12

17 7 5
                                    

Aku terbangun di atas kasur yang terasa berbeda dari yang biasa kutiduri. Langit-langitnya juga beda, plafon kamarku warnanya putih polos, sementara di sini plafonnya terbuat dari kayu. Isi ruangannya pun begitu kosong, hanya ada kasur ini ditambah seperangkat meja dan kursi mungil di sampingnya.

Oh, iya, aku sedang berada di rumah Penyihir Sensian.

Setelah menguap dengan keras untuk mengumpulkan jiwa raga, aku menuju ruang makan. Ingin diam-diam memasak sebelum Penyihir Sensian menyodorkanku brokoli lagi.

"Ah, sudah bangun, toh."

Aku duduk di hadapan Penyihir Sensian dengan wajah datar. Rencanaku gagal. Cermin besar yang waktu itu kupakai untuk berkomunikasi dengan ibu ternyata sudah berdiri di samping kami, sedang memutar siaran yang sepertinya adalah berita lokal.

Di atas meja makan, sebuah roti sedang diolesi selai kacang oleh pisau oles yang bergerak sendiri. "Syukurlah bukan brokoli lagi!" Penyihir Sensian tertawa sebagai balasannya.

"Memangnya kau mau menghabiskan kalau brokoli? Kemarin saja ditinggal."

Aku menangkap pisau oles dan roti yang baru saja bergerak di hadapanku, lalu mengoles selai secara manual. Sebelum kena komplain Penyihir Sensian, aku langsung menjelaskan, "Mengoleskan manual lebih seru."

Dan lagi-lagi Penyihir Sensian hanya membalas dengan tawa santai. Oh, sepertinya aku harus mulai memikirkan panggilan baru untuk Penyihir Sensian. Akhir-akhir ini beliau jarang sensi.

Di tengah-tengah menikmati sarapan, tiba-tiba lelaki mungil di depanku tersentak, lalu berdiri dan berbalik.

"Mau ke mana?"

"Tiba-tiba dapat panggilan. Ada makhluk aneh yang menyerang daerah Clamford katanya. Aku pergi dulu!" Penyihir Sensian setengah berlarian, lalu masuk ke dalam kamarnya. Hee? Kalau mau pergi kenapa masuk kamar? Aku mengikuti Penyihir Sensian, masuk ke kamar yang ada di ujung koridor.

Wah ... kamarnya lumayan berantakan, ya. Banyak barang-barang berserakan di meja besar yang ada di depan kasur yang tak kalah berantakan. Penyihir Sensian sedang buru-buru mengenakan jubahnya, berdiri di atas bulatan berwarna ungu gelap di pojok ruangan, yang kutahu itu adalah lingkaran teleportasi.

---Lingkaran teleportasi itu semacam gerbang, boleh digunakan penyihir dan manusia yang sudah cukup umur untuk berteleportasi ke tempat yang cukup jauh. Dulu yang kutahu, lingkaran teleportasi cuma ini ada di beberapa titik di tempat umum, ternyata para penyihir bisa memakainya di mana saja.

"Kenapa kamu ke sini?" tanyanya gusar. "Kalau penasaran sama makhluknya, tinggal tunggu tayang di berita saja, aku harus buru-buru. Sana! Jangan sembarangan masuk kamarku lagi!"

"Cih, siapa yang penasaran sama makhluknya? Cuma bingung kenapa---"

Kalimatnya belum selesai, tiba-tiba Penyihir Sensian sudah menghilang. Sudah kuputuskan, aku tak jadi mencari nama panggilan baru.

Aku kembali ke ruang makan, berniat menghabiskan sarapanku. Reporter wanita yang sejak tadi memberitakan tentang inovasi baru salah satu petinggi penyihir---sungguh aku ingin mematikan benda ini, tetapi tak mengerti---tiba-tiba tergantikan oleh reporter pria yang sangat heboh. Aku langsung menoleh ketika dia mulai mengoceh.

"Pemberitaan hangat! Pemberitaan hangat! Tiba-tiba saja sebuah supermarket di daerah Clamford terserang monster! Menurut beberapa saksi mata di lokasi, monster ini asalnya dari dua orang pengunjung yang tiba-tiba menggila, lalu membesar dan membesar serta berubah wujud. Mereka kemudian mulai menghancurkan seisi supermarket dengan brutal ...."

Aku menaruh perhatian ke supermarket yang berada di belakang reporter. Beberapa manusia biasa berlarian keluar dari pintu depan supermarket, sementara ada beberapa sosok berjubah hitam yang masuk. Monsternya tak begitu kelihatan, karena sepertinya dia mengamuk di dalam supermarket.

"... Selanjutnya, rekan reporter penyihir saya akan menunjukkan situasi di dalam."

Gambar di cermin terganti, menampilkan suasana di dalam. Kondisi di dalam supermarket sangat kacau, toko-toko dan furnitur yang ada di dalam kebanyakan hancur---yah, penyihir bisa membetulkan semua dengan mudah, sih. Masih ada beberapa yang berusaha keluar, dibantu sosok-sosok berjubah hitam.

Monsternya tersorot beberapa saat kemudian. Ukurannya jadi lima kali lipat dibanding sosok berjubah yang sedang berkumpul dan menyerangnya dengan berbagai macam sihir. Tangan besarnya sesekali menepis api yang dilemparkan penyihir ke matanya.

Bentuk monster itu aneh sekali. Kulitnya berwarna merah, dengan mata berkilat yang memancarkan cahaya berwarna hitam. Gigi taring bawahnya membesar dengan tidak wajar sampai tak bisa disembunyikan mulut, tanduk juga tumbuh di antara rambut kekuningan yang menjulur.

Penyihir-penyihir yang sejak tadi melemparkan sihir-sihir api tiba-tiba berhenti dan berpindah ke pinggir. Sekelompok penyihir lain sudah membentuk formasi, menyatukan tangan mereka dan mengelilingi tubuh si monster. Sebelum dia sempat bergerak, mereka sudah terlebih dahulu memunculkan rantai emas dari permukaan, mengurung si monster sehingga dia cuma bisa bergeming sekarang.

Formasi penyihir yang mengelilingi si monster terpecah, kemudian barisan penyihir yang terdiri dari enam orang muncul menggantikan. Mereka kompak mengarahkan telapak tangan ke arah si monster yang berteriak dan mencoba melepaskan diri dari rantai. Perlawanannya melemah seiring waktu, seiring dengan wujudnya yang makin lama makin menyusut, menyisakan dua sosok manusia yang tak sadarkan diri.

Witch's HouseDonde viven las historias. Descúbrelo ahora