Early-12

12 2 0
                                    

happyreading
-
-
-
-

Hari ini Alunan sedang tidak terikat dengan berkas-berkas yang membuat pusing, untuk agenda hari ini dirinya ingin berkunjung kesebuah tempat yang akan menjadi rumah selamanya bagi manusia.

Pertemuannya dengan Keil kemarin membuat Alunan mengetahui beberapa hal yang terjadi saat dirinya tak di tanah air, dulu dirinya sangat mendambakan tenang tanpa adanya kelam yang mengusik, hingga akhirnya terdampar dalam sepi.

Mobilnya berhenti di salah satu tempat pemakaman, bukan pemakaman yang biasanya ia kunjungi untuk berziarah di makam Sastra, kali ini berbeda, kemarin Keil berseru bahwa 2 tahun lalu Neneknya dan Pasti juga Nenek Sastra berpulang kepangkuan ilahi.

Dimakamkan tepat di samping sang Suami yang lebih dulu berpulang, makam Suami Istri ini berbeda dengan Sastra, Alunan tak tahu pasti mengapa, tapi Sastra pernah mengatakan bahwa Sebelum meninggal Kakeknya berpesan ingin di makamkan di tempat yang sama dengan sang Ibu, dan tempat itu disini.

Alunan membawa 2 buket bunga mawar putih yang sudah di taruhnya di atas makam Kakek, Nenek Sastra, Alunan cukup dekat dengan mereka.

Apalagi sang Kakek, Sastra sering mengajaknya untuk mengobrol dengan Kakek, Kakek Sastra memang orang yang sedikit pendiam, namun di balik itu Kakeknya selalu mengerti apa yang di rasakan Sastra, sosok manusia yang sangat peka, dan pemilik Prakata yang Indah.

-
-

19,Januari 2019

Hari jum'at 19 Januari 2019 adalah hari paling menyakitkan bagi Sastra, Kehilangan sosok yang paling Mencintainya, sosok yang selalu membelai kepalanya yang tertutup hijab, sosok yang selalu memeluknya saat tak ada lagi yang bisa di peluk.

Kerapuhan Sastra dan hanya dirinya yang tau, tak pernah terbayang di dalam pikirannya bahwa sang pahlawan tanpa kekuatan supernya akan meninggalkan diri Sastra secepat ini.

Hatinya sangat gundah hingga tak bisa berkata kata, Kehilangan yang sangat berat tapi mengharuskan dirinya tak mengeluarkan air mata, Sastra diam menatap jenazah sang Kakek yang sudah bersemayan rapih di keranda yang bertutup kain hijau.

Tepat di sisi belakang masjid, menunggu jemaah menyelesaikan Sholat jum'atnya, pandanganya tak pernah teralihkan, dengan tatapan kosong, menatap diam objek di depannya.

Sebelum dirinya berangkat ke masjid, Sastra berada di rumah Nenek dari sang Ibu, tak mengetahui bahwa Kakeknya sudah tiada, Dirinya hanya di jemput oleh Pamannya, dan mengatahui semuanya tanpa di perjelas oleh siapapun, hanya melihat kerumunan di rumah sang Nenek dengan Jenazah yang akan di bawa menuju Masjid.

Tak bergerak barang sesenti pun, Alunan yang menghampirinya mendekap tubuh Sastra yang tegak bagai tembok, sang Kakek memang di larikan ke Rumah Sakit yang berada dekat dengan rumah Nenek dari Ibunya, Tapi Sastra tak pernah membanyangkan bahwa akhir dari kedatangan Kakeknya ke Rumah Sakit adalah kematian.

"Sastra, Kakek udah pergi, Sastra yang kuat ya Alunan ada di sini"bisik Alunan dengan nada bergetar

Sastra masih tak bergeming, diam membeku, melihat Keluarganya yang bercucuran air mata, kepergian sang Kakek yang mendadak sungguh mengejutkan, hingga air mata tak bisa di bendung lagi.

"Alunan, Kakek pergi, Sastra sendiria deh. Bissmilah Sastra iklas Ya Allah"Ucap Sastra lemah

Serun Sastra yang membuat Alunan terisak, Sastra mengucapkannya tanpa adanya air mata, hanya seruan lemahnya, tapi membuat Alunan lebih menangis.

Keranda yang membawa Jenazah Kakenya dibawa menuju Masjid dekat rumah mereka, untuk di sholatkan.

"Sheva mau liat Kakek?"Tanya sang Ayah yang berada tepat di depan keranda jenazah.

Sastra menggeleng lemah, dirinya tak ingin melihat sang Kakek, itu akan membuatnya berat untuk melepas pergi Kakek tercintanya.

--

Jenazah sang Kakek sudah di kemubumikan, Melihat sang Kakek di masukan ke dalam liang lahan, membuat pertahanan Sastra runtuh.

"Hiks Ayah, Kakek Sastra udah pergi Ayah"Ujarnya Sambil terisak

Lutut Sastra lemah tanpa daya, Membuat dirinya jatuh bersimpu melihat sang Ayah di bawah liang lahan sedang mengazani Kakeknya dengan suara yang begetar.

"Ya Allah hiks Kakek Sastra"

Keilan menghampirinya mendekap Sastra, menangkan sepupunya yang sedang menangis tersendu-sendu.

"Keil hiks, Kakek udah ga ada hiks, Kakek ninggalin Sastra sendiri hiks"Sastra menangis sejadi-jadinya di dekapan Keilan.

Para pelayat yang menyaksikan tangis Sastra pun matanya ikut berkaca-kaca, pribadi Sastra yang ceria sekarang terlihat sangat terluka.

"Jangan nangis, Jangan nangis, kasian Kakek Shevana"seru Keil lirih di telinga Sastra

"Hiks, Kakek Sastra pergi hiks. Ayah hiks Sastra ga punya Kakek lagi"Serunya lirih masih dengan air mata yang tak henti keluar.

Sang Ayah yang baru keluar dari liang lahan menatap Sastra senduh, membawa anak perempuannya kedalam dekapan.

"Ayah Kakek hiks, Allah ambil Kakek Sastra Ayah hiks"adunya kepada Sang Ayah

"Sheva, ikhlas nak, nanti Kakek berat"jawab sang Ayah

"Ya Allah hiks, Sastra ga kuat"

"Kenapa hiks Ka-kek Sastra Ya Allah hiks"

Kematian dan kehilangan adalah perkara yang akan di rasa semua orang, Kita tinggal menunggu giliran, dan membuat orang merasa kehilangan
-Amalthea Shevana Sastra

---

Early Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang