.

Beberapa guru sudah menanyakan tentang ketidakhadiran Dafa di sekolah. Walau beberapa di antara guru yang mengajar tidak lagi peduli dengan Dafa, sebab reputasi pemuda itu yang sudah buruk sejak awal memasuki masa SMA. Seolah, beberapa guru tidak mau tahu apa yang akan dilakukan Dafa ke depannya.

Sudah tiga kali Dirga menghubungi Dafa guna mengetahui kabar pemuda itu. Hasilnya tetap sama, sambungan teleponnya berakhir tidak diangkat. Dirga tak tau apapun soal Dafa.

"Gimana, Dir? Udah tahu soal Dafa?"

Ikhsan--ketua kelas Dirga sudah terlihat kesal. Ia mengusap wajahnya. "Teman lo itu bikin gue stres. Setiap gue ke ruang guru buat ngumpulin buku tugas, guru-guru pada ngegosipin Dafa."

Dirga menegakkan tubuhnya. Ia menatap Ikhsan dengan lekat. "Duduk dulu, San."

Ikhsan menurut. Ia duduk di sebelah Dirga. Tangannya kini bergerak memijat keningnya yang berdenyut. "Gue bukannya mau ngomongin Dafa, tapi gimana lagi? Tuh anak jadi obrolan guru-guru. Bahkan guru yang nggak pernah ngajar di kelas kita juga udah punya pandangan jelek soal Dafa."

Things You Never Say To MeWhere stories live. Discover now