21

15 6 3
                                    

"Jangan bertingkah, jangan jalan jauh-jauh, ikuti aku terus."

Aku hanya mengangguk. Aku cukup tahu diri untuk tak bertingkah dan menyesatkan diri sendiri di dalam gedung sebesar ini, terlebih lagi tak ada siapa pun yang kukenal selain lelaki besar di depanku ini.

Kami dikumpulkan di gedung yang berfungsi sebagai tempat pelatihan penyihir. Mirip gelanggang olahraga milik manusia pada umumnya, luas dan di tempat yang tertutup, tetapi ada beberapa peralatan yang cukup asing di mataku, sepertinya alat-alat yang mereka gunakan untuk latihan.

Gedung ini kutaksir penuh dua pertiganya, berisi penyihir yang berlalu lalang dan membentuk kelompok-kelompok kecil, seperti sedang berdiskusi. Aku sejak tadi mengikuti Pak Rio, menerobos di sela-sela kerumunan, menuju area yang terlihat seperti panggung kecil di ujung dengan beberapa penyihir dewasa berdiri di atasnya.

Ketika kami sampai di hadapan penyihir-penyihir itu, Pak Rio membungkuk untuk memberi salam ke wanita yang telah menyadari kehadiran kami. Aku ikut membungkuk. "Salam hormat, Jendral Lavender."

Tunggu ... sepertinya aku mengenali wanita ini. Masih cukup muda ... berambut coklat .... Ah, ini teman Penyihir Sensian waktu itu! Ternyata dia orang penting, ya?

"Saya minta maaf atas keterlambatan dan terpisahnya saya dari rombongan divisi sains, saya tadi ikut dengan bus karena sekalian menjaga dan melatih anak ini, dia ...." Pak Rio berhenti sejenak, sepertinya sedang memilih kata yang pas.

Wanita itu mengangguk. "Aku sudah tahu mengenainya, anak di bawah pengobatan Roland, manusia yang tiba-tiba bisa sihir. "

"Saya senang Anda telah mengenalnya. Mengenai Roland, seperti yang saya laporkan terakhir kali, dia sakit berat setelah menyerap energi jahat. Saya sudah bilang padanya untuk beristirahat saja dulu, tidak usah memikirkan mengenai perang ini. Tapi, di detik akhir, dia malah ...."

"Memberikan sihirnya ke anak ini, kan? Aku dapat merasakannya." Jendral Lavender menghela napas, kemudian mendekat ke arahku. "Lakukan yang terbaik sebisamu, jangan sampai sihir yang diberikan Roland sia-sia. Aku juga tak tahu pasti apa motif Roland melakukan ini, tetapi aku yakin dia tak akan pernah melakukan hal yang sia-sia."

Dibegitukan, aku jadi semakin gugup. Sejak berlatih dengan Pak Rio tadi, aku baru menguasai dasar mengenai sihir yang cukup mudah dibanding yang lain, sihir pelemah. Akan tetapi, tetap saja aku belum menguasai sihir pelemah tinggat menengah dan tinggi yang akan digunakan nanti, karena memang susah sekali.

Kuharap, setidaknya aku tak mengacaukan apa-apa.

***

Yang tadinya menyebar secara acak dan berkerumun, kini sudah rapi berbaris. Semua terdiam, hanya ada satu sumber suara yang terdengar sekarang, asalnya dari lelaki kurus paruh baya yang sedang berbicara di depan.

"Tak ada waktu untuk kata-kata penyemangat, kita sedang dalam situasi sulit. Karena sekarang semua sudah berkumpul, ayo segera bersiap dan menuju lokasi masing-masing. Kelihatannya regu kecil yang kita kirim untuk menahan sementara sudah kewalahan. Memberantas monster memang penting, tapi keselamatan manusia dan kita sendiri lebih penting, jangan lupa itu."

Setelah lelaki itu---yang setelah kuingat-ingat ternyata adalah orang penting dari kaum penyihir, karena beberapa kali muncul di siaran berita---selesai berbicara, barisan-barisan yang ada langsung terpecah, membentuk kerumunan kecil yang lebih terpusat. Di barisan, aku hanya mengekori Pak Rio, karena benar-benar tak mengerti harus berbuat apa.

Pemimpin di kelompok kami adalah seorang pria dewasa---tentunya jauh lebih muda dari Penyihir Sensian---yang wajahnya serius setiap waktu. "Karena di kelompok kita ada beberapa yang di bawah umur," dia menoleh ke arahku, juga ke arah empat remaja lainnya yang tergabung di kelompok ini, "aku memutuskan agar kita membagi kelompok jadi dua dulu di perjalanan untuk sampai ke sana. Penyerang, pelumpuh, penyegel, dan medis, masing-masing satu orang ikut aku. Sisanya bersama anak-anak."

Empat orang dewasa menyebutkan posisi mereka masing-masing, menyisakan kami para remaja dan dua orang dewasa, salah satunya Pak Rio. Pemimpin kami bertanya kepadanya, "Kau bisa menyetir, kan." Dia mengangguk. "Tanpa buang waktu lagi, ayo kita berangkat."

Witch's HouseWhere stories live. Discover now