20

73 19 10
                                    

Memang benar kata orang, perempuan itu bisa menyembunyikan perasaannya bertahun-tahun tapi tidak bisa menyembunyikan kecemburuannya walau hanya sesaat pada laki-laki yang dicintainya.

Greha menyadari itu.

Walau Nila entah masuk dalam kategori cemburu atau tidak, yang jelas gadis itu menangis karena tidak tega melihat Dafa yang telah ia sukai sejak kelas sepuluh itu terkena masalah seberat ini.

"Jadi lo suka sama dia walau jarang banget papasan?" Rini bertanya dengan mata membulat. "Kok lo bisa begitu, yah?"

Nila menyeka air matanya perlahan. "Aku suka sama Dafa sejak MOS."

Greha menghela napas.

Ia akui, jika dibandingkan dengan Rini, Nila ini tidak banyak bicara, paling kalem, dan lebih tenang dari Rini ataupun Greha sendiri. Satu lagi, Nila ini pandai menyembunyikan perasaan dan isi hatinya. Hal itu terbukti dengan gadis itu yang membiarkan hanya dia dan Tuhan saja yang tahu soal perasaannya, sedangkan Greha dan Rini tidak mengetahui hal itu sama sekali.

Entah karena Nila yang terlalu lihai menutup-nutupi perasaannya ataukah Rini dan Greha yang sejak awal tidak menyadarinya sama sekali.

"Jadi lo mau apa dan bagaimana sekarang? Kalau lo mau marah, sedih, lo rasa semua itu berguna?", cecar Rini. "Kalian tahu? Gue dulu pernah dengar seseorang, dia menyampaikan, 'kalau kamu punya cinta pertama, ungkapkan saja. Bukan untuk menjadikan dia kekasih, tapi membuat kalian tidak lagi sakit hati dan bisa lega karena tidak perlu lagi memendam rasa.' Dan sekarang gue sadar, terlalu lama memendam rasa pada seseorang dampaknya bisa kayak kejadian yang Nila alami sekarang."

Ucapan Rini membuat perasaan sesal yang dirasakan Nila semakin membesar. Ia sudah mengatai dirinya sendiri dengan sebutan orang bodoh. Harusnya ia lebih berani memberi tahu pada Dafa, agar tangisnya hari ini tidak tumpah. Namun, nasi sudah menjadi bubur.

Bagaimanapun Nila berusaha, segalanya akan terasa konyol dan sia-sia saja.

"Nggak semua orang bisa ngungkapin perasaan lewat kata-kata, Rini. Jangan disama ratakan. Lo tau sendiri Nila ini orang nya gimana? Lagian dia sepupu lo."

Rini menghela napas. "Lo emang bener, Gre. Tapi apa iya kalau dia dari dulu bilang perasaannya, itu jadi indikasi kalau si Dafa kudu jadi pacarnya? Enggak. Ini cuma masalah perasaannya bisa lega, gitu. Nggak perlu nyesek-nyesek karena cinta dalam diamnya."

Nila berusaha tegar. Ia tersenyum tipis, menatap dua teman baiknya secara bergantian. "Makasih kalian udah mau dan peduli sama kondisi aku sekarang. Dan soal Dafa, aku berusaha buat ngelupain dia sejak setahun lalu, karena nggak mungkin banget dia juga suka balik sama aku. Palingan aku cuma bisa mandangin dia dari jauh. Ibaratnya, aku minta bintang sama orang tuaku, sesulit itu aku bisa dapat timbal balik dari rasa cintaku."

Ada rasa prihatin yang memenuhi rongga dada Greha dan Rini. Nila yang tidak pernah neko-neko dalam hal menginginkan sesuatu justru harus disiksa karena perasaan terpendamnya. Beda cerita dengan Rini yang punya hubungan dengan beberapa pemuda dan semuanya berakhir kandas, dan Greha yang tidak pernah punya pengalaman berpacaran tapi menjadi sasaran aksi tidak senonoh Mike, semuanya punya cara penyelesaian sendiri-sendiri.

"Nila, dengerin gue." Greha menatap Nila serius. "Gue tau, lo pasti merasa susah dan nyesek sama situasi sekarang. Tapi gue boleh minta satu hal? Lo harus bahagia, lo nggak boleh mikirin hal yang bikin lo sedih terus. Lo orang baik, Nila. Beruntung banget orang yang bisa lo cintai, dan mencintai lo balik. Untuk saat ini, biarkan segalanya berjalan sesuai ketentuan yang diatas, lo hanya perlu bahagia. Itu aja."

Tangis Nila kembali tumpah, dan ia langsung memeluk tubuh Greha, menggumamkan rasa terima kasihnya beberapa kali.

***





Things You Never Say To MeWhere stories live. Discover now