17

69 15 4
                                    

Kata Emira, Mama akan pulang dalam kurun waktu tiga hari.

Namun kenyataannya, Mama akan berada di luar kota selama seminggu lebih.

"Iya, Ma. Emira bakal bagian adik-adik, kok. Iya, Mama jangan lupa makan. Wa'alaikumussalam."

Greha menghela napas.

Baru kali ini Mama pergi dari rumah dalam kurun waktu yang cukup lama. Biasanya, paling lama Mama mengurus pekerjaan di luar maksimal lima hari. Namun Greha berusaha memahami. Kali ini Mama mungkin benar-benar sibuk dengan pekerjaannya.

"Mbak Emira, Mbak Yola mana? Tumben jam segini belum pulang," tanya Greha melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah enam sore.

"Itu dia, Gre. Dia nggak ada ngabarin gue sama sekali. Nggak WA, nggak menelpon. Jujur gue panik banget," jawab Emira.

Greha paham mengapa Emira bisa sepanik itu.

Emira adalah tangan kanan Mama. Mama sepenuhnya mempercayakan tanggung jawab rumah dan mengurus ketiga adiknya pada Emira. Emira harus memastikan jika ketiga adiknya dalam keadaan baik-baik saja.

Tak mau membuat Emira semakin panik, Greha menarik senyum tipis dan mengusap pundak kakaknya. "Nggak papa, bentar lagi Mbak Yola pulang kok."

Tangan Greha tidak henti mengusap lembut pundak Emira.

Seperti Emira yang khawatir dengan Yola, Greha pun merasakan hal yang sama. Apalagi Greha menyadari satu hal. Selama Mama tidak berada di rumah karena urusan pekerjaannya di luar kota, Yola juga sering sekali keluar rumah. Alasannya selalu sama.

Pergi kerja kelompok di rumah temannya.

Awalnya Greha tidak mau overthinking, karena Yola adalah kakaknya.

Namun, Greha tidak bisa menahan diri.

Di satu sisi ia berusaha percaya, mengingat di semester tiganya sekarang Yola memang sangat sibuk.

Namun, di sisi lain ia mengingat bahwa Yola adalah yang paling keras dalam menentang keputusan Mama soal pergaulan di antara mereka. Yola punya jiwa yang ingin bebas. Tidak mau dibatasi, dilarang, apalagi dikekang soal pergaulan. Jika mundur sedikit pada kejadian saat Emira kena omel sebab diantar oleh teman lelakinya yang namanya Anres itu, Yola paling kesal saat Mama memarahi Emira.

Lebih kesal dari Emira yang notabene menjadi sasaran kemarahan saat itu.

Kerja kelompok yang selalu menjadi alasan Yola agar bisa keluar rumah dengan leluasa malah menambah tingkat kecurigaan Greha makin besar.

Apa benar Yola kerja kelompok atau justru malah mengerjakan hal yang lain?

***

Dirga meringis merasakan luka akibat pecahan kaca yang menggores kulitnya kembali menimbulkan rasa nyeri. Dirga sampai menghela napas guna menahan rasa sakit itu. Ia berharap luka-lukanya bisa segera kering.

Sebab, saat Greha menatapnya ketika di sekolah, Dirga mengerti jika gadis itu mempertanyakan apa yang terjadi padanya.

Greha memang tidak bertanya langsung padanya, tapi lewat tatapannya gadis itu ... merasa cemas melihat kondisinya.

Kadang Dirga tidak suka dirinya yang mudah membaca situasi seperti itu. Ada waktu di mana Dirga ingin menjadi manusia yang tidak tahu saja tentang keadaan sekitar. Dibandingkan pura-pura tidak tahu, mending tidak tahu saja sekalian. Pura-pura tidak mengerti dengan tatapan Greha cukup menyiksa Dirga.

Setiap bertemu dengan gadis itu, Dirga bisa melihat binar sekaligus sorot tajam dari sana. Gadis itu kuat, tapi terkadang dibuat rapuh oleh beberapa hal yang memang konteksnya terdengar menakutkan. Dirga bahkan sering berpikir, apakah Greha yang ia panggil dengan nama Asa itu baik-baik saja semenjak kejadian beruntun yang melibatkan Mike sebagai pelaku utama di dalamnya?

Things You Never Say To MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang