Early-33

0 0 0
                                    

happyreading
-
-
-
-

"Air, kamu kenapa?"tanya Sastra tiba-tiba.

Karna setelah perkenalan tadi keduanya sama-sama terdiam menikmati apa yang sedang di pandang.

Air menoleh menatap Sastra dengan tatapan bingung.

"Kamu keliatan sedih"ujar Sastra

Air tak menjawab, dia lebih memilih mengalihkan pandangannya agar kembali menatap objek yang ada di depan.

"Gue gak kenapa-kenapa"acuh Air

"Yakin gak kenapa-kenapa, tapi kamu kaya ada apa-apa"

Air diam tak menjawab, Menghela nafasnya berat.

"Gue benci hidup. Tuhan gak adil"

Sastra menatap Air dengan raut bingung"Kamu benci hidup, bukan berarti hidup kamu akan berhenti saat itu juga"

"Tuhan gak adil, dan apa Tuhan ada, gue meragukan itu"santai Air

"Dengan adanya kamu di sini itu udah membuktikan kalo Tuhan ada"Air menatap Sastra intens

"Kamu gak boleh begitu Air, Tuhan adil sama semua hambanya, tapi gak semua yang kamu mau bakal terwujud, itu udah takdir kehidupan kamu"

"-Banyak yang gak seberuntung kamu, banyak orang yang gak punya apa yang kamu punya sekarang"

"Kalau Tuhan ada dan Tuhan adil kenapa semua orang gak di bikin sama"seru Air

"Karna itu ujian mereka di dunia, itu jalan kehidupan mereka di dunia, akan berbeda nanti kalo di Akhirat"

"Tuhan itu ada Air, siapa yang menciptakan semesta kalau bukan Tuhan, siapa yang menciptakan ini semua, semua gak bisa di pikirin pake logika Air, ada masa di mana logika akan kalah karna adanya fakta"terang Sastra

"Air, kembali, jangan ambil lagi langkah yang salah, kamu masih bisa putar balik"lembut Sastra

"Engga semua yang berada di dalam hidupmu itu kepedihan, Tuhan tidak sejahat itu, kamu berbuat dosa yang sangat besar pun dia masih memaafkan mu"lanjutnya.

Air diam membeku, dirinya mencerna semua kata yang baru saja Ia dengar, tak ada suara, Sastra dan Air sama-sama terdiam.

---

"Setelah itu, Sastra harus pergi balik kesekolahnya"Air menceritakan awal pertemuannya dengan Sastra kepada Alunan di sebuah Caffe yang memang tak jauh dari pemakaman.

Air mengajak Alunan untuk berbicara santai di Caffe itu sembari menceritakan tetang Sastra.

Tadinya Alunan ingin menolak karna dirinya harus berkerja, namun setelah menghubungi Aulin dan menanyakan apakah tidak apa-apa jika dirinya akan berangkat terlambat hari ini. Aulin mengiyakan saja tak banyak pertanyaan yang membuat Alunan sedikit lega.

"Gue emang bukan anak broken home, tapi rasanya sama kaya anak broken home, orang tua gue jarang pulang sekalinya pulang cuman buat berantem, gue muak, kenapa mereka gak sekalian cerai aja"seru Air

"Tapi sampai sekarang pun mereka masih tetep bareng-bareng, apa gunanya masih bersama kalo pada akhirnya saling menyakiti"

"Karna itu, gue lebih suka tinggal sendiri, jauh dari mereka"

Alunan masih diam, tak tau harus menanggapi apa, dia hanya mencoba menjadi pendengar yang baik, itu sudah cukup dari pada memperburuk suasana.

---

Sastra tengah duduk di bangku taman sembari terdiam menikmati langit sore berwarna jingga, sesekali memejamkan matanya karna terpaan angin, tak ada orang di taman itu, tapi banyak orang yang berlalu-lalang melewati taman.

"Dor.."

Sastra terlonjak kaget, tangannya memegang dada, menetralkan detak jantungnya yang berpacu lebih cepat dari biasanya.

Setelah tenang Sastra menoleh ke arah belakang, melihat orang yang sengaja mengagetkan nya.

Air tersenyum manis kala sorot mata Sastra tepat melihat wajahnya, Air itu tampan, bahkan sangat, tapi dia di takuti karna raut mukanya yang tak pernah berekspresi, di tambah dengan tatapan matanya yang membuat siapapun terintimidasi.

Air melangkah untuk duduk di samping Sastra, ikut menikmati senja dengan Sastra yang menatapnya bingung.

"Kita ketemu lagi Sastra"celetuk Air tanpa mengalihkan pandangannya

"Air, ini kamu?"tanya Sastra

Air tertawa kecil, Sastra terenyuh melihat pemandangan yang sungguh menggoda iman, melihat Air tertawa kecil saja sudah membuat pipinya bersemu, karna itu Sastra langsung mengalihkan pandangannya guna menutupi raut wajahnya yang sedang bersemu.

"Siapa lagi kalau bukan gue Sastra"jawab Air

Sastra menetralkan raut wajahnya, Air yang melihat tingkah Sastra yang malu-malu membuatnya gemas sendiri, baru kali ini dia merasakan perasaan yang tak pernah dia tau.

Sastra menghembuskan nafasnya pelan, mulai mendongakkan kepalanya yang tadi menunduk.

"Kenapa bisa tau aku disini?"tanya Sastra

Air tidak lagi menatap Sastra, dia lebih memilih menatap matahari yang secara perlahan mulai tenggelam.

"Dari pertama kita ketemu gue udah tertarik sama lo, buat tau lo ada di mana itu hal kecil bagi gue, yang susah gue dapet itu diri lo"jawab Air

Sastra terdiam tak menjawab Air, dia bingung harus menjawab apa.

"Air kamu gak pulang"celetuk Sastra memecah keheningan

"Gue suka lama-lama sama lo di bandingkan di rumah"jawab enteng Air

"Apa lo bisa jadi milik gue"serius Air

Sastra diam tak menjawab, entahlah dia terlalu bingung dengan apa yang terjadi sekarang, dia baru saja bertemu Air beberapa hari yang lalu, dan sekarang Air mengatakan itu padanya, skenario apa lagi ini.

"Gue heran Sastra, kenapa bisa secepat itu, bisa secepat itu gue tertarik sama lo"

"Lo gak ngelakuin apa-apa, dari ucapan lo aja udah buat gue jatuh se jatuh-jatuhnya, lo hebat Sastra"kagum Air

Sastra membuat suara"Air.., kita di pertemukan oleh takdir yang di buat Tuhan, namun belum tentu akan di satukan"

---

"Jadi lo nyuruh orang buat ngawasin Sastra"seru Alunan

Dia kaget, orang di depannya ini tidak ada kerjaan atau bagaimana.

Air mengangguk dengan santai, hanya untuk membayar orang suruhan dirinya sangat mampuh, untuk menyewa ratusan bodyguard agar menjaga Sastra pun dirinya masih mampuh.

"Lo gak ada kerjaan?"heran Alunan

"Gue ada, kenapa gak di pergunakan, dari pada gue gunain buat hal yang gak jelas"santai Air

"Tapi itu gak jelas bagi gue"tekan Alunan

Air menatap Alunan sengit"Itu jelas penting dan berguna bagi gue"ucap Air penuh penekanan.

keduanya sama-sama menampakkan raut sengit, bagai bermusuhan.

---

Early Where stories live. Discover now