Early-18

8 1 0
                                    

happyreading
-
-
-
-

Sastra kecil dengan segala talentanya, membuat sebagian besar orang terdekatnya iri, Sastra yang terbiasa sempurna dan selalu di tuntut sempurna tanpa adanya cacat setitik pun, terpisah dari Sahabatnya Lentera karna perbedaan sekolah hanya tinggal menyisakan Sastra dan Bulan, Sastra yang tak pernah berfikir bahwa Bulan akan menghianatinya, dan Bulan yang selalu di liputi rasa iri dan dengki.

Sastra asing baginya dalam hal berburu prestasi atau apapun, tapi berbeda dengan gadis pemilik mata sipit ini, dalam keadaan apapun Bulan lah yang utama baginya, rasa sayang Sastra terlalu besar bagi seorang seperti Bulan.

"Aku gak mau temenan sama kalian semua dan aku bakalan musuhin kalian kalo kalian ngomong sama Sastra"serunya kepada semua penghuni kelas.

"Sastra itu centil, ngapain temenan sama anak centil"

"Kamu itu bukan apa-apa Sastra"

"Inget ya Sastra aku benci sama kamu"

Kata kata tajam dan serka yang di lontarkan untuk Sastra selama ini yang selalu membuat leruh Sastra terluka, tapi untuk keesokan harinya dirinya lupa apa yang telah menyakitinya, kembali menjadi pemilik hati yang baik dengan senyum yang cerah.

-
-

Bangku baris terakhir yang Sastra duduki dengan seorang temannya, memilih menjauh dari jangkauan Bulan, tapi usaha itu tak berguna. Sastra hidup dalam tekanan Bulan.

Kotak pensil berwarna soft pink berada di bibir meja Sastra, sang pemilik masih asik dengan kegiatan menulisnya, bunyi melengking dari kotak pensil yang jatuh terdengar dalam pendengaran siapapun, kotak pensil Sastra jatuh, dan Bulan yang sengaja menyenggolnya agar jatuh, dan berucap.

"Maaf ga sengaja"santainya tanpa memungut kembali barang yang Ia jatohkan.

Kejadian itu terus berulang setiap harinya hingga kotak pinsil milik Sastra sudah tidak berbentuk lagi, beberapa bagian hancur karna berulang kalinya terjatuh, tak ada yang berani berucap di dalam kelas itu, seolah Bulan lah penguasa, harus di hormati dan takuti tanpa bantahan, perlakuanya kepada Sastra tak ada yang berani membuka suara.

Bulan begitu jahat untuk anak berumur 9 tahun, dengan tega mengganti setiap jawaban yang sudah Sastra kerjakan di kertas ulangannya, hingga pada akhirnya dimana nilai yang seharusnya 90 menjadi 44, ingin sekali Sastra membenci Bulan, tapi tak bisa, menyimpan kebencian membuat kita hidup dalam perangkap, yang akan selesai bila kita membalasnya.

Kala dulu Lentera lah penyemangatnya dan temen satu-satunya, saat ini tak ada, Sastra sendiri ditemani dengan duka, tanpa adanya sandaran, Sastra lebih suka memeluk dirinya sendiri saat sedih, tanpa memberi tahu dunia bahwa dia terluka, namun saat bahagian, dengan suka rela dia membagi kebahagian, sampai dunia menyangka bahwa Sastra tak pernah merasa hampa dan lara.

--

"Bulan emang jahat banget sama Sastra, tapi Sastra ga pernah ngebales sedikitpun kejahatan yang Bulan buat, sampai akhirnya dimana mereka deket lagi"jelas Alunan

"Banyak banget ya kejadian waktu aku gaada"ujar Lentera

"Kejutannya juga ga main-main"

Alunan menatap Lentera
sendu"Makasih Alunan udah ada buat Sastra, aku egois"

"Dulu, Kakek kita teman dekat, saking dekatnya sampai nama kita pun mereka yang kasih"

"Kata Kakek, Aku diberi nama Lentera agar menjadi cahaya, dan Sastra yang menjadi pedomanannya, biar kita bisa berjalan bersama tanpa takut gelap ataupun tersesat"

"Tapi sebelum menjelajahi dunia, Sastra lebih dulu tumbang dan pergi sebelum berperang"

"Hidup dia ga sesempurna itu, di lahirkan beriringan dengan sepupunya, tapi Sastra selalu menjadi yang utama, tuntutan untuknya jauh lebih besar apalagi karna dia perempuan, dulu Sastra bilang jadi perempuan itu ga enak, semuanya harus di atur pake pandangan orang, tapi kenapa laki-laki engga gitu, kenapa kita terus yang di salahin, padahal yang seharus nya salah dia, katanya juga Negara yang baik itu tergantung dengan Wanitanya, tapi prilaku laki-laki jauh dari yang di haruskan"

"Anak sekecil dia bisa bilang begitu, kamu pasti belum tau tentang Sastra yang ini"

"Sastra dulu adalah korban pelecehan seksual oleh saudara jauhnya yang kebetulan rumahnya bersebelahan, Sastra benci sama semua orang karna nyalahin dia, seakan-akan dia yang salah karna dulu Sastra masih belum pakai hijab, hidupnya jauh dari kata sempurna Alunan, tapi Sastra pintar menutupi semua, yang dia punya cuman Kakeknya"

"Kadang aku heran, mereka yang bilang perempuan itu selalu benar, nyatanya engga, perempuan yang selalu salah, dan perempuan yang selalu terlimpahkan salah, yang dimana seharusnya dia gak salah, laki-laki pura-pura lupa untuk melakukan sebuah kewajibannya, karna itu, kerusakan terjadi"

Banyak hal yang Alunan tak ketahui tentang Sastra, hidupnya bagai tak realistis namun nyata, seperti imajinasi namun benar adanya dan semua telah dilewati tanpa alas kaki oleh Sastra, sendiri.

"Lentera, gue gatau apa jadinya kalau dulu lo ga ada di hidup Sastra, ibarat kata Sastra gembok dan lo kucinya, pintu gaakan kebuka begitu aja kalo gomboknya masih terkunci, Sastra memasang gembok di pintu yang penuh akan luka dan cuman lo yang tau semua dan bisa buka pintu itu"

Lentera tersenyum "Sastra terlalu banyak luka, dan pintu yang aku bisa buka, hanya setengah dari lukanya".

---

Early Where stories live. Discover now