Early-24

8 3 2
                                    

happyreading
-
-
-
-

Hari ini, Sastra hanya belajar seorang diri untuk persiapan Olimpiade, dirinya kini sedang duduk di dekat gerbang sekolah, pembelajarannya sudah selesai dan masih akan berlanjut esok hari lagi.

Sastra, tetaplah Sastra dan akan terus menjadi Sastra, walau bagaimana pun usahanya untuk merubah apapun dari dirinya tidak akan pernah berhasil, Sastra masih tetaplah anak Perempuan yang sangat ekspresif, karakteristiknya sunggu menojol, aura positif tak lepas dari bayangnya, kehangatan yang selalu terserta dalam setiap langkah Sastra.

"Kamu ngapain di sini"tanya seseorang

Sendari tadi pandangan Sastra terus memandang sepatu yang berlatar tanah itu, tak ada minat untuk melihat sekelilingnya, sepatu dan tanah terlihat lebih memikat di matanya.

Sastra menatap orang yang berada di sampingnya itu, menelisik penampilan orang tersebut dari atas hingga bawah.

"Ngapain di sini?"bukannya menjawab Sastra malah bertanya balik.

"Aku habis main, udah selesai belum belajarnya, kalo udah ayo pulang, liat awannya mendung"tunjuk Sakala kearah langit yang mulai berwarna kelabu dan di tambah dengan suara-suara yang dibuatnya.

Sastra menatap langit yang menggelap, setitik demi setitik air mulai jatuh di tanah bumi, setitik air itu lama kelamaan bertambah banyak dan membuat hujan berair yang sangat deras.

Sakala mendekat kearah Sastra guna menghindari tetesan hujan, terkadang ekor matanya melirik melihat Sastra yang sangat asik memandang beribu tetesan air yang turun dari langit.

"Jangan nunggu hujan reda, pasti lama, kita pulang sekarang"ucap Sakala sedikit berteriak, gemercaknya suara hujan membuat pendengaran sedikit terganggu.

"Tapi nanti tasnya basah Sakala"jawab Sastra tak kalah keras

Sakala mengambil tas yang sendari tadi berada dalam genggaman Sastra"Tasnya di tinggal di sekolah aja, besok bukunya di bawa pake tangan"saran Sakala, Sastra mengangguk menyetujui, Sakala berlari menuju kelasnya, untuk menaruh tas Sastra, dan kembali lagi setelah selesai.

Sastra menatap hujan dengan ragu, entah kenapa dirinya. Sakala yang sudah kembali pun dirinya tak mengetahui, asik menatap hujan dengan ragu.

Sakala heran dengan tingkah Sastra, tanpa pikir panjang, dirinya meraih lengan Sastra dan menariknya menuju guyuran hujan, yang di tarik masih menampakan raut kagetnya sembari merasakan terpaan hujan mengenai tubuhnya.

Sakala tersenyum melihat Ekspresi Sastra, bahkan dirinya tertawa, keduanya sama sama tersenyum, menikmati hujan yang dipenuhi rindu, namun tak tau bagaimana menyampaikannya selain mengeluarkan air yang menerpa  bagai menyalurkan kerinduan yang terpendam.

--

Sastra dan Sakala masih asik dengan hujannya, berjalan bersama sembari di guyur hujan, tertawa bersama, menikmati moment yang mungkin takkan terulang.

"Sakala!!, ayo lari!"teriak Sastra

Mendengar itu Sakala berlari, mencoba menyalib Sastra yang sudah lebih dulu berlari di depannya.

"Jangan cepet-cepet nanti jatoh!"peringat Sakala

"Hah!"

"Jangan lari nanti jatoh Sastra!"

"Apa!"

"Astaga Sastra!"

"Kamu ngomong apasih aku ga dengar!"

Guyuran air hujan membuat pendengaran Sastra terganggu, dirinya dan Sakala masih berlari, hingga Sastra yang lebih memilih berhenti karna kelelahan, dia terduduk, menetralkan derup nafasnya sembari mengusap wajahnya yang dipenuhi air.

Sakala duduk tepat didepan Sastra, dengan nafas yang terengah-engah, Sastra tertawa melihat wajah Sakala, hingga membuat Sakala ikut tertawa karna Sastra tertawa.

"Seru banget Sakala!"

"Pasti, karna ada kamu!"

"Sakala, jangan terlalu menaruh hati pada orang yang belum tepat, nanti hatinya luka, susah untuk ngobatinnya"tutur Sastra

Sakala menatap Sastra dan di sambut tatapan balik dari Sastra, mata keduanya bertemu di sela hujan deras dengan air yang terus turun, menumpahkan begitu banyak rahmat.

"Kalo hati ini luka, kamu obatnya"jelas Sakala lembut

"Sastra, luka pasti terasa sakitnya tapi dia akan sembuh, dia ga akan selamanya jadi luka yang perih, tapi, dia membekas"lanjutnya

Perkataan Sakala membuat Sastra terdiam menikmati hujan dengan pikiran yang menyerang, terlalu muda untuknya terjerat dalam hal ini, memilih adalah hal yang sulit, namun keserakahan membuat kehancuran yang lebih parah.

--

"Sakala udah sana kamu pulang, liat basah kuyup nanti sakit"seru Sastra

Hujan reda kala mereka berjalan pulang, kini Sakal berada di depan gerbang rumah Sastra.

Sakala tersenyum"Masuk dulu kamunya"

"Sana pulang Sakala"geram Sastra

"Masuk Sastra"ucap penuh penekanan Sakala

Sastra mematuhi perintah Sakala, dan mulai melangkah masuk, gerakan tangannya terhenti kala melihat sosok sang Kakek yang sedang berada di halaman rumah, memandang dirinya dan Sakala.

Sastra berbalik badan menghadap Sakala dengan raut resah, Sakala mengerut bingung.

"Kenapa?"tanyanya

"Cepet pulang Sakala"ucap lirih Sastra dengan diiringin gestur tangan.

Sakala dibuat bingung dengan Sastra, dirinya baru ingin melangkah menuruti Sastra namun suara gerbang terdengar hingga membuatnya berbalik badan.

Sosok Kakek Sastra terlihat di depan matanya sekarang.

Sakala tersenyum ramah, matanya menangkap raut wajah gelisah Sastra yang berada tepat di samping sang Kakek.

"Assalamualaikum Kakek"ucap Sakala sembari mengulurkan tangan meminta bersalaman.

"Wa'aikumussalam"jawaban terdengar dengan suara barito

"Saya Sakala Kek, teman Sastra"Kakek mengagukan kepala

"Kalian main hujan, Sakala mau berkunjung dulu, atau langsung pulang"tanya Kakek, Kakek adalah contoh seseorang yang anti terhadap basa basi, langsung ke inti dan selesai.

"Sakala langsung pulang aja Kek, Sakala pamit, Assalamualaikum"pamit Sakala

"Wa'alaikumussalam"Sakala beranjak pergi dari hadapan, arah mata Sastra tak lepas dari tubuh Sakala yang mulai tak terlihat karna jarak yang jauh.

"Haduh, Sastra ayo masuk, mandi cepet nanti sakit"perintah sang Kakek

"Tenang Sastra, kalo jodoh ga kemana"serunya lagi dengan kekehan kecil

"Kakek"rengek Sastra malu.

---

Early Where stories live. Discover now