11

15 8 3
                                    

Aku dan Penyihir Sensian saling berpandangan selama beberapa saat. Mulutku masih terbungkam walau sudah lepas dari pengaruh sihir, sementara hanya tatapan kosong yang dapat dipancarkan mata beriris hitamku.

Itu tadi ... kok bisa?

"Kamu diam-diam penyihir, ya?" pertanyaan Penyihir Sensian mengakhiri keheningan.

"Bukan!" Jelas saja aku bukan penyihir! Kedua orang tuaku jelas manusia, selalu menghadap kantor sihir terdekat ketika terjadi masalah terhadap barang-barang sihir di rumah. Mereka juga tak pernah melakukan pertemuan dengan penyihir-penyihir, kok.

Dia bergumam sendiri beberapa detik kemudian, "Ya ... memang tidak mungkin. Aku kenal semua keluarga penyihir di negara ini, dan sepertinya dia bukan salah satunya."

"Mungkin memang sihir Anda yang tak cukup kuat," timpalku. "Makanya bisa tiba-tiba putus."

"Enak saja!" Tiba-tiba tubuhku digerakkan lagi secara paksa. "Coba lepas dari sihir ini sekarang."

Aku memikirkan bahwa diriku terlepas dari sihirnya, sambil mencoba menggerakkan tanganku. Hanya mulutku yang sedari awal tak dikendalikan yang bisa memberi jawaban, "Tidak bisa ...."

"Hmm ...." Penyihir Sensian melepas sihirnya beberapa saat kemudian. "Aneh. Tapi aku yakin itu tadi terjadi karena sihir ...."

"Pasti cuma karena sihirnya tak cukup kuat lalu hilang konsentrasi."

Penyihir Sensian tak mengindahkanku, lanjut berbicara dengan dirinya sendiri. "Tapi dia itu manusia. Memangnya bisa tiba-tiba punya sihir?"

"Sudah kubilang, itu karena dirimu kurang becus mengendalikan sihir saja!" aku memperbesar volume suaraku. Akan tetapi, dia tetap fokus dengan pemikirannya sendiri.

"Masalah seperti ini sebaiknya kutanyakan kepada yang lain, mungkin mereka pernah menangani kasus serupa ... sihir yang tiba-tiba muncul."

"Hei, hei, aku betulan diabaikan, nih?"

Dan Penyihir Sensian keluar dari ruang makan, meninggalkanku bersama brokoli-brokoli menjijikkan ini. Ugh, tapi aku tetap harus makan.

Aku menemukan dapur ketika membuka salah satu pintu yang tersambung dengan ruang makan ini. Beruntungnya, di lemari penyimpanannya ada daging ayam. Lidahku terselamatkan dari brokoli malam ini.

***

Sehabis makan malam, aku mampir dulu ke ruang buku. Saat makan tadi, aku berusaha tak memikirkan mengenai sihir yang tiba-tiba ada di tubuhku, tetapi sulit sekali. Baru kali ini aku merasa sebegininya penasaran, dan punya dorongan yang besar untuk membaca buku.

---Bukan berarti buku-buku sebelumnya tak kubaca dengan keinginan yang kuat. Hanya saja ... biasanya, aku cuma merasa harus membaca dan membaca terus.

Aku mulai menjelajahi rak-rak yang ada di ruangan ini. Buku tentang sejarah sains ... buku tentang hewan ... buku tentang tumbuhan ... buku tentang mesin ....

Ah, mengapa semua buku di sini sepertinya tentang sains? Padahal aku sedang mencari buku mengenai manusia yang tiba-tiba bisa menggunakan sihir. Dipikir-pikir, aku tak bisa mencari buku yang memuat tentang sihir sama sekali malah. Ugh, ini membuatku frustrasi, disaat aku ingin membaca tentang sihir malah disuguhi tumpukan buku yang semuanya mengenai sains.

Eh, tunggu ....

Sepertinya ada yang aneh.

Kenapa tiba-tiba aku kembali tertarik mencari buku mengenai sihir? Apakah kepalaku sempat terbentur? Apakah kau melihatnya? Di mana?

Ah mungkin ini normal, aku hanya ingin memastikan kalau aku tidak harus berhubungan dengan sihir setelah kejadian ini. Iya, karena itu! Aku masih suka membaca buku tentang sains, kok.

Masih, kok.

Aku membaca salah satu buku mengenai tumbuhan yang ada di dekatku, judulnya anatomi tumbuhan. Kududukkan diriku di lantai, kemudian mulai membuka sampulnya dengan agak berat hati. Kubaca pelan-pelan, walau banyak halaman yang sekadar kulihat karena tidak mengerti.

Dan aku kembali menemukan semangatku untuk belajar sains di pertengahan membaca. Apa itu sihir? Aku jadi malas mencari buku tentang manusia yang tiba-tiba bisa menggunakan sihir sekarang.

Witch's HouseWhere stories live. Discover now