Cinta Bertepuk Sebelah Tangan

13.6K 1.4K 25
                                    

Suasana di dalam mobil terasa senyap dan hambar.

Binar memandang bangunan-bangunan yang berjejer di sepanjang jalan. Jemarinya lalu bergerak, mengetuk-ngetuk kaca mobil. Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Dia menarik napas dalam, tak tahan terus terkurung dalam suasana seperti ini. Suasana seperti ini jadi mengingatkannya  bahwa dia sebatang kara. Binar pun menoleh pada Lintang di sebelahnya. Pria yang duduk di jok kemudi itu masih terlihat fokus dengan jalanan di depan.

Sekarang pukul setengah sepuluh pagi. Dan mereka berdua tengah dalam perjalanan ke sebuah lokasi proyek perumahan elite, yang perkembangannya hendak ditinjau Lintang.

"Pak, boleh nyalain radio?" pinta Binar.

Lintang mengangguk. "Hm."

Segera saja tangan Binar menyalakan radio. Dia memilih-milih saluran. Lalu, mendengar suara Lintang.

"Memangnya bener ya, musik bisa menghilangkan stres?"

Dahi Binar mengerut. Heran mengapa pria itu mendadak bertanya seperti itu. Binar berhenti pada saluran radio yang memutar lagu Menyimpan Rasa dari Devano Danendra.

Ditegakkan tubuhnya di jok, menoleh pada Lintang, lalu menjawab pertanyaan pria itu, "Buat saya sih, musik memang bisa menghilangkan stres. Para ilmuwan dari University of Missouri juga setuju kalo dengerin musik itu bisa mengusir stres dan memperbaiki suasana hati. Itu karena gelombang suara dari musik yang masuk ke telinga dan udah diubah jadi sinyal listrik, mengalir ke hipotolamus otak yang langsung berkerja meningkatkan mood bahagia dopamin sambil nurunin hormon kortisol."

Tanpa menoleh, Lintang menanggapi ucapannya, "Tapi, National Institute for Occupational Safety and Health pernah bilang kalo kebisingan itu justru meningkatkan stres, bisa mempengaruhi kesehatan. Dan bisa memperburuk kondisi seseorang yang udah sakit."

Sebelah alis Binar menukik ke bawah. "Bapak ini penderita Hiperakusis, ya?"

Lintang langsung memutar kepala padanya. Raut mukanya terlihat kaget. "Apa? Nggaklah."

"Kok nggak terima gitu musik bisa mengusir stres?"

"Bukan nggak terima, saya cuma nggak percaya," koreksi pria itu, lalu beralih ke depan. "Soalnya kemarin malem saat di lampu merah, saya lihat ada perempuan yang kelihatan dalam keadaan emosi, dengerin musik dengan volume tinggi dan joget-joget nggak jelas di dalam mobil. Perempuan itu seolah percaya musik bisa menghilangkan stresnya, tapi dia justru jadi kayak penghuni abadi rumah sakit jiwa."

Mata Binar mengerjap-ngerjap. "Yang Bapak maksud itu saya?" tanyanya, sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Iya." Lintang menoleh. "Waktu itu kamu mau ke mana? Clubbing? Biar proses mengusir stres bisa berjalan lancar?"

"Nggak clubbing. Cuma mau nemuin temen," ucap Binar, jujur.

Waktu itu, dia memang hendak menemui teman satu apartemennya yang bernama Hana di pom bensin untuk memberikan nasi bebek. Benar Binar suka mendengarkan musik, apalagi di saat dia sedang dalam keadaan emosi seperti kemarin malam. Namun, dia tak pernah minat untuk clubbing. Baginya, clubbing hanya membuang-buang uang. Sudah dia rasakan mencari uang itu begitu sulit.

"Temen cowok?"

Mendengar pertanyaan dengan nada penuh keingin tahuan itu, Binar menaikkan sebelah alis, kemudian menarik sudut bibirnya membentuk senyum miring. "Kepo!"

Terlihat kesal, Lintang beralih ke depan dan mengerem mobilnya mendadak. Membuat Binar otomatis terpental ke depan. Wanita itu menatap geram Lintang. "Kalo mau bunuh saya, pake cara yang lebih keren dikit, Pak!"

PerceptionWhere stories live. Discover now