13/9/21

6 3 0
                                    

Seorang pemuda kini tengah turun ke lantai satu.

Udara di mansion amat terasa dingin, selain karna tuan besar mereka yang hadis di mansion serta perang dingin antara sang anak dan ayah, di luar nampak rintik hujan.

Gio berjalan menuju meja makan, terlihat tuan ganendra yang sudah memakan makanannya langsung.

Gio menaruh tas Yang sedari tadi dirinya tentang ke kursi sebelahnya. Lantas memakan roti yang sudah di sediakan oleh maid.

Tak ada perbincangan pagi di anatar mereka. Sellau seperti itu, si ayah yang selalu menuntut dan si anak yang selalu Leah di tuntut berakhir memberontak.

Nampak tuan Ganendra sudah selesai makan, lantas dirinya menatap sang anak yang masih fokus dengan makanannya. Sesekali menatap ponselnya yang terus menampilkan notif chat dan akun sosial media nya.

Tuan Ganendra berdiri, menimbulkan decitan dari gesekan antara kursi dan lantai marmer.

"Jadilah anak penurut, ingat kata kata saya Gio,"

Gio terdiam ketika merasakan tepukan dua kali di pundaknya. Menatap kosong makanannya yang tinggal setengah.

Begitu tersadar dirinya lantas menghabiskan makanannya lalu pergi setalah meminum susu hingga tandas.

Pergi ke luar di mana sebuah mobil sport berwarna hitam sudah terparkir.

Hari ini dia akan mengendarainya sendiri. Lagi pun sudah SMA dan umurnya akan 17 tahun. Tahun depan maksudnya.

Gio menjalankan mobil nya dnegan tenang, sesekali bernyanyi mengikuti musik yang di nyalakan nya melalui radio mobil.

Hujan nampak semakin deras. Gio menatap jalanan di depannya sambil menyipitkan mata.

Jalanan di depannya nampak lenggang, beberapa pengguna jalan memilih untuk berteduh.

Gio memberhentikan mobilnya di parkiran sekolah.

Mencari payung yang biasa dirinya taruh di belakang. Lantas mengambil jaket untuk dirinya kenakan juga.

Hari ini adalah hari pertama dirinya bersekolah, setelah 3 hari kemarin melaksanakan MOS.

Gio berjalan menuju gedung sekolah dengan payung di tangannya.

Matanya mendapati seorang gadis yang tengah berlarian menuju gedung sekolah. Seragamnya sudah nampak basah.

Berjalan cepat mengejar orang di depannya, dirinya lantas dirinya berdiri di sebelah gadis itu, sekaligus memayungi.

Melden. Menatap ke arah samping nya mendapati wajah Gio dengan rambut yang basah. Dirinya meneguk Saliva nya ketika menyadari seberapa tampan orang di samping nya.

Lama menatap tanpa sadar Gio juga menatap manik mata Melden. Perjalanan mereka terhenti, terisi dengan adegan tatap antara mereka berdua.

Gio memutuskan kontak matanya, menatap ke arah depannya kembali lantas berjalan. Melden mengikuti Gio, wajahnya memerah karna adegan tersebut.

Mereka berdua sampai di koridor. Berhenti sebentar untuk membersihkan pakaian mereka.

Gio menutup payungnya lantas melepaskan jaket yang di kenakan nya.

"Dingin,"

Gio memasangkan jaket nya ke tubuh Melden, lantas menepuk pucuk kepala gadis itu pelan.

Tersenyum teduh lantas membalikkan tubuhnya untuk pergi ke kelasnya. Meninggalkan Melden yang kini terpaku setelah kejadian yang baru saja terjadi.

Tanpa sadar semburat merah terlihat di kedua matanya. Lantas memejamkan matanya erat, menghilangkan bayangan ketika Gio tersenyum lembut ke arahnya.

Menormalkan detak jantung nya lantas dirinya berjalan menuju kelasnya. Mengikuti jejak Gio yang sudah menghilang tertelan jarak.

Dirinya mengeratkan jaket denim milik Gio, seketika harum maskulin tercium oleh Melden.

Wangi.

•••

Gio berjalan sambil tersenyum. Apa yang baru saja di lakukan nya di luar tindakannya secara sadar. Dirinya hanya melakukan secara naluri.

Gio menatap ke arah melajang ketika terasa ada yang menepuk pundaknya. Mendapati kedua sahabatnya dengan jaket yang dirinya tadi pakai juga.

"Ngapain Lo senyum-senyum gak jelas, Gila?"

"Sialan,"

Salah seorang dari mereka tertawa keras mendapati umpatan dari orang di depannya.

Lantas berjalan sambil merangkul pundak kedua temannya.

"Lepas Rai!"

"Kenapa sih elah,"

Gio mendengus, menghempaskan tangan Rain yang ada di pundaknya lalu berjalan lebih dulu ke kelas.

Kelas mereka beda arah, Gio ke kira sedangkan Mereka berdua ke kanan naik ke lantai dua.

Gio berjalan dengan satu tangan di kanton celananya. Merasa rasa dingin yang menusuk.

Sampai dalam kelas dirinya menaruh Payung yang ada ke dalam tempat di mana payung-payung yang lain sudah ada di sana.

Tak lama dirinya duduk, langsung saja menelungkup kan kepalanya di antara lipatan tangan di atas meja.
Hawa dingin membuatnya mengantuk, mengingat semalam dirinya tak bisa tidur nyenyak akibat rasa sakit di seluruh kujur tubuh nya.

Bahkan hingga kini masih terasa nyeri ketika bergerak di beberapa titik.

Melden memasuki kelas, lantas menatap ke arah Gio yang sedang menelungkup kan kepalanya.

Dirinya berjalan ke arah mejanya lantas melepaskan jaket yang tadi di kenakannya.

Sebenernya dirinya juga membawa sweater di dalam tas, namun Gio sudah memakaikannya jaketnya terlebih dahulu.

Melden berjalan ke arah Gio dengan jaket pria itu di tangannya, lantas menyelimuti tubuh tegap itu dengan jaket yang ada.

Melden terpaku, dirinya melihat ada luka lebam di lengan pria itu. Kemejanya yang sedikit tersingkap membuatnya dapat melihatnya.

Dirinya tertegun sebentar, lantas menggelengkan kepalanya. Dirinya tak berhak ikut campur masalah pria itu.

Bel sudah berbunyi, Melden langsung duduk di tempatnya. Sesekali melirik ke arah Gio yang masih tenang menelungkup kan wajahnya.

Dirinya menghela nafas. Perasaan macam apa ini?

1/10/21 (Revisi)Where stories live. Discover now