Prolog

752K 29.8K 2.1K
                                    

FOLLOW SEBELUM BACA.

FOLLOW AKUN IG: @jiaathe

Yok absen nemu cerita ini dari mana!

Dan aku doain semoga kalian baik-baik aja setelah baca cerita ini ehehhe. Tahan emosi, tarik nafas dalam, hembuskan. Kalian akan di buat emosi titik tertinggi. Siap-siap:)

Selamat membaca!

******

Suara dentuman musik menggema di mana-mana, lampu berkelap-kelip menyorot orang-orang yang meliukan tubuhnya tanpa malu di lantai dansa, di penjuru ruangan di penuhi sepasang kekasih yang bercumbu dengan mesra.

Club malam yang lumayan terkenal itu, kini sangat padat.

Suasana seperti ini sudah menjadi makanan sehari-hari untuk pria yang saat ini sedang duduk di depan meja bar dengan gelas berisi minuman di tangannya, pria itu Davin Askaraja, pria tampan yang sedang menunggu mainan datang sendiri padanya.

Hanya dengan satu senyuman, seorang gadis seksi berpakaian minim berjalan ke arahnya dengan pandangan lapar, ia langsung duduk di kursi samping Davin.

"Sendiri?" tanya gadis itu dengan suara yang agak keras agar tidak tertutup suara musik kencang yang terdengar.

Davin mengangguk, ia menarik kedua sudut bibirnya, membentuk senyum manis, yang membuat wajah tampannya terlihat semakin menawan, ia meletakan gelas di tangannya kemudian menatap sepenuhnya pada gadis dengan dress biru ketat di depannya.

"Mau nemenin?" tanya nya dengan seringaian nakal.

Gadis itu balas tersenyum, ia mengulurkan tangannya. "Gue Merta, lo?" tanyanya dengan suara yang di manjakan.

Davin menjabat tangan Merta. "Gue Davin," ucapnya dengan suara berat yang mampu membuat bulu di sekitar leher Merta meremang. Pria ini memiliki aura yang kuat dan kental.

Davin mengarahkan tangan Merta ke bibirnya kemudian mengecupnya, membuat pipi Merta memerah. Merta tersenyum kecil. Ia memajukan kursinya agar lebih dekat dengan Davin.

Pria itu menggumam membuat Merta mengerutkan keningnya. "Kenapa?"

"Gimana kalo duduk di sini aja, biar lebih deket?" Davin menepuk pahanya dengan senyum nakal.

Merta mengangguk semangat, ia langsung naik ke pangkuan Davin, melingkarkan tangannya di leher pria itu, ia memandang wajah tampan Davin yang terpampang nyata di depannya. Matanya kemudian turun ke bibir Davin, membuat seringaian pria itu semakin lebar.

Davin mendekatkan kepalanya, kemudian menempelkan bibir mereka, melumat bibir tebal yang di lapisi lipstick merah itu dengan buas, Merta menyeimbangi permainan mulut Davin, mereka terlibat ciuman yang semakin panas.

Davin melepaskan tautannya kemudian mencium leher putih Merta, menggigitnya kecil hingga membuat Merta sedikit mendesah, Merta menatap leher belakang Davin kemudian menjauhkan kepala nya. Ia memandang bola mata tajam Davin dengan ekspresi manja.

"Tato, lo buat tato di punggung lo?" tanya Merta seraya menunjuk sedikit tato yang mengintip di balik belakang leher Davin.

Davin mengangguk. "Mau liat tato gue yang lainnya?" tanya Davin dengan senyum penuh arti.

"Boleh."

Jawaban dari Merta membuat Davin langsung menggendong gadis itu dan membawanya pergi, menaiki tangga dan menuju salah satu kamar. Pria itu menarik sudut bibirnya, malam ini ia akan puas.

Seorang gadis yang mengenakan pakaian paling tertutup di antara orang yang datang di sana melihat semua itu dengan tatapan nanar. Lagi, ini bukan pertama kalinya ia melihat Davin mencium wanita dan membawanya ke kamar.

Sudah tidak terhitung berapa jumblahnya, gadis yang duduk tak jauh di belakang tempat Davin duduk tadi itu menghela nafas, ia memegang dadanya, sakit, meskipun ini sudah kesekian kalinya, rasanya masih sesak.

Cemburu, sudah jelas, ia menyukai Davin sudah sangat lama. Dan melihat Davin bersama gadis lain meskipun hanya satu malam, tetap saja membuat nya merasa sakit. Sayang sekali, ia terlalu culun untuk mengutarakan perasaannya pada pria tampan itu.

Yang bisa ia lakukan hanya membuntuti pria itu ke club, menyaksikan pemandangan menyesakan itu terus menerus, hanya agar bisa melihat wajah Davin sedikit lebih dekat. Di sekolah, jangankan untuk melihat Davin, bertemu Davin saja rasanya sangat sulit, oleh karna itu ia melakukan hal bodoh ini.

"Jeyra ... "

Gadis itu menoleh saat namanya di panggil, ia menatap seorang laki-laki tampan yang menggunakan kaos hitam dan celana jeans, yang kini memandangnya dengan tatapan tidak terbaca.

"Rafa?" panggil Jeyra.

"Lo buntutin temen gue lagi, Jey?" tanya pria dengan rambut yang di cat kuning kecoklatan itu.

Jeyra, namanya Jeyra Kalisha, gadis berwajah cantik dengan rambut sebahu yang selalu di kucir satu. Meskipun cantik namun ia tidak populer, karna Jeyra suka menyendiri, dan orang-orang selalu menganggapnya gadis yang membosankan.

"Iya," jawab Jeyra pelan.

"Davin udah masuk ke kamar?" tanya Rafa. Rafa sudah sangat hafal dengan kebiasaan sahabatnya itu.

Jeyra mengangguk pelan. "Udah, sama cewek yang beda lagi."

Rafa menghela nafas. "Mau sampe kapan lo lakuin ini?" tanya Rafa.

Jeyra tersenyum kecil. "Gak tau."

Rafa memandang gadis itu nanar, Rafa merasa kasihan, sudah hampir 3 tahun Jeyra melakukan ini dan ia selalu menjadi saksi, Rafa tau, rasanya pasti sangat sakit melihat orang yang di sukai, ciuman bahkan tidur dengan gadis lain.

"Ayo, gue anter pulang," tawar Rafa.

Jeyra menggeleng, ia beranjak berdiri. "Lo di sini aja, lo kan pemilik club ini, masa iya lo pergi di saat ramai kayak gini?"

"Tapi--"

"Gue bisa sendiri, gue duluan ya Raf," ujar Jeyra lalu pergi dari sana.

Rafa memandang punggung mungil Jey yang menjauh. "Lo gak cocok sama Davin, lo terlalu baik buat dia Jey," gumamnya.

Dunia Davin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang