20

11 7 0
                                    

Mata Penyihir Sensian perlahan terbuka. Pak Rio maju dengan sigap, lalu membantunya untuk duduk. "Hati-hati, Roland."

"Oh, sudah bangun," katanya dengan napas yang belum stabil ketika melihat sosokku. "Anak bandel, kabur, melewati sesi pengobatan, sihir jahat lepas, membuat susah, jadi repot." Aku menunduk, agak merasa bersalah. "Tapi itu, tidak penting."

Pak Rio mengangguk. "Pihak musuh mulai melancarkan serangan mereka beberapa jam yang lalu. Yah, sebenarnya itu bukan serangan pertama mereka, karena kamu dan sepasang suami istri yang sebelumnya sempat dirawat di sini juga merupakan bagian dari serangan mereka."

"Aku?" Alisku menekuk. "Walau sering melawan dan mencoba kabur, tapi jujur aku bukan mata-mata atau pengkhianat!"

"Bukan begitu." Suara Penyihir Sensian makin lama makin terdengar ringkih, tetapi dia tetap berusaha untuk menjelaskan. "Ledakan cahaya, ternyata dari roh sihir, mereka kerja sama, dengan musuh kita, makhluk luar angkasa."

"Ma-makhluk luar angkasa? Yang bertahun-tahun lalu menyerang, sehingga penyihir perlu membantu manusia untuk mengusir mereka? Kenapa mereka datang lagi?"

"Mungkin mereka belum menyerah," kali ini Pak Rio yang menjawab. "Dan kali ini, kami tak bisa mengusir mereka dengan mudah, karena alien-alien itu beraliansi dengan roh sihir."

Roh sihir ... tiba-tiba mengingatkanku pada sesuatu. "Tunggu, jangan-jangan, aku tiba-tiba bisa sihir belakangan ini ... karena aku terpapar sihir milik roh sihir?" Penyihir Sensian mengangguk. "Harusnya kau tahu tentang ini sejak memeriksa dan mengobatiku, bukan? Kenapa---"

"Ada alasannya, ini bukan saatnya, membicarakan itu. Sudah terlalu banyak mengobrol. Kesampingkan dulu bingungmu, aku punya sebuah misi, untuk kau jalankan. Mendekatlah."

Aku kemudian berdiri di samping kasur Penyihir Sensian. "Misi ... apa?"

Lelaki mungil yang terbujur kaku itu menggerakan tangan kanannya perlahan, lalu menggunakannya untuk menggenggam tanganku. Kurasakan seperti ada aliran energi mengalir melalui telapak tanganku.

"I-ini sedang apa?" tanyaku was-was.

"Hukumanmu, karena, merepotkan."

Alirannya berhenti tak lama kemudian, bersamaan dengan lepasnya genggaman tangan Penyihir Sensian. Lelaki itu tak berbicara atau pun bergerak lagi setelahnya.

***

Aku duduk di jok paling depan, di sebuah bus yang melintasi jalanan dalam gelapnya malam---ternyata aku terbangun di tengah malam, tadi otakku baru tersadar mengenai waktu. Bus ini tadi berhenti sebentar di depan Rumah Penyihir sensian, sepertinya sengaja untuk menjemputku dan Pak Rio.

Seisi bus dipenuhi oleh remaja seusiaku dan beberapa orang dewasa. Ketika kutanya Pak Rio, dia menjawab bahwa mereka adalah orang-orang dari pelatihan penyihir, remaja seusiaku yang belum diperbolehkan menggunakan teleportasi, sehingga perlu memakai transportasi.

Walau ini bus, tetap saja rasanya seperti bukan menaiki bus yang biasa kugunakan untuk berpergian. Kecepatannya gila-gilaan, mungkin sepuluh kali lebih cepat. Walau kecepatannya bertambah banyak, di dalam seperti tak terdampak apa-apa, semuanya serasa seperti menaiki bus biasa tanpa adanya guncangan tambahan dan lainnya.

"Coba konsentrasi lagi!"

Sejak tadi, aku melatih sihirku di bawah pengawasan Pak Rio. Ternyata, tadi si Penyihir Sensian malah mewarisiku sihirnya sebagai hukuman. Tapi aku heran, kenapa dia malah mewarisiku sihirnya? Bukankah dia sudah tahu bahwa aku tak mau jadi penyihir?

---Tapi entah kenapa, kebencianku terhadap penyihir hilang ketika bangun dan menghadap Penyihir Sensian, mungkin efek merasa bersalah terhadap penyihir karena telah kurepotkan?

Selain itu, menurut Pak Rio, tindakan Penyihir Sensian memberikan energi sihirnya ini bisa membahayakan tubuhnya sendiri. Sebelumnya, energi sihir dalam tubuhnya sedang berperang lawan sihir jahat milik roh sihir. Kalau energi sihirnya diberikan ke orang, yang tersisa untuk melawan sihir jahat hanyalah jiwanya sendiri, dan itu sangat membahayakan.

Mengambil risiko membahayakan jiwa sendiri, kenapa Penyihir Sensian malah melepaskan kekuatannya? Terlebih lagi diwariskannya ke diriku, yang tak mau jadi penyihir dan tak berpengalaman sama sekali.

Witch's HouseWhere stories live. Discover now