9

16 8 1
                                    

Aku mulai bosan membaca. Lagi pula, sudah lumayan lama juga aku duduk membaca di tempat ini. Tiga buku tebal-tebal sudah kuhabiskan. Khu khu khu, aku memang anak yang rajin membaca!

Keluar dari ruang baca, aku merasa tak ingin langsung beristirahat di kamar, jadi aku memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar sini. Rumah Penyihir Sensian ternyata tak terlalu besar, terdiri dari dua lantai dan aku sekarang ada di lantai bawah.

Pintu kamar yang kutempati terhubung dengan sebuah koridor kecil dengan dinding bercat putih. Selain kamarku dan ruang penuh buku tadi, ada tiga pintu kayu lain di koridor ini. Aku tak tahu---dan tak berniat untuk tahu karena sepertinya membosankan---ruangan apa yang ada di baliknya.

Kamarku ada di ujung kiri koridor. Ujurng koridornya terhubung dengan sebuah ruangan yang tidak ditutupi oleh pintu. Aku segera mengetahui bahwa tempat ini adalah ruang makan ketika masuk ke dalam. Meja bundar dan kursi yang mengelilingi menjadi pusat ruangan, aku duduk di salah satu kursi.

Mungkin karena melihat ada orang yang datang dan duduk, tiba-tiba salah satu gelas yang tadinya tersusun rapi di meja persegi panjang di ujung mulai naik dan terbang ke arahku.

"Shu, shu, dasar sihir!" omelku. "Aku sedang tak ingin minum, kalau mau minum bisa ambil sendiri, kok!"

Si gelas menurut, kemudian berbalik dan kembali. Huh, bikin repot saja! Bayangkan jika sihir tak ada di dunia ini, hidupku akan lebih tentram karena tak akan terganggu dengan benda-benda yang datang dengan sendiri lagi. Memang sihir menyusahkan! Pokoknya bikin sengsara! 

Sudah merasa tak nyaman setelah kejadian gelas tadi, aku keluar dari ruang makan dan berpikir untuk kembali ke kamar. Berjalan dalam keheningan, aku tiba-tiba memikirkan sesuatu.

Sejak keluar dari ruang baca tadi, hawa keberadaan Penyihir Sensian tak kurasakan sama sekali. Kemungkinan besar, dia sedang berada di lantai dua atau malah sedang di luar rumah.

Artinya kalau begitu ... ini kesempatan yang bagus untuk mencoba kabur! Mwahahaha ....

Karena memang tak membawa apa-apa ke rumah ini selain badan, pakaian yang kukenakan, dan dompet yang bertengger setia di celana---tasku dibuang Penyihir Sensian karena katanya isinya tak penting dan cuma memenuh-menuhi kendaraan---aku langsung menuju pintu keluar tanpa mempersiapkan apa pun. Aku bahkan tak tahu pintu keluar di mana, hanya berjalan ke arah yang berlawanan dari jalan menuju ruang makan tadi.

Sampai di ujung koridor satunya, sekali belok kiri karena itu satu-satunya jalan, mataku sudah bisa melihat pintu kayu yang ada di ujung sana. Di sampingnya terdapat jendela yang tertutup tirai. Hmm, aku yakin ini pintu keluarnya! Kebebasan sebentar lagi akan kuraih.

Oke, aku hanya tinggal melewati koridor yang satu ini dengan selamat. Kupercepat langkah kaki, tapi tetap berusaha menapak selembut mungkin agar tak menimbulkan suara gaduh. Pintunya makin dekat, makin dekat, makin dekat ....

Dan tiba-tiba saja, salah satu pintu yang ada di dinding sebelah kiri dibuka dari dalam. Langkahku melambat seiring dengan mulai tampaknya sosok yang sedang membuka pintu saat ini.

"Hoi, mau ke mana lari-lari begitu? Sudah kubilang kan, jangan banyak bergerak, dasar bebal. Padahal ini untuk tubuhmu juga."

Tubuhku dikunci lagi. Sekarang diriku bergerak sendiri, berbalik arah dan berjalan di sepanjang koridor.

"Masalah pintu keluar ... kaupikir aku tak membuat pengamanan tambahan apa?"

Witch's HouseWhere stories live. Discover now