5

131 23 2
                                    

Nila menatap lekat Greha saat ini. Ia sudah tahu kejadian buruk yang menimpa Greha di diskotik dinihari tadi. "Aku kan udah bilang, nggak usah ikut-ikut sama Rini! Kamu tuh mending ngelakuin apapun yang aman! Rebahan kek, makan kek, nggak usah ikut-ikut Rini!"

Nila geram sebab Greha mendapat perlakuan buruk. Ia membayangkan bagaimana tidak nyamannya Greha saat di sana. Nila yang mendengar cerita Greha sudah kepalang jengkel, bagaimana dengan Greha yang mengalaminya sendiri?

"Maaf, tapi gue sama sekali nggak pernah nyangka kalau hal kayak gitu terjadi sama lo, Gre. Gue minta maaf," kata Rini mengerucutkan bibir. Jika ia bisa memutar waktu, ia akan menampar bolak-balik wajah pria itu. Bagaimanapun, kejadian buruk yang menimpa Greha juga karena dirinya.

Sejak tadi Greha diam saja. Ia tidak berminat membalas omongan siapapun. Semenjak kejadian semalam, Greha dihinggapi perasaan bersalah sebab bohong pada keluarganya, dan juga merasa sangat hina sebab tubuhnya menjadi objek pelecehan pria yang tidak dia kenal.

"Kamu jangan diam aja dong, Gre!" Nila berkata dengan nada gemas.

Greha berdecak. "Ya terus gue harus bagaimana? Mau marah juga nggak ada gunanya. Mau gue nangis darah sekalipun, kejadian buruk itu nggak semudah itu dihilangkan dari pikiran gue."

Rini dan Nila saling berpandangan. Sesekali Nila memberi tatapan menusuk pada Rini, yang hanya ditanggapi Rini dengan ringisan pelan. Greha begitu tak bersemangat di mata mereka.

Tak lama, Greha bangkit dari duduknya. "Gue mau ke kantin dulu, mau beli pulpen. Kalian mau nitip sesuatu?", tanya Greha.

Nila mengangguk. "Aku nitip susu kotak rasa coklat. Ini uangnya," katanya sembari menyodorkan uang pecahan lima ribu rupiah pada Nila.

"Lo, Rin?", tanya Greha lagi.

"Teh botol aja."

Setelah menerima uang dari Rini, Greha berlalu. Ia berpapasan dengan beberapa teman sekelasnya yang lain, yang hanya dibalas senyum tipis saja oleh Greha. Suasana hati Greha diuji dengan perasaan tidak nyaman saat sekarang ini.

Sepanjang melangkahkan kaki,wajah Greha murung. Ia mulai merenungi sikap-sikap keras Mamanya dalam urusan pergaulan. Greha merasa, Mama berusaha melindungi mereka berempat dengan caranya sendiri, sebab Mama adalah wanita karier yang teramat sibuk.

Saking sibuknya melamun, Greha tidak melihat sekitaran. Ia melangkah saja tanpa perasaan was-waa dan hati-hati. Sampai kepalanya menubruk punggung siswa lainnya yang berada di depannya.

"Eh, maaf-maaf!", kata Greha dengan ringisan pelan. "Gue nggak sengaja."

Siswa itu berbalik.

Hal pertama yang Greha lihat adalah kedua mata siswa itu yang sempat menyipit menyorot sosok Greha. Greha merasa risih dan sedikit tersinggung karena tindakan itu. Ia baru saja hendak meledakkan amarah, tetapi urung sebab siswa itu sudah memakai kacamatanya lebih dulu.

Ah, ternyata itu sebabnya pandangannya kayak sinis gitu ke gue.

"Ah, nggak papa! Gue juga tadi teledor soalnya berdiri di tengah jalan."

Greha mengerjap. "Sekali lagi gue minta maaf, yah. Gue duluan."

Greha akhirnya berlalu. Begitupun dengan siswa yang tak sengaja ia tubruk sebelumnya. Tapi, satu hal yang Greha tahu dari pemuda itu.

Namanya Dirgantara Wasupati.

***

"Kalem dulu, Bang!", kata Ayres mengusap pelan pundak Dirga.

Elang, Hara, dan Dipa kompak melirik satu sama lain. Wajah Dirga sudah sangat frustasi. Mereka mengerti sebab Dirga terlihat seperti itu. Karena teman sekelasnya yang berandal itu--Dafa.

Things You Never Say To MeKde žijí příběhy. Začni objevovat