Part 9

249K 15.4K 887
                                    

Jeyra menatap pantulan dirinya di cermin, ia menghela nafas, di lehernya terdapat banyak kissmark yang menonjol, ia sudah berusaha menutupinya dengan concealer dan foundation, tapi tetap tak bisa tertutup sepenuhnya, hingga Jeyra memilih memasangkan plester.

Hari ini Jeyra kembali ke rumahnya, ia pergi diam-diam saat Davin masih tertidur pulas. Jeyra tidak bisa mematuhi Davin, ia harus sekolah. Ada ulangan dari mata pelajaran kesukaannya hari ini.

Jeyra membenahi seragamnya sekali lagi lalu keluar kamar seraya menggendong tasnya. Seragam yang ia kenakan memang longgar dan roknya sedikit panjang, dan itu membantu Jeyra menutupi kissmark lainnya yang berada di paha dan lengan.

Gadis itu tertawa miris. Apa sebutan yang pantas untuknya sekarang? Jalang? Murahan? Jeyra tidak perduli, ia hanya melakukan sesuatu yang bisa membuat ia terus berada di samping orang yang ia cintai.

Jeyra melirik rumah besar di sebelahnya, gadis itu tersenyum tipis. Andai Davin tidak pernah pindah ke sana, ia pasti tidak akan menjadi sedekat ini dengan Davin.

"Gue tau gue bodoh, tapi rasa cinta gue bener-bener besar, sampe gue ngelakuin hal ini," gumam Jeyra. "Meskipun gue tau, kalau gue cuman di jadiin pelampiasan nafsunya aja."

****

"Jeyra Kalisha, lagi-lagi kamu dapet nilai tertinggi di ulangan harian saya," ujar guru di depan sana seraya menatap Jeyra dengan senyum bangga.

"Setelah lulus kamu mau melanjutkan kuliah di mana?" tanya guru itu membuat teman sekelas Jeyra melirik gadis itu tajam. Jeyra memang tidak membuat kesalahan, tapi mereka iri pada gadis itu.

Guru di depan sana adalah guru terpopuler dan termuda di sini, umurnya baru menginjak 23 tahun, wajahnya tampan, dan ia guru yang dikenal killer di sekolah ini. Namun guru itu terlihat perhatian pada Jeyra, ia bahkan tidak pernah menampilkan raut datarnya pada Jeyra. Berbeda jika kepada murid lainnya.

Gadis yang duduk di tempat paling belakang itu menggeleng pelan. "Belum tau," jawabnya. Jeyra sadar dengan tatapan tak suka teman sekelasnya dan itu membuat nya risih.

"Seharusnya kamu rencanakan, sebentar lagi kamu lulus, apa kamu perlu bantuan saya untuk mencari Kampus yang pas?" tanya guru itu berwibawa.

Jeyra menggeleng lagi, ia merasa tidak nyaman dengan tatapan guru itu, bukannya terlalu percaya diri, tapi Jeyra merasa guru itu menatapnya terlalu intens.

"Gak perlu, Pak Bara," jawab Jeyra.

Guru itu mengangguk, meski raut wajahnya terlihat kecewa. "Baiklah, kita lanjutkan pelajaran minggu depan, saya harus menghadiri rapat bersama kepala sekolah."

Kelas Jeyra ribut dengan sorakan kegembiraan dari murid laki-laki setelah guru itu pergi, sedangkan murid perempuan mendesah kecewa, mereka masih belum puas memandangi wajah tampan guru itu.

Jeyra sendiri memilih membaca buku yang ia pinjam dari perpustakaan, perhatian Jeyra teralih saat merasakan benda di sakunya bergetar, gadis itu segera mengambilnya.

Davin

Jey, lo gak nurutin perintah gue?

Jeyra terkejut, ia hampir melempar ponselnya saat membaca pesan itu. Seingatnya Jeyra belum bertukar nomor dengan Davin, lalu kenapa nomor Davin ada bahkan sudah di simpan di ponselnya?

Jantung Jeyra berdebar kuat, entah mengapa ia merasa akan ada sesuatu buruk yang terjadi.

****

Dunia Davin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang