19

13 7 0
                                    

Aku terbangun kembali di kamar tempatku biasa tidur, di rumah Penyihir Sensian. Kali ini, tubuhku tak sesegar ketika aku bangun biasanya. Yang kuingat, kemarin aku sempat kabur dan menghabiskan hari di Lembaga Penelitian Sains, lalu seterusnya lupa.

Aku mencoba bangun, lalu melemaskan tubuhku yang terasa kaku. Tak lama kemudian, kusadari bahwa simbol-simbol bercetak hitam di pergelangan tangan kananku sudah hilang, segel yang diberikan teman Penyihir Sensian tak lagi ada.

Tunggu, ini sangat sulit dicerna. Kenapa bisa segelku hilang hanya karena pergi ke Lembaga Penelitian Sains?

Aku mencoba mencari penjelasan yang masuk akal mengenai lepasnya segelku, tetapi tak kunjung kudapatkan. Seperti ada bagian yang hilang, yang menjelaskan mengapa segelku bisa lepas.

Tapi, setelah kupikir-pikir lagi, kejadian-kejadian selama dua hari belakangan memang tak logis. Dua orang yang sempat mengantarku berubah jadi monster, aku tiba-tiba bisa sihir, Penyihir Sensian membawaku menemui temannya dan aku diberikan segel, lalu ada Lembaga Penelitian Sains sekitar ini dan aku kabur ke sana. Ini terlalu seru untuk hidupku.

Jadi, ini pasti hanya mimpi! Aku sedang menjalani hari-hari pengobatan biasa di rumah Penyihir Sensian, lalu akan pulang dengan selamat ke rumah suatu hari nanti, tanpa berbelok ke tempat pelatihan penyihir atau apalah. Ya, pasti begitu! Akhirnya, segala keanehan ini terpecahkan.

Aku berjalan keluar, lalu mengarah ke ruang makan, bersiap untuk sarapan bersama Penyihir Sensian. Namun, ketika sampai di sana, yang kutemui malah seorang lelaki dalam posisi duduk, dengan kepala bersender di tangan yang dilipat di atas meja, sedang tidur. Pak Rio?

Tunggu ... kenapa tokoh di mimpiku jadi nyata? Jangan-jangan ... sebenarnya ini semua bukan mimpi?

Dengan takut-takut, kucoba mengguncang bahu Pak Rio perlahan, ingin tahu bagaimana reaksinya. Kalau memang ini semua hanya mimpi, pasti dia tak akan tahu siapa diriku, tapi kalau memang kenyataan, dia akan mengenalliku.

"Oh, ternyata kamu sudah sadar."

Artinya yang kemarin-kemarin itu kenyataan, aku kecewa. "Kenapa bapak ada di sini?"

"Tadi, ketika penutupan, kamu tiba-tiba lepas kendali dan berubah jadi monster. Seperti dua orang yang kemarin berubah di mall itu, saya rasa kamu tahu tentang mereka."

"Saya ... berubah jadi monster?" Aku mengernyitkan alis. "Apa mungkin? Penyihir Sen ... maksudku, penyihir yang merawatku di rumah ini sudah mengobatiku dari beberapa hari yang lalu, kenapa aku tetap berubah?"

"Kalau kamu menanyakan saya ... saya juga tak yakin bisa menjawab dengan lengkap karena ini bukan keahlian saya. Yang saya tahu, dari kemarin, setelah jam makan siang aura sihir jahat pelan-pelan mulai memancar dari tubuhmu."

"Oh, karena itu bapak mengawasi saya terus-terusan?"

Dia mengangguk. "Puncaknya, saat penutupan, kamu tiba-tiba perlahan berubah jadi monster. Tidak seganas dan setangguh dua monster yang sebelumnya, sih, cuma tetap saja, di lokasi hanya ada Roland dan saya yang penyihir. Untuk menyegelmu, Roland sampai ...." Pak Rio tak melanjutkan ucapannya.

"Sampai kenapa?"

"Ayo kita lihat langsung saja."

Kalau jawabnya digantung begini, aku jadi benar-benar takut. Dengan berbagai spekulasi di otak, aku mengikuti langkah Pak Rio menuju kamar Penyihir Sensian.

Pintu perlahan dibuka dan kami masuk. Di atas ranjangnya, aku dapat melihat Penyihir Sensian yang terbaring lemas dengan mata terpejam dan wajah seperti sedang menahan sakit. Warna kulitnya kini berubah menjadi keunguan, jelas tidak biasa.

"Roland mengambil resiko, dia menyerap sihir jahat yang ada di tubuhmu dan menanamnya langsung ke dalam tubuhnya. Kini, sihir baik di dalam tubuhnya sedang berperang melawan sihir jahat yang masuk."

Witch's HouseWhere stories live. Discover now