Part 3

301K 21.4K 4.5K
                                    

"Gue tunggu di rumah gue jam 9 malem untuk pembuktian itu, bye Jey."

Jeyra menggigit bibirnya, ia tau ini hal bodoh, tapi entah mengapa kakinya tetap melangkah ke rumah Davin, gadis itu menghela nafas, ia berusaha berfikiran positif.

Bisa jadi, tidur yang Davin maksud hanya lah tidur biasa, semoga saja.

Jeyra memantapkan hatinya, kemudian berjalan memasuki pekarangan rumah Davin setelah satpam membuka gerbang untuknya. Mamanya tidak pulang malam ini, jadi Jeyra tidak perlu izin untuk keluar rumah.

Kepalan tangannya terangkat, mengetuk pintu coklat tua di depannya dengan gemetar. Tak lama kemudian pintu terbuka menampilkan Davin dengan balutan piyama hitam panjang tipis yang mencetak ototnya dengan jelas.

Davin tersenyum kecil. "Lo beneran dateng, Jey?" tanya nya.

Jeyra mengangguk pelan. "Karna gue serius suka sama lo."

Davin mengangguk-angguk. Ia membuka pintu semakin lebar. "Masuk," suruh nya.

Jeyra menatap mata Davin, kemudian mengangguk ragu dan berjalan masuk.
Davin terkekeh pelan. Ia memandang baju yang Jeyra kenakan. Sepertinya gadis itu bodoh datang ke sini dengam baju itu. Kaos polos putih dengan hotpants yang memperlihatkan paha mulusnya. Bukankah terlalu menggoda?

"Lo yakin mau tidur sama gue?" tanya Davin memastikan. Jeyra memilin tangannya kemudian mengangguk, ia mendongak melihat Davin dengan sorot bimbang.

"Tapi ... tidur doang kan?" tanya nya ragu.

Davin berdecak. "Lo pasti tau gue siapa dan gimana pergaulan gue, menurut lo masuk akal kalau gue cuman mau lo nemenin gue tidur biasa?" tanya Davin dengan satu alis di naikan.

Jeyra membatu, jantungnya mencelos, jadi tidur yang Davin maksud adalah tidur seperti yang Davin lakukan bersama gadis-gadis di club itu?

"Tapi--"

"Oh, lo cuman bercanda ya? Gak beneran suka sama gue?" tanya Davin dingin.

Jeyra langsung menggeleng. "Enggak, gue beneran suka lo."

Gadis itu menghela nafas pasrah, otaknya sudah tidak bisa berfikiran jernih lagi. "Oke, gue mau tidur sama lo."

Davin mengerutkan kening. "Yakin?"

Jeyra mengangguk ragu. Pria itu menatap ekspresi wajah Jey dengan menelisik.

Davin mendesis. "Pulang, gue gak mau tidur dengan cewek, atas dasar paksaan," ujarnya seraya menunjuk pintu.

"Tapi--"

"Pergi!" ujar Davin tajam.

Jeyra meneguk ludahnya, kemudian mengangguk dan langsung pergi keluar, ia menoleh pada Davin yang langsung menutup rapat pintu rumahnya. Davin itu ... punya dua kepribadian kah?

Kenapa sikapnya berubah-ubah? Kadang ramah, kadang juga dingin seperti kutub. Jeyra menghela nafas, sepertinya ia benar-benar tidak bisa mendapatkan Davin.

Oke, Jeyra menyerah. Ya, mental dan nyalinya memang secetek itu.

***

Davin memasuki rumah besar di depannya, ia melangkah dengan ringan melewati dua orang yang sedang adu mulut. Davin meliriknya sekilas.

Ia menuju kamarnya, mengambil barang yang tertinggal. Ponselnya, saat pindahan Davin lupa membawa benda itu dari kamarnya, ia memang tidak terlalu suka membuka ponsel, namun ia butuh benda itu. Jika tidak, mana mungkin Davin mau menginjakan kaki di rumah ini lagi.

Davin menuruni tangga, pria itu menghela nafas jengah, melihat dua orang itu masih asik adu mulut.

"Kamu mau keluar kota? Lagi? Yakin cuman kerja, kenapa sering banget keluar kotanya?" tanya wanita dengan dress pastel pada pria di depannya.

"Karna aku jenuh di rumah! Kamu bisanya marah-marah aja! Bikin pusing!" balas pria itu.

