Pengalihan

3.5K 447 18
                                    

"Gimana ceritanya kamu bisa jadi pengawal pribadi tetap keluarga Anin?"

Arga menoleh ke Binar setelah mendengar pertanyaan itu. Dia meletakkan botol teh yang terdapat hiasan panda di dalamnya ke tempat semula, lalu berjalan perlahan ke rak sebelah diikuti Binar. "Ayahku dulu ditelantarkan orang tuanya waktu masih bayi. Dia lalu ditemukan kakeknya Anin. Kakek Anin yang membesarkan ayahku sejak itu. Untuk membalas budi, ayahku mau menerima tawaran kakek Anin untuk jadi pengawal pribadi tetap keluarganya. Tapi, ayahku merasa balas budinya itu kurang cukup. Alhasil, dia menjadikan aku pengawal pribadi tetap keluarga Anin juga."

Binar mengambil salah satu boneka di rak, kemudian mengamati benda itu. "Kamu kelihatan cocok jadi pengawal pribadi."

"Oh, ya?"

Binar mengangguk, menatap Arga. "Kamu suka dengan pekerjaan itu?"

"Aku nggak keberatan menekuni pekerjaan itu. Apa itu bisa disebut suka?"

"Hm... kayaknya bisa. Karena kamu nggak ngerasa terbebani. Suka menurutku nggak harus ngerasa senang dalam menekuni suatu pekerjaan. Ngerasa rela juga bisa disebut suka." Mata Binar membeliak penuh ketertarikan. "Oh, iya. Kata Anin kamu punya adik perempuan."

Arga mengangguk. "Dia tinggal sama ibuku. Di luar rumah orang tua Anin."

"Adikmu mirip kamu?"

"Untuk fisik, dia mirip sama aku. Tapi untuk kelakuan, agak sedikit berbeda. Dia tipe yang nggak banyak ngomong dan pemalu."

"Dia masih sekolah?"

"Sudah kuliah." Merasa cukup membahas tentang keluarganya pada Binar, Arga mengalihkan topik pembicaraan. "Gimana dengan kamu? Kamu punya adik?"

"Aku anak tunggal." Binar meletakkan boneka di tangannya dan menggeleng-gelengkan kepala dengan tampang sedih. "Kalo kamu setelah ini nanya ke aku gimana rasanya jadi anak tunggal, aku bakal jawab rasanya bener-bener nggak enak."

"Kenapa nggak enak?"

"Kamu pasti udah sadar kalo aku tipe orang yang suka ngomong. Menjadi anak tunggal dalam keluarga, bikin aku nggak bisa banyak ngomong di rumah."

"Kan, ada orang tua."

"Rasanya kurang leluasa kalo ngobrol banyak hal ke orang tua."

"Kamu bisa ngomong sendiri."

Binar membulatkan mata dengan jenaka. "Aku nanti bisa diciduk RSJ."

Arga mengulum senyum. Dulu dia sering mengira berinteraksi dengan orang yang supel dan suka bicara akan selalu membuatnya lelah dan frustasi. Namun ternyata, tidak seburuk itu. Ketika berinteraksi dengan Binar, dia memang kadang merasa lelah. Namun, dia juga kadang merasa seperti refreshing.

Menyadari ada seorang pria yang terus mengamati tubuh Binar dengan penuh minat, kejengkelan Arga muncul. Dia merangkul bahu Binar dan melesatkan tatapan tajam. Pria mata keranjang itu langsung salah tingkah dan beralih ke perempuan di sebelahnya. Binar menoleh. Mata bundarnya mengerjap bingung atas situasi yang baru terjadi.

Arga mengerutkan kening. Dia mendekatkan bibir ke telinga Binar. "Dia dari tadi terus ngelihatin kamu. Aku nggak suka," bisiknya jujur.

Kendati mendekati Binar hanya untuk membuat Anin tetap bisa menikah dengan Lintang, tapi dia tetap tidak suka perempuan tersebut diperlakukan kurang ajar seperti tadi.

-oOo-

Lintang menutup majalah yang dia baca saat mendengar suara bel rumahnya dibunyikan. Bi Inah muncul dari balik pintu dapur. Sebelum wanita paruh baya itu berjalan lebih jauh, Lintang berdiri dan meletakkan majalah di meja. "Biar aku aja, Bik. Itu Anin. Dia barusan ngabarin mau mampir sini. Tolong bikinkan teh hangat sama bawakan camilan aja."

PerceptionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang