14

10 8 1
                                    

Tiga teman Penyihir Sensian akhirnya pulang. Lelaki mungil itu masuk ke kamarnya untuk beristirahat. Aku baru hendak masuk ke ruang buku ketika pintu kamar di tengah terbuka. Dua orang menampakkan diri, dalam wajah mereka tersirat kebingungan.

Tunggu ... dua manusia kurus ini ... kulit pucatnya ... mengingatkanku pada sesuatu. Dari wajahnya juga ....

"Kalian dua orang yang mengantarku dari halte?"

Astaga, dunia ini sempit sekali. Aku tak pernah menduga bahwa diriku akan disatukan lagi dengan dua orang yang sebelumnya membantuku menuju tempat penelitian sains. Bertemu lagi malah di tempat yang sangat tidak mungkin digunakan untuk menyinggung sains, rumah penyihir! Mungkinkah kehadiran mereka di sini untuk melepaskanku?

"Oh? Bocah yang harusnya kita bawa!" seru si lelaki.

Aku mengernyit. "Bawa ke mana?"

Si wanita menyikut si lelaki pelan. "Ah, haha ... bukan apa-apa." Alisku makin tertekuk. "Jadi kamu tinggal di sini? Ini di mana? Kenapa kami tiba-tiba bisa terbangun di sini?"

Aku mengangkat bahu. "Aku juga tak tahu kenapa kalian dibawa ke sini. Tunggu sebentar." Kugedor pintu kamar tempat Penyihir Sensian beristirahat. "Pasienmu siuman! Pasienmu siuman!"

"Iya, sebentar!" seru suara di dalam kamar dengan nada emosi. Aku menggedor semakin keras agar Penyihir Sensian makin kesal. Aku harusnya tahu apa hadiah dari perbuatan ini.

Pintunya terbuka, kemudian lelaki mungil yang hanya mengenakan baju kaus muncul. Tanganku tiba-tiba bergerak sendiri ke belakang punggung, kemudian tak bisa digerakkan lagi. Aku dibuat jadi seperti pencuri yang tertangkap sekarang.

"Hei!"

"Ssssh!" Penyihir Sensian mengalihkan pandangannya dariku, kemudian menatap dua orang yang makin bingung setelah melihat apa yang terjadi barusan. "Kembali ke kamar kalian, kita bincangkan di dalam."

***

Masih dengan dua tangan di belakang, aku sejak tadi menonton pengobatan ke dua orang itu. Mereka mengulurkan telapak tangan, kemudian diolesi dengan minyak dan digenggam selama beberapa saat oleh Penyihir Sensian yang memejamkan mata, terlihat sedang berkonsentrasi. Sesekali mulutnya komat kamit membaca mantra, sementara yang diobati masih dengan wajah bingung masing-masing.

Penyihir Sensian melepaskan genggamannya, kemudian menoleh ke arahku. "Sudah selesai. Siap-siap nanti giliranmu, ya."

"Aku sudah siap, kok. Tinggal lepaskan saja sihirnya, biar aku bisa mengulurkan tanganku."

Namun, lelaki itu hanya menggeleng. "Tidak sekarang, lagipula aku belum mempersiapkan bahan khususnya. Dan, sekadar info untuk memperjelas ... untukmu pengobatannya bukan di tangan, tapi di punggung."

"Eh? Kenapa begitu?" Aku mengernyit.

"Tanganmu tak akan kuat, pakai punggung saja sampai menjerit-jerit, bagaimana kalau rasa sakit itu dipusatkan di tanganmu."

Kalau dipikir-pikir, sepertinya kedua orang ini tak memperlihatkan tanda-tanda kesakitan sedikit pun ketika diobati tadi. "Hei, kenapa pengobatanku sengaja dibuat sakit? Mau menyiksaku, ya?!"

"Bukan, bodoh," sahutnya. "Memang sihir jahat di dalam tubuhnya kadarnya masih lebih pekat. Mereka berdua sihirnya sudah sempat digunakan, saat bertarung tadi sudah dilemahkan juga oleh penyihir lain. Kau kan belum sempat terpengaruh dan menggunakan sihir jahat di tubuhmu."

Aku masih belum paham. "Mereka terinfeksi sihir yang sama denganku? Bagaimana bisa?"

"Kalian bertiga ditemukan tak sadarkan diri di jalanan, tepat setelah terjadi ledakan cahaya aneh di Jalan Marikondo. Tubuh kalian berada di depan sebuah rumah yang setelah diperiksa dalamnya kosong, jadi kami masih tak mengerti siapa yang menyebabkan ini semua. Setelah diamankan, baru diketahu bahwa ternyata tubuh kalian terpapar sihir hitam dengan jumlah tinggi."

Aku terkapar di jalanan bersama mereka? Aku jujur tak ingat bagaimana diriku bisa terpapar, cuma ingat tiba-tiba aku tersadar dan bertemu dengan Penyihir Sensian dan seorang tabib.

"Itulah kenapa aku bersikeras membawamu ke sini, dan marah ketika si tabib melepaskan mereka berdua," tambahnya. "Kalau kubiarkan, sihir jahat itu bisa mengambil alih tubuh kalian, seperti yang terjadi tadi. Beruntung kalian bedua dekat, jadi menjadi monsternya bersamaan. Bayangkan kalau tiga orang bertransformasi di tempat yang berjauhan. Bisa kerepotan kami."

Witch's HouseWhere stories live. Discover now