"Pah, kamu pasti selingkuh kan? Jawab!" ujar wanita itu semakin menjadi-jadi. "Belakangan ini kamu keluar kota terus, padahal ada bawahan kamu yang bisa di suruh!"

"Tuh, kamu mulai lagi, jelas-jelas aku kerja! Lama-lama aku capek sama kamu Fin," ujar pria itu menunjuk wanita di depannya.

"Aku juga capek sama kamu Rio, kalau gak inget aku butuh harta kamu, pasti aku udah minta cerai!" ujar wanita itu menggebu-gebu.

Rio menggeram. "Fina, kamu--"

"Permisi, numpang lewat." Davin berjalan di tengah-tengah mereka, membuat dua orang itu terpaksa membuat jarak. Davin sengaja melakukannya, jalan masih luas namun Davin sengaja menerobos di tengah mereka.

Telinganya panas mendengar keributan mereka setiap hari, ya, mereka orang tuanya.

"Davin, sejak kapan kamu di sini?" tanya Rio, pria berbadan tinggi tegap, yang masih tampan di usianya.

Davin mengedikan bahu. "Gak tau, gak penting juga, anggap aja aku cuman lalat yang lewat," jawabnya kelewat santai.

Tatapan Fina jatuh pada tangan kanan Davin, ia mengambil tangan putranya itu. "Ini apa? Kamu buat tato lagi?" tanya Fina menatap Davin tajam.

Davin mengangguk. "Keren kan?"

Fina berdecak pelan. "Kamu masih SMA, tato kali ini gak bisa di tutupin seragam, gimana kalo guru ngeliat?" ujar Fina menunjuk punggung tangan Davin hingga siku yang di penuhi tato baru.

"Paling masuk BK, di skors atau engga di keluarin," jawabnya. Ia menarik tangannya. "Udah, gak usah di pikirin, biasanya juga gak perduli," pria itu tersenyum sinis.

"Silahkan, lanjutin debatnya, aku pulang dulu ke rumah aku," Davin menekankan kata rumah aku, lalu berjalan pergi.

"Ah iya," pria itu menoleh, menatap dua orang itu. "Lain kali ributnya pake pisau, bunuh-bunuhan sekalian biar seru," pria itu memberikan seringaian lalu benar-benar pergi.

****

"Davin, marah?" gumam Jeyra, tadi pagi ia melihat pria itu melewatinya saat berangkat sekolah, namun pria itu mengabaikannya, padahal Jeyra sudah menyapa. Dan sakarang pria itu menghujamnya tajam saat tidak sengaja berpapasan di koridor.

Jeyra mengedikan bahunya, ia berjalan menuju perpustakaan, mengabaikan Davin yang masih memandangnya tajam, Jeyra sadar, tapi ia berusaha tidak perduli.

Sepertinya Jeyra harus mendengarkan ucapan Rafa, laki-laki tidak hanya satu di dunia, dan semoga saja Jeyra bisa cepat melupakan Davin dan menemukan lelaki yang tepat untuknya.

"Kak Davin udah dua hari gak ke club, biasanya dia gak pernah absen, padahal gua udah nungguin dia, pengen ngerasain permainannya di ranjang."

Jeyra menoleh pada dua orang gadis yang melewatinya sambil mengobrol. Benarkah? Jeyra tidak tahu, biasanya setiap malam ia selalu membuntuti Davin, namun semenjak malam itu, Jeyra tidak melakukannya.

"Davin tobat yah?" gumam Jeyra tidak percaya. Selama hampir 3 tahun membuntuti Davin, Jeyra tau, jika dunia Davin itu berpusat di minuman Alkohol dan juga selangkangan.

Rasanya aneh mengetahui Davin yang tidak pernah absen ke club, sekarang sudah tidak ke sana meski hanya dua hari. Apa pria itu menemukan club baru?

"Jey, halo."

Jeyra berjengkit mendengar suara seseorang yang sedang berada di fikirannya, gadis itu menatap pria di depannya bingung. Bukankah barusan pria ini menatapnya setajam pisau, kenapa sekarang ia kembali ramah?

"Davin, kenapa?" tanya Jeyra berusaha tidak canggung.

"Malem ini temenin gue yuk?" ajak Davin dengan senyum penuh arti.

Dunia Davin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang