16

68 13 5
                                    

Suasana semakin hening dan mencekam.

Apalagi, Ivana berhenti melangkah di anak tangga pertama sebab Dirga mengatakan hal yang berhasil membuatnya tercekat. Kata-kata yang dilontarkan Dirga seolah menggaung dalam kepalanya, dan menggema di telinganya. Ia tersiksa membayangkan alasan mengapa ia sangat membenci Dirga sejak hampir empat tahun lalu hingga sekarang.

Yvonne melihat Aline mendekat, wajahnya menyiratkan raut ketakutan. Aline paling tidak suka melihat pertengkaran yang terjadi di dalam rumahnya. Entah itu Sean dan Ivana, atau Ivana dan Dirga. Aline tidak pernah menginginkan keluarga seperti ini.

Berbeda dengan Yvonne yang terlihat lebih sabar dan bisa menyembunyikan perasaan sedih, berbeda dengan Aline. Bisa dikatakan, Aline menjadi yang paling emosional dan yang paling tidak bisa menyembunyikan perasaan. Apalagi, hubungan Dirga dan Ivana yang semakin hari semakin dingin, begitu menyakiti Aline.

"Ma, Dirga juga anak Mama," lirih Dirga menahan laju air matanya.

"KAMU BUKAN LAGI ANAK SAYA!", teriak Ivana dengan kedua mata memerah.

Dirga tidak tahan jika situasi ini terus menyudutkannya. Dirga benci jika ia harus sampai melampaui batas-batas lelahnya. Dirga masih ingin mengumpulkan segenap keberanian dan kesabarannya diwaktu bersamaan.

Namun ucapan Ivana membuat harga diri Dirga sebagai anak begitu diciderai. Ivana yang melahirkannya, di tubuhnya juga mengalir darah Ivana seperti halnya darah Sean yang ikut mengalir dalam tubuhnya. Apakah semudah itu tidak mengakui Dirga, padahal sudah kelas Dirga adalah anak yang ia lahirkan dari rahimnya sendiri?

Napas Dirga memburu. Tak peduli lagi dengan kedua lensa kacamatanya yang berembun dengan air mata. Hari ini Dirga memohon maaf dalam hati, sepertinya pertahanannya runtuh.

"Terserah jika Mama mau mengatakan apapun pada Dirga, Dirga berusaha tidak akan peduli." Dirga mengepalkan kedua tangannya, masih berusaha tidak menitikkan lebih banyak cairan bening dari kedua netranya. "Dirga tahu, Mama merasa dikhianati oleh keputusan yang Dirga lakukan empat tahun lalu. Tapi demi Allah, Ma, Dirga tidak punya niat untuk menyakiti Mama sedikitpun."

"DIAM!", bentak Ivana. "Tidak usah mengatakan apapun, saya tidak mau mendengarnya."

"Tapi Mama harus mendengar penjelasan Dirga." Dirga berusaha bersikap kuat dan tegas dihadapan semuanya, walau dalam hatinya ia tidak sampai hati berkata dengan nada sedingin itu pada Ivana. "Dirga tahu, Mama marah karena merasa Dirga khianati. Tapi saat itu, dan sampai sekarang, Dirga merasa tidak ada yang salah dengan keputusan yang Dirga tempuh. Saat itu, Dirga merasa telah melakukan kesalahan dan nekat mengambil keputusan yang resikonya sangat besar, dan kenyataannya keputusan itu membuat Mama sangat membenci Dirga."

Mereka semua diam mendengar penuturan Dirga. Sean bahkan sempat menahan napas, sebab ia tahu Dirga sudah tidak kuat menahan kebencian Ivana seorang diri. Ibarat bom waktu yang tinggal menunggu waktu saja untuk meledak, Dirga sudah ingin mengeluarkan isi hatinya saat itu juga.

"Dirga paham, Mama marah karena tidak terima dengan perubahan yang Dirga lakukan atas dasar hati nurani Dirga sendiri." Kepalan tangan Dirga makin mengeras. "Dirga tahu Mama marah karena Dirga tidak akan ke gereja tiap hari Minggu, Dirga tidak akan lagi merayakan natal, karena... Dirga sudah memilih agama sesuai panggilan dari hati Dirga, buka karena paksaan sekalipun, termasuk dari Papa yang sudah menjadi seorang mualaf lebih dulu daripada Dirga."

Ivana memalingkan wajah.

Karena itulah, dadanya semakin sakit, ia belum sepenuhnya merasa terima dengan apa yang dilakukan Dirga.

"Apakah dengan Dirga yang agamanya sudah beda dari Mama, Kak Yvonne, Kak Aline, menjadi indikasi kalau kita bukanlah lagi sebuah keluarga? Semudah itu hubungan darah terputus karena... kita menyembah Tuhan dengan cara yang berbeda? Semudah itu menanggalkan kasih sayang, karena kita membaca kitab suci yang berbeda. Walau sudah tidak lagi ke gereja, Dirga masih sangat peduli pada kalian. Kalian wanita - wanita hebat yang ingin Dirga jaga seumur hidup."

Things You Never Say To MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang