23

11 5 2
                                    

Tak disangka, ternyata sihir lemah yang kugunakan bisa membuat ketiga monster ini menjadi pasif, mereka hanya berdiri diam tanpa melakukan perlawanan sekarang. Sihirnya berhasil?

Kelihatannya ketua dan dua orang lain yang berdiri di dekatnya ikut terkejut ketika melihatnya. Mereka hanya terdiam, lalu menoleh ke arahku dengan ekspresi bingung.

Tiba-tiba Ketua seperti baru tersadar akan sesuatu, "Hei, Kaca Mata, kenapa belum menyegel?"

"Ah, iya, maafkan aku."

Pria berkacamata itu langsung mengarahkan tangannya ke arah si monster, menggumamkan sesuatu, dan tak berselang lama tiga makhluk berukuran raksasa itu roboh. Bayangan berwarna keunguan samar-samar terlihat keluar dari tubuh mereka. Aku bisa melihatnya dengan cukup jelas karena di beberapa sudut di tempat ini tersebar bola yang memancarkan cahaya, menjadi penerang di gelapnya malam.

"Kupikir tadi ... sihir pelumpuhnya tak akan bekerja, aku tak mau menyia-nyiakan tenagaku untuk menyegel monster yang belum dilemahkan," jelasnya pelan.

"Baiklah, sepertinya gerombolan monster baru belum tiba, kita berunding dulu sekejap untuk menentukan posisi penyerangan yang baru karena yang lain sudah tiba." Ketua mengajak kami duduk melingkar di tempat gadis medis tadi bekerja.

***

Ah, harusnya aku sadar! Ternyata memang ada penyegel lain selain diriku. Gadis remaja bernama Violet ini baru mengaku barusan, lalu meminta maaf karena tadi dia merasa sangat gugup dan takut, sampai-sampai tak berani maju.

Dan herannya, Ketua malah memaklumi, "Ya sudah, tidak apa. Bisa dimaklumi juga kalau takut, namanya juga masih penyihir remaja."

Memangnya aku sendiri ini apa? Penyihir kakek-kakek?

"Dan kau ...." Ketua kembali menatap ke arahku. "Siapa sebenarnya dirimu?"

"Aku?" Tak menyangka tiba-tiba diserang pertanyaan seperti itu, diriku merespon dengan kikuk. "Namaku---"

"Aku sepertinya tak pernah melihatmu di jajaran amatiran unggul di pelatihan penyihir, bagaimana bisa siswa yang punya energi sekuat dirimu tidak masuk jajaran itu? Sihir pelemah sesederhana itu, jika bisa melemahkan monster sekuat mereka, yang bahkan orang sebelunya baru bisa menanganinya dengan mantra yang cukup sulit, pastilah penggunanya memiliki energi yang besar."

"Dia sebenarnya hanya penyihir biasa," Pak Rio menyelamatkanku yang mulai kebingungan harus menjawab bagaimana. "Cuma dia dilatih di bawah pengawasan penyihir berilmu tinggi, bukan di pelatihan penyihir."

"Oh, begitu ...." Ketua manggut-manggut. "Kau pasti anak yang spesial."

Nah, ternyata Pak Rio membuat semuanya jadi lebih buruk. Harusnya dia jawab saja aku habis meminum ramuan apalah yang membuat energiku tiba-tiba meningkat drastis!---Walau aku tak tahu apakah ramuan seperti itu pernah ada atau tidak.

"Kaca Mata, kau masih kuat tidak? Masih sanggup menyegel?"

Pria berkacamata itu menggeleng. "Kalau boleh aku ingin beristirahat dulu."

Ketua mengangguk. "Baiklah, kalau begitu kalian berdua bersiap menyegel nanti." Dua remaja laki-laki yang sebelumnya berkata bahwa mereka menguasai sihir penyegel mengangguk. "Kau, lelaki penyegel yang tadi terluka, beristirahat saja dulu, tiduran kalau perlu. Jangan memaksakan diri, biarkan dua anak ini yang menjadi pelumpuh untuk sementara waktu."

"Aku boleh istirahat juga?" tanya wanita yang sejak tadi menyerang monster bersama Ketua.

"Silakan. Sudah ada dua orang penyerang lain yang baru datang juga. Dan kau ...," Ketua sekarang menghadap ke gadis seumuranku yang tadi mengaku sebagai penyihir medis, "nanti tidak usah ikut mengobati yang kelelahan di belakang, bantu kami dengan sihir pelindungmu."

"Baiklah."

"Bagus, sekarang formasi sudah terbentuk, kita bisa beristirahat dulu sejenak sebelum monster baru kembali menyerang."

Aku mendekat ke arah Pak Rio, ingin memanfaatkan waktu istirahat ini sebaik mungkin. "Ajarkan lagi sihir pelumpuh tingkat tinggi yang memunculkan rantai itu ... setidaknya ingatkan lagi mengenai sihirnya."

Baru beberapa saat mencoba melafalkan mantra sihir yang diberitahukan Pak Rio, Ketua sudah memberikan sinyal lagi. "Sepertinya mereka mulai mendekat lagi. Ayo bersiap."

Aku langsung menghentikan latihan, dan melangkah menuju posisi. Dengan jantung yang berdetak lebih kencang dari biasanya, aku kini berdiri beberapa langkah di belakang Ketua, Pak Rio, Kak Lily, dan si gadis pelindung, sejajar dengan tiga remaja lainnya.

Suara tawa mulai terdengar, aku tak yakin tawa ini asalnya dari para monster.

"Sepertinya kalian sudah mulai puas melawan monster-monster ciptaanku. Kini aku yang akan turut berpartisipasi dalam menghadapi kalian, pasti akan lebih seru!" ujar sebuah suara serak dengan lantang.

Lima---

Bukan, maksudku tujuh---

Ugh, ada yang muncul lagi. Sepuluh monster berdatangan, kehadiran mereka langsung membuat lapangan ini terasa penuh. Di punggung monster yang berada di tengah, ada makhluk aneh sedang duduk dan menatap ke arah kami, seukuran manusia tapi tidak mirip manusia, tak kelihatan seperti hewan juga.

"Maaf, tapi sepertinya kali ini tak akan ada yang bisa istirahat!" seru Ketua dengan cepat. "Formasi lengkap, sekarang!"

Orang-orang di belakang dengan cepat menyusul dan berdiri di dalam formasi, meski ada yang terengah-engah karena sepertinya masih kelelahan.

"Kita perlu tenaga penuh untuk menghadapi yang satu ini."

Witch's HouseWhere stories live. Discover now